Gereja Bethel Indonesia



Ho Lukas Senduk (Ho Liong Seng / Oom Ho)
lahir di Ternate Ternate, 4 Agustus 1917
meninggal di Jakarta, 26 Februari 2008

GOSIP GPdI
Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple Inc., Seattle, Washington, Amerika Serikat, mengutus dua orang misionarisnya ke Indonesia, yaitu Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek, orang Amerika keturunan Belanda. Pada mulanya mereka memberitakan Injil di Bali, tetapi kemudian pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di sini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel yang bekerja pada Perusahaan Minyak Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Van Gessel pada tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian Vrije Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh Pdt. Charles Hoekendijk (ayah dari Karel Hoekendjik). Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan mengadakan kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel. Sementara itu, Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur.

Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan suaminya beberapa bulan setelahnya. Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek mengundang Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan baptisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, 15 jiwa baru dibaptiskan.

Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi jemaat yang menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami kesembuhan secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah jemaat itu. Inilah permulaan dari gerakan Pentakosta di Indonesia. Berempat, Van Klaveren, Groesbeek, Van Gessel, dan Pdt. J. Thiessen, merupakan pionir dari "Gerakan Pentakosta" di Indonesia. Kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya, dan Van Gessel telah menjadi Evangelis yang meneruskan memimpin Jemaat Cepu.

April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta). Sementara Van Gessel meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya. Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat dengan membuka cabang-cabang di mana-mana, sehingga mendapat pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang Gereja Pentakosta di Indonesia atau GPdI).

Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung Gereja dengan kapasitas 1.000 tempat duduk (GOSIPNYA merupakan gereja terbesar di Surabaya saat itu). Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya “Studi Tabernakel”.

Gereja Bethel Pentecostal Temple, Seattle, kemudian mengutus beberapa misionaris lagi. Satu di antaranya yaitu, W.W. Patterson yang membuka Sekolah Akitab di Surabaya bernama NIBI (Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, para misionaris itu membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat.

Setelah perang usai pimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja Pentakosta di Indonesia untuk menggantikan Van Gessel. Jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah belah terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar pada saat itu. Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam gereja-gereja Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin.

Kondisi rohani Gereja Pentakosta di saat itu menyebabkan ketidakpuasan di sebagian kalangan pendeta-pendeta Gereja tersebut. Ketidakpuasan ini juga ditambah lagi dengan kekuasaan otoriter dari Pengurus Pusat Gereja. Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta, salah satunya adalah Pdt. H.L. Senduk atau lebih dikenal sebagai Oom Ho (GOSIPNYA dari sinilah awal mula istilah PANTEKosta berasal. Pantek berarti vagina dalam bahasa slang Indonesia).

GOSIP GBIS
Pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya, orang-orang yang memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta kemudian membentuk suatu organisasi gereja baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS). Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). Senduk berperan sebagai Pendeta dari jemaatnya di Jakarta, sedangkan Van Gessel memimpin jemaatnya di Jakarta dan Surabaya.

Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu di bawah Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya, Pdt. C. Totays. Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu organisasi baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Bethel Pentakosta). Van Gessel kemudian meninggal dunia pada tahun 1957 dan kepemimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt. C. Totays.

Tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia, maka semua warga negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan Pendeta-pendeta Indonesia.

GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat. Pada 1968-1969, kepemimpinan Senduk di GBIS diambil alih oleh pihak-pihak lain yang disokong suatu keputusan Menteri Agama. Senduk dan pendukungnya memisahkan diri dari organisasi GBIS. Pada 6 Oktober 1970, di Sukabumi, Jawa Barat, Pdt. H.L. Senduk dan rekan-rekannya membentuk Gereja Bethel Indonesia (GBI). Gereja ini diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.

