Surya Paloh

Surya Dharma Paloh
lahir 16 Juli 1951 di Kutaraja, Aceh

FAMILI
Ayah: Muhammad Daud Paloh
Ibu: Nursiah Paloh
Istri: Rosita Barack lahir 16 November 1949 di Jepang
Anak: Prananda lahir tahun 1986

PENDIDIKAN
1958-1963: SD Negeri Serbelawan, Simalungun
1964-1966: SMP Negeri Serbelawan, Simalungun
1967-1969: SMA Negeri 7 Medan
1970-1972: Fakultas Hukum USU Medan
1972-1975: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UISU Medan

USAHA
1968: Manajer Travel Biro Seulawah, Air Service, Medan
1972-1975: Pimpinan ‘Wisma Pariwisata’, Medan
1973: Presiden Direktur PT Ika Diesel Bros Medan
1975: Kuasa Direksi Hotel Ika Daroy, Banda Aceh
1975: Presiden Direktur PT Ika Mataram Coy, Jakarta
1976-1977: Direktur Link Up Coy, Singapore
1979-Sekarang: Presiden Direktur PT Indocater, Jakarta
1985-1986: Pimpinan Umum Harian Pagi Prioritas, Jakarta
1988-Sekarang: Direktur Utama PT Citra Media Nusa Purnama, Jakarta
1989-1991: Direktur Utama PT Vista Yama
1989-Sekarang: Direktur Utama PT Surya Persindo
1989-Sekarang: Komisaris PT Pusaka Marmer Indah Raya
1989-1994: Direktur Utama PT Mimbar Umum
1989-1994: Komisaris Utama PT Galamedia Bandung Perkasa
1989-1999: Direktur Utama PT Karya Banjar Sejahtera
1989-Sekarang: Pemegang Saham PT Masa Kini Mandiri
1989-1991: Direktur Utama PT Citra Bumi Sumatera
1990-Sekarang: Komisaris PT Bakti Citra Daya
1990-Sekarang: Direksi PT Sekotong Indah Persada
1990-Sekarang: Komisaris Utama PT Vista Yama
1991-1994: Komisaris Utama PT Citra Masa Kini
1991-Sekarang: Pemilik PT Grahasari Suryajaya
1991-Sekarang: Komisaris PT Citragraha Nugratama
1991-1994: Komisaris Utama PT Citra Bumi Sumatera
1991-1994: Direktur Utama PT Karya Mapulus
1992-1993: Direktur Utama PT Atjjeh Post
1992-1995: Komisaris Utama PT Detik Bangun Media Prestasi
1992-Sekarang: Pemimpin Umum Harian Umum Media Indonesia
1994-Sekarang: Direksi PT Citra Nusa Persada
1994-Sekarang: Pemilik Sheraton Media Hotel & Towers
1994-1998: Komisaris Utama PT TVM Indonesia
1995-Sekarang: Komisaris Utama PT Inti Marmer Indah Raya
1995-Sekarang: Komisaris PT Satria Chandra Plastikindo
1995-Sekarang: Pemilik Papandayan Hotel
1999-Sekarang: Pemilik Bali Intercontinental Hotel
1999-Sekarang: Direktur Utama PT Media Televisi Indonesia (Metro TV)

ORGANISASI
1964: Ketua Umum GPP (Gerakan Pemuda Pancasila) Dolok Batunanggar, Simalungun, Sumatera Utara
1966-1968: Ketua Presidium KAPPI Dolok Batunanggar, Simalungun
1968-1970: Ketua Presidium KAPPI, Medan, Sumatera Utara
1968: Pendiri Persatuan Putra Putri ABRI, Medan, Sumatera Utara (PP ABRI)
1968-1974: Ketua Umum Persatuan Putra Putri ABRI Medan, Sumatera Utara (PPABRI)
1969-1972: Ketua Ko PPMG (Koordinator Pemuda Pelajar Mahasiswa Golkar) Golkar, Medan, Sumatera Utara
1974-1977: Ketua Umum BPD Hipmi Sumatera Utara, Medan
1977-1979: Ketua BP Hipmi Pusat, Jakarta
1978: Pendiri FKPPI
1979-1981: Ketua Umum PP-FKPPI
1981-1983: Ketua Umum PP-FKPPI
1982-1984: Anggota Dewan Perimbangan DPP Pepabri
1984-1989: Ketua DPP AMPI
1984-1987: Ketua Dewan Pertimbangan PP-FKPPI
1984-1987: Ketua Dewan Kehormatan BPP Hipmi
1989-Sekarang: Anggota Dewan Pembina DPP AMPI
1998-Sekarang: Pengurus PB Gabsi
1999-Sekarang: Anggota Dewan Pers
1999-Sekarang: Ketua SPS Pusat

