Yacob Kusmanto (Tjee Kwet Kin)
lahir 13 Januari 1961 di Bandung
lahir 13 Januari 1961 di Bandung
ayah: Yoseph Kusmanto (Tjee Tjoen Hian)
ibu: Maria Kusmanto
ibu: Maria Kusmanto
istri: Pudji Binarti (Rosa)
anak: Sylviana Kusmanto, Naomi Christiana Kusmanto
USAHA
-PT Tegar Prima Nusantara membuat perlengkapan bayi bermerek Dialogue
-CV Duta Setia Garment membuat perlengkapan bayi bermerek Dialogue
-PT Dialogue Garmindo Utama mendistribusikan merek Dialogue
-CV Dialogue Putra Prima mendistribusikan produk Dialogue
-CV Cipta Kreasi Abadi mendistribusikan produk Dialogue
-CV Karya Abadi Mandiri mendistribusikan produk Dialogue
-CV Pelangi Kasih Nusantara mendistribusikan produk Dialogue
-UD Chintaka Bumi Pertiwi mendistribusikan produk Dialogue
-PT Tirai Pelangi Nusantara memproduksi perlengkapan bayi bermerek Snobby
-PT Rabat Abadi Jaya mendistribusikan produk Snobby
-PT Putera Raja Sejahtera mendistribusikan produk Snobby
-PT Bahtera Laju Nusantara memproduksi perlengkapan bayi bermerek Baby Joy dan Mom's Baby
-PT Harmoni Utama Tekstil menghasilkan tirai dan kelambu bermerek Harmoni
-PT Adiguna Eka Sentra membuat gorden tebal
-PT Kota Pelangi mendistribusikan perlengkapan rumah tangga
-PT Immanuel Knitting memproduksi taplak meja
GOSIPNYA
Yacob Kusmanto terlahir sebagai anak pasangan supir taksi 4848 dan penjual kue di Bandung. GOSIPNYA ia sudah diajari berbisnis sejak umur 5 tahun. Ketika itu ia mendapat uang jajan jika membantu memarutkan kelapa untuk usaha kue semprong, telur asin dan tauge yang dibuat ibunya. Karena uang jajannya sangat kecil, ia terbiasa berhemat dan menabung. Untuk sekolah, ia membawa bekal nasi hangat yang dikepal-kepal dengan garam.
Ketika bersekolah di SMA Santa Maria, Bandung, ia sering berkelahi dengan sesama siswa di sekolahnya. GOSIPNYA karena nilai di sekolahnya buruk, ia berusaha menonjolkan diri dengan berkelahi dengan kakak kelas yang lebih besar. Karena kenakalannya, ia pernah dipenjara. GOSIPNYA ia pernah dihukum dengan cara kakinya digencet kaki meja dan tulang keringnya dipukul dengan pistol. Karena dipenjara, ia terpaksa pergi dari rumahnya dan hidup di lingkungan minuman keras dan narkotika.
Suatu ketika Yacob insaf dan meminta pekerjaan kepada Yamin Haryanto, teman sekampung orang tuanya dari Cilacap yang berbisnis tekstil di Bandung. Pada tahun 1979, sebelum memutuskan keluar saat kelas 2 SMA di usia 18 tahun, ia membolos seminggu untuk mencoba suasana kerja. Setelah mantap, ia minta izin dari kantornya untuk pamit kepada pihak sekolah. CV Wiska milik Yamin memproduksi handuk dan tirai.
Ia selalu bekerja lembur. Ia masuk pukul 6 pagi dan pulang di atas pukul 5 sore. Ia selalu mematuhi perintah atasan dan tidak pernah membantah saat dikritik atasan. Setelah bekerja lebih dari enam bulan, ia memberanikan diri membeli handuk-handuk reject dari CV Wiska dan dikabulkan. Beragam handuk cacat produksi itu lalu dipermak lagi menjadi sapu tangan kecil dan lap cuci.
Ketika melihat ada tetangganya yang berbisnis printing, ia pun memberikan motif cetak di produknya dan menjualnya di pasar tradisional Cibangkong, Bandung, tidak jauh dari kontrakannya saat itu di Gang Warta, Gatot Subroto. Ia lalu mengangkat temannya sebagai tenaga penjualan untuk membantu pekerjaannya.