GOSIP GBI & GBI Jemaat Petamburan
Berdirinya Gereja Bethel Indonesia Jemaat Petamburan dimulai dari persekutuan rumah tangga di rumah keluarga Thio Song Goan sekitar tahun 1942 dengan Gembala Sidang pertama Pdt A. Aroen. Pada waktu itu jemaat ini masih berada dalam organisasi GPdI (GOSIPNYA dalam persekutuan rumah tangga ini ada seorang jemaat yang dipakai Tuhan untuk bernubuat bahwa gereja ini akan menjadi besar sehingga memiliki jemaat yang besar dan banyak hamba Tuhan diutus dari tempat ini).

GBI Jemaat Petamburan mengalami proses beberapa kali Gembala Sidang. Sekitar tahun 1950-an Pdt A. Aroen digantikan oleh Pdt Liem Toan Tjhay dengan dibantu oleh Pdt Kwe Hok To. Ketika mereka berdua mengundurkan diri maka Tua-Tua Sidang meminta Pdt H.L. Senduk untuk menjadi Gembala Sidang yang dibantu oleh Pdt Go Tjeng Hoa. Pdt Go Tjeng Hoa mendirikan GBIS di Rawa Kemiri, Kebayoran Lama, Jakarta. Pdt Kwe Hok To kemudian mendirikan GPdI di Kebon Kacang, Jakarta.

GBI Jemaat Petamburan berkembang dari rumah kecil sampai pada tahun 1965 keluarga Thio Song Goan menyerahkan tanahnya untuk dibangunkan sebuah gereja yang berukuran 9 x 36,5 meter.

Pdt H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh istrinya Pdt Helen Theska Senduk, Pdt Thio Tjong Koan, dan Pdt Harun Sutanto. Pada tahun 1972, Pdt H.L. Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt S.J. Mesach dan Pdt Olly Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan. Saat itu, Pdt S.J. Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Jemaat Sukabumi, yang telah dilayaninya sejak tahun 1963.

Pada tahun 1980, tercatat anggota baptisan berjumlah 503 orang ditambah dengan jemaat yang tidak tercatat. Jumlah ini sudah melebihi kapasitas gedung gereja yang berukuran 9 x 36,5 meter tersebut (kapasitas maksimum 500 tempat duduk). Hal ini menggugah hati majelis untuk membentuk panitia pembangunan gereja, namun kesulitan mendapatkan ijin mendirikan (IMB). Pertumbuhan yang cepat dan kesulitan perijinan berdampak lahirnya kebaktian kedua pada setiap Minggu sejak awal tahun 1982 dan kemudian kebaktian ketiga sejak awal 1987. Jumlah jemaat terus meningkat hingga tercatat 2000 orang (umum dan kategorial). Setelah mendapat IMB, akhirnya Pdt Dhannyal Tantular yang mendapatkan tugas pembangunan, dapat meresmikan gedung gereja baru pada tanggal 1 April 1991.

Pdt H.L. Senduk meninggal pada tanggal 26 Februari 2008. Ia meninggalkan visi 10.000 gereja GBI bagi generasi berikutnya. Seperti GBI yang merupakan sinode yang lahir dari tubuh Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) dan Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI), maka dari tubuh Sinode GBI juga lahir beberapa sinode-sinode baru, di antaranya: Gereja Bethany Indonesia, Gereja Mawar Sharon, Gereja Tiberias Indonesia, dan Gereja Berita Injil.

GOSIPNYA
Pdt HL Senduk adalah anak pertama dari lima bersaudara, tiga pria dan dua wanita yaitu: Ho Goat Go, Ho Goat Song (meninggal tahun 1947), Ho Liong Hoat, dan Ho Liong Goan (meninggal tahun 1989). la mengikuti pendidikan sekolah dasar di HIS (Hollands Inlandsche School) dan sekolah lanjutan tingkat pertama di MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Manado.

