Basuki bersama istri dan anak
Basuki bersama keluarga
Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM (鍾萬勰 Zhong Wan Xie)
lahir 29 Juni 1966 di Manggar, Belitung Timur
ayah: Indra Tjahaja Purnama (Zhong Kim Nam)
meninggal 1996
meninggal 1996
ibu: Buniarti Ningsih (Bun Nen Caw)
istri: Veronica Tan, S.T. lahir 6 September 1977 di Medan (cerai)
istri: Puput Nastiti Devi lahir 1997 di Nganjuk
anak: Nicholas Sean Purnama lahir 1998
Nathania lahir 2001
Daud Albeenner lahir 2006
anak dari Puput: Yosafat Abimanyu Purnama lahir 6 Januari 2020
adik: Dr. Basuri Tjahaja Purnama
Fify Lety SH LLM
Harry Basuki MBA
Basu Panca Fransetio Tjahaja (almarhum)
Basu Panca Fransetio Tjahaja (almarhum)
E-Mail : btp@ahok.org
No. HP : 0811 944 728
0819 2766 6999
0858 1129 1966
PENDIDIKAN
-1977: SDN No. 3 Gantung, Belitung Timur
-1981: SMP No. 1 Gantung, Belitung Timur
-1984: SMA III PSKD Jakarta
-1990: Sarjana Teknik Geologi di Universitas Trisakti Jakarta
-1994: Program Pasca Sarjana Manajemen Keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta
KARIR
-1992-2005: Direktur PT. Nurindra Ekapersada, Belitung Timur
-1994-1995: Asisten Presiden Direktur bidang analisa biaya dan keuangan PT. Simaxindo Primadaya, Jakarta
-2005-2006: Anggota DPRD Tingkat II Belitung Timur bidang Komisi Anggaran
-Agustus 2005-Desember 2006: Bupati Belitung Timur
-Juni 2007-September 2007: Sekjen Dewan Pimpinan Nasional PPIB
-2007-kini: Direktur Eksekutif Center for Democracy and Transparency (CDT.3.1)
-2009-2012: Anggota Komisi II DPR RI
-2012-2014: Wakil Gubernur DKI Jakarta
-2014-2017: Gubernur DKI Jakarta
PENGHARGAAN
-2006: Gold Pin, Fordeka (Forum Demokrasi)
-2006: Salah satu dari 10 Tokoh yang Mengubah Indonesia, Majalah Tempo
-2007: Tokoh Anti Korupsi dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan (KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Masyarakat Transparansi Indonesia)
-2013: Tokoh Kontroversial dari Anugerah Seputar Indonesia (ASI)
GOSIP AYAHNYA
Ayah Basuki, Kim Nam, adalah pengusaha sukses di Belitung. Lewat PT Timah yang bergerak di bidang kontraktor, ia mengerjakan pembangunan jalan, bangunan, dan pengadaan barang. GOSIPNYA ia memberikan upeti pada para pejabat sehingga ia mendapat banyak proyek, sedangkan kualitas bahan diturunkan. Salah satu proyek yang ia kerjakan adalah SDN 06 yang dibangun sekitar tahun 1991. Meski digosipkan begitu, bangunannya masih berdiri kokoh hingga kini.
Ia adalah tipe orang yang selalu membantu siapapun yang meminta pertolongan. GOSIPNYA jika ia tidak punya uang, ia akan meminjam lagi pada orang lain, salah satunya dengan cara menggadaikan ceknya dengan bunga besar atau dengan menyuruh supirnya meminjam uang pada orangtua Kim Nam. GOSIPNYA mereka takkan meminjamkan uang padanya karena kesal padanya karena ia sendiri sering kesulitan finansial. GOSIPNYA ia bahkan pernah memberi jatah susu anaknya pada orang lain.
Jika anak-anak pada umumnya menerima nasihat di malam hari sebelum tidur, di keluarganya sangat berbeda. ia selalu menasihati anak-anaknya ketika mereka makan, yang dilakukan tiap hari dengan posisi duduk yang sama. Menurutnya ketika makan akan lebih mudah diserap karena dalam kondisi segar, tidak dalam kondisi hendak tidur.
Ia selalu mengatakan tidak akan mewariskan uang karena akan lenyap seketika jika dirampok, lain halnya dengan pendidikan. Dukungan juga dilakukan oleh istrinya yang selalu menyisihkan uang untuk dibelikan emas 24 karat sebagai tabungan untuk biaya pendidikan anak-anaknya.
Ia tidak mengizinkan anak-anaknya mendengarkan pembicaraan mereka saat tamu datang ke rumah mereka dengan bersembunyi di balik ruang tamu apalagi jika pembahasannya mengenai kehamilan diluar nikah. Tapi ada pengecualian jika pembahasan diluar topik tadi, asal tidak boleh berkomentar.