Ketika mendapat pesanan dari Purwokerto dan melihat dekat tempat tinggalnya ada usaha travel, insting bisnisnya bekerja. Ia menukar jasa antar barang ke Purwokerto dengan mencucikan mobil-mobil perusahaan travel tersebut. Setiap libur kerja di Sabtu dan Minggu, ia mengirim produk ke sana.
Yacob digaji Rp. 75 ribu per bulan (GOSIP lain bilang 40 ribu) di CV Wiska tapi penghasilan bisnis sampingannya malah mencapai Rp. 2 juta per bulan. Setelah pamit kepada atasannya, tahun 1984 ia membuka pabrik sendiri di Leuwigajah, Bandung. Ia mengontrak lahan seluas 1 hektare selama lima tahun. Berkat hubungan baiknya dengan mantan bosnya, ia diizinkan membeli mesin bekas milik mantan bosnya. Ia juga dipinjami suku cadang dan teknisi saat mesin-mesinnya mengalami masalah.
Bisnisnya terus berkembang karena ia selalu cermat mengalokasikan modal. Ia mengaku sebagai orang yang hemat, baik dalam gaya hidup maupun pengeluaran perusahaan. GOSIPNYA karena itulah saat krisis moneter 1997 terjadi, ia justru mendapat untung besar dari pembelian aset-aset mesin perusahaan tekstil lain. Ia juga memiliki perusahaan distribusi sendiri sehingga punya jaringan nasional yang kuat sampai ke pasar tradisional sehingga ia pun tidak perlu promosi besar-besaran. Strategi ini juga membuat perusahaan-perusahaannya tetap kokoh disaat perusahaan tekstil lainnya goyah melawan produk serupa asal Cina. Menurutnya, kebanyakan perusahaan jatuh karena terlalu mengandalkan pasar grosir.
Strategi lainnya yang menjadi salah satu kunci keberhasilan pengembangan bisnisnya adalah kemampuannya mencetak pemimpin. Ia berprinsip, jika seorang karyawan sudah 10 tahun mengikutinya, itulah saatnya dia harus menjadi pemimpin. Jika tidak, berarti pemimpinnya tidak mampu memercayai bawahannya dan bisnis takkan berkembang. Dengan pengalamannya, kini ia hanya butuh waktu 5 tahun saja untuk mencetak pemimpin.
Dengan kian cepatnya kemampuan mencetak pemimpin, laju ekspansi perusahaan juga kian kencang. “Dulu untuk menambah satu perusahaan bisa lima tahun, kini satu tahun bisa membuat 3-4 perusahaan,” katanya. Ia memang tak ragu mendidik anak buahnya yang berkarakter jujur, gigih dan tak hitung-hitungan dalam bekerja. Mirip dirinya semasa muda dulu. “Yang terpenting bagi saya dalam menunjuk pemimpin adalah karakternya. Soal pendidikan, skill, dan lainnya itu bisa dilatih.” Atas dasar itulah, ia kini memiliki seorang lulusan STM yang memimpin PT Tegar Prima Nusantara dan seorang lulusan SMEA Akuntansi yang memimpin CV Duta Baby.
Di perusahaannya, mulai dari level kepala bagian sampai General Manager (GM) harus tahu kondisi keuangan perusahaan baik modal, biaya pembelian, harga jual, dan lainnya. Ia tak takut rahasia bisnisnya dicuri pesaing atau karyawan yang berubah menjadi pesaing. Menurutnya, dari persaingan justru muncul kreativitas. Ia lebih suka menyikapi kompetisi dengan dorongan agar lebih kreatif daripada hanya memaki-maki. Hal itu dibuktikan saat salah satu pegawainya hengkang dari perusahaannya dan membuat perusahaan sejenis dan menarik beberapa karyawan kuncinya. Meski begitu, laju perusahaannya masih melaju mulus seolah mendukung prinsipnya.
Retnowati
Retnowati adalah seorang lulusan SMA yang menjadi Manajer PT Tirai Pelangi Nusantara. Sepuluh tahun lalu, Retno adalah pembantu rumah tangga di rumah Yacob yang juga dijadikan kantor. Karena tinggal di rumah Yacob, Retno berinisiatif mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu dan mengepel sebelum masuk kerja dan setelah jam kantor usai. Semua itu dilakukan tanpa perintah Yacob.
Yacob ternyata memperhatikan kegigihannya. Retno yang awalnya bekerja di bagian pengemasan diberi keterampilan menjahit, selanjutnya menjadi pemimpin grup jahit, lalu dididik pengetahuan administrasi, kemudian diberi kepercayaan memimpin sebuah grup jahit di Kembangan, Jakarta Barat.