Ayah Pdt HL Senduk, Ho Koei Sioe (meninggal tahun 1965), adalah seorang pedagang berwarga negara Singapura, yang memulai usahanya di Ternate, dan kemudian pindah ke Manado, pada awal abad ke-20. Ayahnya menganut kepercayaan Kong Hu Cu. la menjadi Kristen saat menjelang ajalnya. Ayahnya pernah menjadi "kapitan", yaitu pemimpin para pedagang keturunan Cina di Manado. Ibunya, Tjan Oen Nio (Oemi, meninggal tahun 1972), seorang keturunan Tionghoa yang memiliki hubungan dengan kerajaan Ternate, juga seorang pemeluk Kong Hu Cu. Pada masa tuanya ia menjadi pengikut Yesus. Keadaan ekonomi mereka cukup baik; termasuk keluarga pertama yang memiliki mobil di Manado.

Pada umur 16 tahun, Ho merantau ke Ambon. Di sana ia bekerja di perusahaan minyak BPM (Batavsche Petroleum Maatschappij). Di sini, ia menjadi pengikut Yesus. Ia menerima baptisan Yesus pada tanggal 19 April 1935. Baptisan Roh Kudus dialaminya seminggu kemudian, 26 April 1935. Ia menjadi anggota Gereja Pentakosta (De Pinkster Gemeente in Nederlandsche Indie).

Pada tahun 1936, ia memutuskan untuk belajar di Surabaya, di sekolah Alkitab Netherlands Indies Bible Institute (NIBI). Di sana ia tinggal di rumah gurunya, Pdt Frans Gerald van Gessel. Setamat dari pendidikan, tahun 1939, ia memutuskan untuk merintis jemaat di Banda Neira, Maluku. Waktu itu, tahun 1937, Gereja Pentakosta berubah nama menjadi "De Pinkster Kerk in Nederlandsch Indie". Setahun kemudian, tahun 1940, ia kembali ke Surabaya. Sambil melayani, ia kembali bekerja di perusahaan ekspor-impor Borsumij. Tanggal 26 September 1940, ia menikah dengan Helen Theska (The Koan Nio, meninggal tahun 1992). Pada tahun itu juga perusahaannya memindahkan ia ke Jakarta.

Di Jakarta, ia bekerja di Borsumij sampai tahun 1942, dan berhenti bersamaan dengan masuknya penjajah Jepang. melanjutkan mata pencahariannya dengan menjadi pedagang kecil, yaitu menjual kacang, limun, dan telur. Sementara itu, ia terlibat dalam pelayanan di jemaat, dalam bidang anak dan pemuda. Pada masa pendudukan Jepang, Gereja Pentakosta berubah nama menjadi Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI). Ia menjadi sekretaris pimpinan pusat (Badan Pengurus Umum) GPdI ketika itu. Pada tahun 1945-1946, ia ditugaskan menggembalakan jemaat Pentakosta di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kembali ke Jakarta ia tetap dalam layanan jemaat. Dan di tahun 1950, ia ditugaskan menggembalakan jemaat GPdI di Petamburan, Jakarta. Ia dan istri dikaruniakan tiga anak: Hanna Hosiany Senduk (1944), Steve Hosea Senduk (1947), dan Inge Hosiany Senduk (1954). Mereka juga mengangkat Hadi Satyagraha dan Yosia Satyagraha sebagai anak mereka.

Karena merasa tidak cocok dengan rekan kerja lainnya, pada 9-10 Agustus 1952, di Surabaya, Ho dan beberapa rekannya, mendirikan Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS). Ia menjadi ketuanya (Ketua Badan Penghubung) sejak tahun 1955.

Pada masa kepemimpinannya GBIS menjadi anggota DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, sekarang PGI). Bersamaan dengan itu pada tahun 1952 ia membentuk yayasan Bethel yang bertugas sebagai pendukung kegiatan gereja dalam pelayanan penginjilan, pendidikan teologi, pendidikan umum, kesehatan, dan sosial lainnya.

Kursus Sekolah Penginjil Bethel (SPB) diselenggarakan sejak tanggal 7 April 1956. Sekolah Pendidikan Guru Agama (Kristen) Protestan dimulai pada tahun 1968, yang sempat berubah nama menjadi Sekolah Menengah Agama Kristen (SMAK) dan kini bernama Sekolah Menengah Theologia Bethel (SMTB). Pada tahun 1968 juga dimulai Akademi Theologia Bethel (ATB). SP, PGA, dan ATB dikenal sebagai Seminari Bethel (SB).

