Fourspeed Metalwerks

Hilton Kurniawan
lahir 4 September 1977
anak: Aurelia Griselda, Quenela Eleanor

GOSIPNYA
Hilton Kurniawan penggemar berat Harley Davidson. Ia sudah mengoleksi aksesorisnya seperti gesper, gelang, kalung, cincin sejak SMA. Karena pendapatannya belum menentu, ia sering mendapatkan barang-barang itu dari pasar Cihapit dan toko BaBe (Barang Bekas) di Bandung. Setelah lulus SMA, ia tidak mau kuliah. GOSIPNYA sih ia tidak punya uang.

Ia pernah mencoba bisnis piperglass dan rental DVD tapi tidak berhasil. Ia lalu menjadi TKI di Tokyo pada tahun 2000 sebagai pembuat saluran AC. Di Tokyo, ia sering berkunjung ke flea market, sebuah pasar jalanan yang menjual aneka ragam barang-barang murah.

Tiga tahun bekerja di Jepang, ia mengumpulkan uang 100 juta Rupiah. Ia lalu membeli tanah di Margahayu karena ayahnya menyarankan investasi properti yang jumlahnya akan naik berkali-kali lipat. Karena uangnya habis, ia menghabiskan waktunya di warnet untuk mencari tahu peluang bisnis. Hal ini berlangsung hingga ia menikah. Ia selalu meminta 20 ribu Rupiah tiap hari pada istrinya yang bekerja di bank untuk ongkos warnet, bensin, dan makan.

Ketika istrinya hamil 5 bulan, tanah yang ia beli laku terjual 240 juta Rupiah. Ia sempat malas dan hanya ingin usaha yang menghasilkan pendapatan tetap tiap bulan tanpa bekerja.

Hedi Rusdian Gunawan
ayah: Djuardan Tria Gunawan
ibu: Dine Aryani

Tahun 2005 bersama sepupunya yang saat itu masih kelas 3 SMP, Hedi, ia sempat berjualan baju, tapi karena merasa bukan bidangnya dan terlalu banyak saingan, usaha itu berhenti setelah dua bulan. Ia lalu terpikir untuk menjual aksesoris. Bersama teman-teman sekolahnya dulu, mereka segera memproduksi barang. Karena perbedaan pandangan, sebulan kemudian mereka bubar.

Mulanya ia memproduksi aksesoris dengan cara maklun dan printing logam. Karena hasilnya tidak memuaskan, ia mencari literatur di internet, dan survei lapangan dengan mengunjungi pabrik logam. GOSIPNYA ia datang ke pabrik logam pura-pura mendapat pesanan dalam jumlah besar, padahal tujuannya untuk mengetahui cara membuat aksesoris.

Ia mendapat info bahwa logamnya harus jenis clay yang dicampur dengan pewter, timah tanpa timbal. Ia lalu menyewa rumah di Jalan Neptunus, sebagai rumah produksi. Ia lalu mempekerjakan 3 temannya yaitu Yudi, Mul, Nunuk, sebagai karyawan ditambah adik kandungnya, Fajar, dan juga Hedi. Untuk semua itu, ia mengeluarkan uang 200 juta yang sudah termasuk biaya operasional riset dan peralatan seperti alat ukir, cetakan logam, penjepit logam, alat poles, dan bor listrik. Ia lalu menamai perusahaan dengan Fourspeed, yang berarti empat gigi kecepatan motor.

Ia menawarkan barang secara door to door, dan dititipkan ke berbagai distro. Produknya tidak laku karena harganya dianggap terlalu mahal. Saat itu ia menjual kalung 30-60 ribu dan kepala gesper 60-150 ribu.

Tahun 2007 ia diundang pameran Jambore Harley Davidson di Yogyakarta. Dengan mobil pinjaman dan 4 karyawan, Hilton dan Hedi pun berangkat. Dalam pameran yang berlangsung 3 hari itu, produknya tidak terjual satu pun, sehingga ia terpaksa menjual semua barangnya setengah harga agar bisa pulang. GOSIPNYA uangnya habis untuk membuat produk agar bisa dipamerkan di Yogya, hanya cukup untuk bensin pulang dan satu kali makan.