LEGISLATIF
1971: Calon Anggota DPRD Tk II Medan dari Golkar
1977-1982: Anggota MPR-RI
1982-1987: Anggota MPR RI
1987: Calon Anggota MPR/DPR-RI dari Golkar
2004-2009: Ketua Dewan Penasehat Golkar

GOSIPNYA
Surya Dharma Paloh adalah anak keempat dari seorang perwira polisi. Surya artinya lahir di pagi hari saat matahari menyingsing. Dharma menunjukkan besarnya perhatian ibu pada kegiatan sosial. Paloh adalah nama ayahnya yang diberikan untuk memperkuat jalinan emosional.

Pada usia enam bulan, Surya diboyong meninggalkan Kutaraja. Ayahnya mendapat tugas baru di Langsa, Aceh Timur. Pada tahun 1953 Daud Paloh hijrah lagi ke kota Binjai, kini ibukota kabupaten Langkat, ditempatkan sebagai komandan reserse di kepolisian wilayah. Tahun 1954 Daud diangkat menjadi Komandan Wilayah Kepolisian Wilayah Kotacane, Aceh Tenggara.

Tahun 1955, Daud dipindahkan ke Labuhan Ruku, Asahan, Sumatera Utara, sebagai Komandan Distrik Kepolisian. Tahun 1960 Daud pindah ke Serbelawan, Kecamatan Dolok Batunanggar, Simalungun dengan posisi sama.

Masa kecil dan remaja Surya lebih banyak dihabiskan di Labuhan Ruku, Serbelawan, dan Medan. Itulah sebabnya Surya lebih akrab dengan kultur Medan daripada budaya Aceh. Meski sejak kecil selalu dimanja, ketika mereka tinggal di Labuhan Ruku dan ia masih berusia 5 tahun, ia pernah mendapat hukuman keras dari ayahnya yang memasukkannya ke gudang di belakang kediaman mereka dan pintunya dikunci dari luar selama satu jam.

Kesalahannya sederhana. Tanpa sepengetahuan ayah, ibu dan saudaranya dia asyik bermain seharian penuh bersama Adi, temannya yang usianya dua tahun lebih tua, di dermaga perahu-perahu nelayan di pelabuhan kecil Tanjung Tiram. Pelabuhan ini adalah lokasi pemancingan yang telah berulang-ulang diperkenalkan Daud Paloh kepada Surya setiap hari libur. Itu adalah hukuman pertama dan terakhir baginya karena sejak itu ia menjadi seorang anak yang taat.

Tahun 1965, Surya Paloh berkenalan dengan Sofyan, seorang asisten perkebunan di Dolok Merangir, 5 kilometer dari rumahnya di Serbelawan. Sofyan lalu memperkenalkan Surya kepada A Gu, seorang pedagang teh grosir di Pematang Siantar. Sejak itu ia menyuplai berbagai kebutuhan pada para pekerja perkebunan yang ada di Dolok Merangir seperti ikan asin, teh, tembakau, minyak goreng dan karung goni. Di Medan, Surya Paloh mendirikan perusahaan karoseri sekaligus menjadi agen penjualan mobil.

Tahun 1964 ia mendirikan dan menjadi Ketua Umum GPP (Gerakan Pemuda Pelajar) Dolok Batunanggar, Simalungun, Sumatera Utara. Tahun 1965 ia mendirikan dan memimpin Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) sub rayon Serbelawan. Tahun 1966 bersama enam orang sahabatnya, ia mendirikan KAPPI di tingkat Kecamatan Dolok Batunanggar dan memimpinnya sebagai Ketua Umum. Tahun 1966-1968 KAPPI didirikan untuk melawan PKI.