Ia juga aktif di LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) sebagai anggota Badan Pengurus selama tahun 1966-1980. Ia merintis dan pembangun kerja sama dengan salah satu Gereja Pentakosta terbesar di Amerika mulai tahun 1967, yaitu COG (Church of God) yang berpusat di Cleveland, Tennessee, Amerika Serikat. Pendidikan sekolah lanjutan atas diteruskannya melalui pendidikan jarak jauh, dan berhasil tamat dari HBS/LOI (Hogere Buger School/Leid se Onderwijs Instelling) negeri Belanda. Ia mengikuti kursus tertulis jurnalistik dan publisistik dari Leiden dan Rotterdam negeri Belanda untuk mendukung program penerbitan majalah Penyuluh. Setelah itu ia meneruskan pendidikan perguruan tingginya melalui studi jarak jauh di sekolah teologi Americas Bible College dan American Divinity School, Chicago, Amerika, dan dianugerahi gelar D.D. (Doctor of Divinity) pada tahun 1968. Di tahun 1960-an ia mengubah nama menjadi Ho Lukas Senduk.

Jemaat "Eben Haezer" di Jl. Wahid Hasyim 67 Jakarta didirikan pada tahun 1958, dulu disebut Jemaat "Asem Lama". Beberapa Jemaat yang didirikannya lagi yaitu antara lain: Karang Anyar, Rangkasbitung, dan Sukabumi.

Pada 6 Oktober 1970, di Wisma Oikumene, Sukabumi, Jawa Barat, ia bersama beberapa temannya mendirikan GBI (Gereja Bethel Indonesia) karena tidak dapat bekerja sama dengan rekan-rekan lainnya. Ia menjadi ketua pada Sidang Sinode II, di Jakarta, tahun 1972. Tugas ini, ia kerjakan sampai tahun 1994, Sidang Sinode X GBI, di Jakarta. Selanjutnya ia melayani sebagai Ketua Badan Pembina Rohani GBI.

STE (Sekolah Theologia Extension) didirikannya pada tahun 1972; buku-buku pelajaran ditulisnya sendiri. Ia sempat merintis jemaat baru di Vlaardingen, Belanda selama tahun 1975-1977; sekarang dilayani oleh Dr. S.K. The, Rev. Adrian Koppens dan Ir Steve H Senduk. Tahun 1981, ATB mulai menyelenggarakan program Strata Satu dan merubah nama menjadi Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI) pada tahun 1983. Program Strata Dua dimulai pada tahun 1991. SB pada tahun 1983 berubah nama menjadi Lembaga Pendidikan Theologia Bethel Jakarta (LPTBJ). Ia turut membangun perumahan sederhana di Tangerang pada tahun 1988 melalui YPK (Yayasan Pemukiman Kemanusiaan) yang bekerja sama dengan HFHI (Habitat for Humanity International) di Americus, Georgia, Amerika. la dipilih menjadi anggota Badan Pengurus COG selama 1989-1992; untuk itu ia harus berada di Cleveland selama sebulan setiap tahun. Pada tahun 1990, ia mendapat gelar Profesor Emeritus dari Sekolah Teologi COG. Tahun 1998, ia membuka pelayanan pendidikan teologi jarak jauh melalui Sekolah Tinggi Teologi Terbuka Nusantara.

Pada masa kepemimpinannya, GBI menjadi anggota Dewan Pentakosta Indonesia (DPI), mendirikan Persekutuan Injili Indonesia (PII), dan masuk anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). GOSIPNYA hingga tahun 2011 GBI memiliki sekitar 5.000 gereja dengan jumlah jemaat sekitar 2,3 juta orang. GBI dan GBI Bethany yang lebih dikenal sebagai Gereja Karismatik GOSIPNYA sama-sama mengusung Teologi Kemakmuran dan sering dikaitkan dengan praktek komersialiasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.