Setelah pulang dari Yogya, ia mendapat pesanan dari distro bernama Gasing berupa 50 buah kalung dan 50 buah kepala gesper. Sedangkan Hedi yang tidak lulus seleksi penerimaan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) mulai membantu Fourspeed secara total. Tahun 2009 Hedi mulai menawarkan produknya pada band rock lokal seperti Naif, PAS, Netral, Superman is Dead, Slank, RIF, hingga Ahmad Albar. Tapi tetap tidak laku

Hedi lalu mengirimkan contoh produk pada 100 manajemen band luar negeri. Harga pun dinaikkan dari 30-150 ribu menjadi 1-3 juta karena harga yang murah cenderung diragukan kualitasnya. Pangsa pasar pun diperluas dari motor ke musik, olahraga ekstrim, hingga komunitas tato. Ada 3 yang merespon yaitu Rita Haney, istri gitaris Pantera & Damage Plan; band trash metal Exodus dan satu band hardcore dari New York.

Rita memesan 100 buah gesper dan kalung bergambar mendiang suaminya, Dimebag Darrel, untuk mengenang hari kelahirannya dan akan diberikan pada para sahabat almarhum seperti Slash (eks gitaris Guns N' Roses), Duff McKagan (Guns N' Roses), Zakk Wylde (Black Label Society), Kerry King (Slayer), Scott Ian (Anthrax), Dave Grohl (Foo Fighters), Ben Harper, Kat Von D, David Draiman (Disturbed), Lemmy (Motorhead), Chuck Billy (Testament), Rex Brown (Pantera), Jerry Cantrell (Alice In Chains), dan lainnya. Beberapa musisi bertanya pada Rita darimana ia memesan barang itu, salah satunya adalah Danny Boy dari House of Pain yang akhirnya memesan aksesoris Fourspeed.

Hilton lalu menyerahkan Fourspeed sepenuhnya pada Hedi pada tahun 2011. Hedi lalu mengajak kakaknya, Abe Aditya. Hedi mulai memasarkan lewat internet. Hedi lalu memperluas usaha dengan mengeluarkan berbagai macam produk dan membagi perusahaan menjadi 5 divisi: Fourspeed Metalwerks, Fourspeed Nomad, Fourspeed Fabrica, Fourspeed Artifex, Fourspeed Hellcustom. Aksesoris yang tadinya hanya berlabel Fourspeed berubah menjadi Fourspeed Metalwerks. Ia juga berencana membuka Fourspeed Academy yang merupakan wadah bagi para mahasiswa yang mau belajar berwirausaha.

Pada November 2012 Sepultura menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan Fourspeed Metalwerks untuk memproduksi aksesoris dalam jumlah terbatas berupa gesper dan cincin tengkorak. Hingga kini produk Fourspeed Metalwerks sudah dipakai oleh Blasko Caliban, Danny Diablo, Death Angel, Dimebag Darrell, Exodus, Hatebreed, Hellyeah, House Of Pain, Madball, Napalm Death, Sepultura, Suffocation, Metallica, Ozzy Osbourne, Pantera, Slayer, Madball, Motorhead, Steve Caballero, Natas Kaupas, Aki Akiyama, Coco Zurita, Esteval Oriol.

Pada akhir tahun 2013 Hedi terpilih menjadi salah satu dari 100 seniman dunia yang diundang ke Jepang untuk menggelar pameran karya seni di Yokohama. GOSIPNYA kini Hedi memiliki 40 orang karyawan, menjual 200-500 aksesoris tiap bulan, 80% diekspor ke luar negeri, dengan omzet Rp. 500 juta per tahun. GOSIPNYA produknya kini dilabeli "Made with pride in Bandung, Indonesia".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.