Sejak itu pula dia mulai menggeluti dunia politik jalanan dan menjadi demonstran yang hampir setiap hari melakukan unjuk rasa atau rapat akbar. Lingkup pergaulannya terus berkembang dari daerah yang satu ke daerah lainnya mengikuti perpindahan tugas ayahnya sebagai seorang polisi.

Tahun 1967 Daud Paloh dipromosikan lagi ke Tarutung sebagai komandan sektor kepolisian. Terakhir, Daud Paloh hijrah ke Medan untuk menjalani masa pensiun. Saat ayahnya pindah ke Tarutung pada tahun 1967, ia memilih hijrah ke Medan dan melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 7 Medan. Di sana ia juga bekerja sebagai Manajer Travel Biro Seulawah Air Service.

Ketika berlangsung transisi kepemimpinan nasional dari rezim Orde Lama ke Orde Baru, ia bergabung dengan Gerakan Pelajar Pancasila (GPP) Sumatera Utara yang dipimpin oleh Tomiyus Djamal. Karena memang sejak di Serbelawan sudah terlatih sebagai Ketua Umum GPP Dolok Batunanggar, dia tampak lebih menonjol dibanding ketuanya yang kalah pamor. Ia lalu menjadi Ketua Presidium KAPPI Medan tahun 1968-1970.

Tahun 1968, ia mendirikan organisasi Persatuan Putra-Putri ABRI (PP-ABRI) di Medan yang menghimpun dan mengarahkan semua anak jalanan dalam satu wadah tunggal. Tahun 1968-1974 ia menjadi Ketua Umum PP-ABRI Medan.

Tahun 1969, ia terpilih menjadi Ketua Koordinator Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Golkar (Ko-PPM Golkar). Tahun 1969-1972 ia menjadi Ketua Umum Ko-PPM Golkar Medan. Golkar adalah organisasi dan alat politik baru yang sengaja dilahirkan Tri Karya bersama ABRI untuk menandingi PKI.

Tahun 1970 ia kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH-USU). Tahun 1972-1975 ia dipercaya mengelola Wisma Pariwisata, di Jalan Patimura, Padang Bulan, Medan oleh Baharuddin Datuk Bagindo yang juga memiliki pabrik korek api PT BDB di Pematang Siantar. Pada Pemilu 1971, Pemilu pertama di era Orde Baru, ia menjadi calon anggota legislatif termuda untuk DPRD II Kota Medan.

Sejak tahun 1973 bersama kakak iparnya Jusuf Gading, ia dipercaya menjabat Direktur Utama PT Ika Diesel Bros untuk menjalankan usaha distributor mobil Ford dan Volkswagen di Medan. Tahun 1974-1977 ia terpilih sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sumatera Utara. Tahun 1975 ia ditunjuk menjadi pimpinan direksi Hotel Ika Darroy di Banda Aceh dan merangkap sebagai direktur Link Up Coy, Singapura, yang bergerak di bidang perdagangan umum. Karena begitu sibuk, kuliahnya di FH-USU tertinggal sehingga ia pindah ke Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Islam Sumatera Utara (FISIP UISU) dan berhasil menjadi sarjana tahun 1975.

Tahun 1975 ia mendirikan PT Ika Mataram Coy yang membuatnya mampu membeli perusahaan katering PT Indocater pada tahun 1979 yang GOSIPNYA adalah yang terbesar di Indonesia ketika itu dengan karyawan sekitar 4.000 orang. Tahun 1976 ia merantau ke Jakarta untuk membangun wacana bisnis, politik dan organisasi baru. Saat itu ia masih bolak-balik Medan-Jakarta untuk mengurusi bisnis yang tersisa berikut kedudukannya sebagai Ketua Umum Hipmi Sumatera Utara yang belum berakhir. GOSIPNYA dalam tiga bulan pertamanya di Jakarta, ia menetap di Hotel Sari Pan Pasific yang hingga kini masih rutin ia singgahi untuk merawat janggutnya di salon langganannya.