Saat dipindahkan ke rumah Yacob di Kembangan yang juga merangkap kantor, Retno gagal memimpin grupnya. Ia lalu ditarik kembali ke Bandung menjadi staf biasa. Ketika ada posisi lowong di PT Tirai Pelangi Nusantara pada 2009, ia kembali dipercaya Yacob menjadi manajer bagian produksi. Pada Juni 2010 ia dipercaya memegang seluruh kendali operasional, produksi dan pergudangan perusahaan tersebut dengan karyawan sekitar 500 orang.
GOSIPNYA Yacob membantu puluhan orang menjadi pengusaha kasur lantai yang dikenal dengan kasur Palembang sejak 1998 di Jakarta, Bekasi, Bangka Belitung sampai Kamboja. Ia memilih kasur Palembang karena pola pembuatannya yang mudah dan harga jualnya lumayan.
Dalam mementor, ia memiliki tim yang terdiri dari beberapa profesional sekaligus mantan anak didiknya yang telah sukses. Demi menjaga kualitas, waktu mentoring-nya cukup lama, terkadang bisa sampai lima tahun. Ia menekankan sistem referal agar hanya orang yang bersungguh-sungguh yang bergabung. Di Indonesia, para mantan anak didiknya kini mampu memproduksi sekitar 10 ribu kasur Palembang per bulan dengan harga sekitar Rp 100 ribu/buah. Sementara di Kamboja mencapai 500 unit per bulan. GOSIPNYA ia tidak mengambil untung.
Salah satu yang sukses dibantu Yacob adalah Eli Listiawati dan suaminya, Bambang Widiatmoko. Pasangan suami-istri yang bisnisnya di Magelang hancur karena utang judi suaminya itu kini sukses menjadi pengusaha kapuk randu dan kasur Palembang di Cipayung, Jakarta Timur. Eli mengenal Yacob sejak di Magelang karena Yacob kerap membantu memberikan usaha bagi jemaat di gereja Eli.
Eli yang pindah ke Jakarta tahun 2004 karena ingin membantu perekonomian keluarganya lantas secara tak sengaja bertemu kembali dengan Yacob. Mengetahui kesulitan Eli, Yacob lantas menawari kiosnya yang dikontraknya di Cipayung itu. Setelah menyambangi lokasi itu, Eli lantas diminta Yacob membuka usaha. Eli melihat di sekitar sana banyak perajin kasur Palembang. Ia pun berinisiatif berjualan kapuk yang digunakan untuk isi kasur Palembang. Dengan bantuan modal mobil bak dari Yacob, Eli lalu bergerilya mencari pemasok kapuk berharga terbaik hingga akhirnya ia menemukannya di kawasan Pati, Semarang, Jawa Tengah. Yacob membantu Eli dalam permodalan bahan baku dengan membelikan kapuk senilai Rp 26 juta.
Dibawah bimbingan Yacob, Eli gigih memasarkan kapuknya. Disambanginya para perajin kasur Palembang yang terbiasa mengisi kasurnya dengan kain bekas, bukannya kapuk. Usahanya perlahan berhasil dan akhirnya para perajin itu yang membeli darinya. Tak ketinggalan penjual kapuk keliling didatangi hingga ke pusatnya di daerah Condet, Kampung Makassar, dan lainnya di wilayah Jakarta Timur.
Berkat kegigihannya, usaha Eli berkembang pesat. Dan meski gudangnya sempat dilanda kebakaran pada 2007, kini usahanya terus berkembang. Setiap hari ia menjual sekitar 1.400 kilogram kapuk (50 bal) dengan harga Rp 9.000/kg. Selain itu, ia kini juga memproduksi hingga 1.800 kasur Palembang per bulan dengan harga Rp 80 ribu/buah.
Sylviana Kusmanto
GOSIPNYA kini Yacob menjadi koordinator business mentoring di Kingdom Business Community (KBC) yang didirikan sejak 14 Januari 2005 oleh 10 pasang suami istri di Jakarta. Lewat KBC, ia bertekad mencetak 2.000 pemimpin. GOSIPNYA anaknya, Sylviana, adalah koordinator Dare To Succeed (DTS) Bandung, sebuah komunitas mirip KBC untuk para calon pemimpin muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.