Tahun 1978 bersama Yoseano Waas dan kawan-kawan dia mendirikan Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) di Jakarta. Ia lalu terpilih menjadi Ketua Umum FKPPI pertama. Tahun 1982 ia adalah satu-satunya warga sipil yang terpilih menjadi anggota Dewan Pertimbangan DPP Pepabri.

Rosita Barack

Ia bertemu dengan calon istrinya pada tahun 1981 ketika dikenalkan pada seorang janda cantik beranak satu yang ia lihat pada foto di rumah temannya di Medan. Setelah dikenalkan, ia lalu melamar janda beranak satu bernama Rosita itu dan menikahinya tahun 1984. Rosita adalah anak pasangan pengusaha terkenal asal Kalimantan Barat, Omar Barack dan wanita asal Jepang, Aisyah.

Ia adalah seorang idealis dan tidak suka menjilat sehingga dalam Rakernas FKPPI di Malang Februari 1983 ia membuat kejutan kontroversial yaitu meyakinkan peserta Rakernas untuk menolak usulan agar Presiden Soeharto ditetapkan sebagai Bapak Pembangunan Nasional dalam Sidang Umum MPR 1983.

Pada 2 Mei 1986 ia mendirikan Surat Kabar Harian Prioritas di Jalan Gondangdia, Jakarta Pusat. Koran yang dicetak berwarna itu laku keras dan berhasil mencapai sirkulasi lebih dari 100 ribu eksemplar (GOSIPNYA tidak sampai setahun ia sudah mencapai Break Even Point). Pada 29 Juni 1987 Prioritas dicabut SIUPP-nya oleh pemerintah karena dianggap kurang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Indonesia.

Ia lalu mengajukan SIUPP baru tapi setelah dua tahun tak juga keluar ia lalu bekerjasama dengan Achmad Taufik menghidupkan kembali Majalah Vista. Pada tahun 1989, ia bekerja sama dengan Drs. T. Yously Syah mengelola koran Media Indonesia. Atas persetujuan Yously sebagai pemilik, ia membuat Media Indonesia seperti koran Prioritas. Kemajuan koran ini membuatnya makin bersemangat untuk melakukan ekspansi ke berbagai media di daerah. Disamping Media Indonesia dan Vista yang terbit di Jakarta, ia bekerjasama menerbitkan 10 koran daerah, sebuah koran mingguan Peristiwa di Banda Aceh dan sebuah tabloid berita Detik lewat PT Surya Persindo.

Ke 10 media tersebut adalah
-Harian Atjeh Post di Banda Aceh
-Harian Mimbar Umum di Medan
-Harian Sumatra Ekspres di Palembang
-Harian Lampung Pos di Bandar Lampung
-Harian Gala di Bandung
-Harian Yoga Pos di Yogyakarta
-Harian Nusa Tenggara di Denpasar
-Harian Bali News di Denpasar
-Harian Dinamika Berita di Banjarmasin
-Harian Cahaya Siang di Menado

Kebebasan pers yang ia perjuangkan sejak era Orde Lama akhirnya diperoleh tahun 1998 ketika Menteri Penerangan Yunus Yosfiah mencabut Permenpen Nomor 1/Per/Menpen/1984 tentang SIUPP.

Pada 18 November 2000 Presiden Abdurrahman Wahid meresmikan pendirian Metro TV sebagai stasiun televisi berita pertama di Indonesia. Seminggu kemudian Metro TV mulai mengudara pertama kali, menyajikan siaran berita selama 18 jam setiap hari. Pada 1 April 2001 Metro TV siaran non stop selama 24 jam setiap hari.

Tahun 2001 ia menggagas Konvensi Calon Presiden Golkar dan ikut mencalonkan diri. Banyak yang tidak tahu bahwa Nomor Pokok Anggota Golkar (NPAG) miliknya di Golkar lebih tua usianya dibanding milik Akbar Tandjung, Ketua Umum DPP Golkar saat itu. Pada September 2011 setelah Aburizal Bakrie terpilih menjadi Ketua Umum Golkar ia pun mengundurkan diri dari Golkar. Kini GOSIPNYA ia diusung menjadi capres tahun 2014 oleh partai Nasional Demokrat yang didirikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.