Para tamu tidak hanya meminta bantuan dan meminjam uang, tiap hari banyak oknum pejabat yang memalak. GOSIPNYA kelak hal ini membuat Basuki merekam seluruh aktivitas kantor dan rapatnya.
Lalu masalah itu dibahas ketika makan. Disaat itulah ia kerap mengungkapkan filsafat Tiongkok kuno bahwa jika hendak berburu harimau harus mengajak saudara kandung karena saudara kandung tidak akan lari seperti teman-teman ketika harimau akan menerkam.
Ia meninggal tahun 1996 dan mewariskan hutang pada anak-istrinya 3 milyar Rupiah karena terus-menerus membantu orang lain.
GOSIPNYA
Masa kecil Basuki lebih banyak dihabiskan di Desa Gantung, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur. Ia mempunyai paman yang hanya 2 tahun lebih tua darinya karena ketika neneknya melahirkan anak ke-11 tahun 1964, 2 tahun kemudian Basuki lahir.
Kim Nam ingin anak pertamanya itu menjadi seorang yang sukses sehingga Basuki dijuluki Banhok. Kata 'ban' dalam bahasa Tionghoa berarti puluhan ribu, dan kata 'hok' berarti belajar. Ia diharapkan tak pernah berhenti belajar agar menjadi orang sukses. Lama-kelamaan, panggilan Banhok berubah menjadi Bahok, lalu menjadi Ahok.
Ketika pamannya, Aliong, mulai sekolah, Ahok menangis ingin ikut. Karena Ahok selalu ingin bersama-sama, ia tidak hanya disusui oleh ibunya tapi juga neneknya. GOSIPNYA Ahok sering bercanda dengan bernyanyi: Pok ame ame belalang kupu-kupu, siang tetek ibu kalo malam tetek nenek.
Meski Kim Nam memiliki cukup uang, Ahok lebih memilih sekolah negeri dibanding sekolah elit untuk karyawan PT Timah. Menurut teman sebangkunya ketika SD, Ahok pendiam tapi tidak memilih-milih teman, bahkan ketika dirundung ia tidak membalas. Ia selalu masuk kelas dan berjalan sendirian ke sekolah, padahal teman-temannya diantar ibu mereka dan ayahnya memiliki mobil dan supir pribadi.
Ketika pelajaran agama, yang diajarkan hanya Islam dan murid non muslim boleh keluar ruangan tapi Ahok bersikeras mempelajari Islam. GOSIPNYA surat Al-Maidah sudah ia dengar sejak itu beserta tafsirnya dari gurunya.
Ketika SMP, Ahok pernah mencoba menyontek pada salah satu temannya saat ujian matematika tapi dinasihati oleh temannya Sayono yang saat itu menjadi juara 2 membayangi prestasi Ahok. Kehidupan Sayono tidak seberuntung Ahok. Setelah pulang sekolah Sayono harus menjaga adik-adiknya dan berjualan kue.
Kim Nam selalu berkata pada Ahok bahwa Ahok hanya beruntung juara kelas. Ayahnya selalu menasihatinya, "Hok, kamu bisa pintar karena gizi, istirahat, dan waktumu cukup.
Sebenarnya kalo temen-temenmu sama kaya kamu hidupnya, kamu pasti kalah.”
Di Belitung, banyak anak-anak SD dan SMP yang cerdas, namun ketika SMA prestasinya turun karena tidak ada harapan. Anak-anak ini yakin setelah lulus SMA menganggur, makan pun asal kenyang karena harus bekerja. Pikiran-pikiran inilah yang mendasari Ahok membuat program sekolah gratis dan program makan daging untuk para pelajar yang masih sekolah. Ia bersekolah di Belitung hingga lulus SMP.
Ia lalu melanjutkan bersekolah SMA di Jakarta. Jika ada waktu luang, ia selalu berlibur ke kampung halaman. Sebenarnya ia ingin seperti anak lainnya yang liburan ke tempat yang populer seperti Bali tapi ia diwajibkan pulang oleh ayahnya. GOSIPNYA hal ini agar hatinya tetap merakyat dan selalu ingat kampung halaman.
Ayahnya mengancam jika ia tidak mau pulang ke kampung halaman, sebaiknya tidak usah sekolah di Jakarta. Ayahnya beralasan, percuma menjadi sarjana jika tidak peduli dengan penderitaan rakyat.
Sejak kecil anak-anak Kim Nam diharapkan menjadi insinyur, dokter, pengacara, konsultan pariwisata dan pemimpin Belitung. Hal ini kelak menjadi kenyataan. Ahok menjadi bupati Belitung dan insinyur, Basuri menjadi dokter dan bupati Belitung, Fifi menjadi pengacara, Harry menjadi konsultan pariwisata, sedangkan Frans meninggal pada usia 12 tahun karena kecelakaan lalu lintas.
Suatu saat ketika Ahok sedang liburan di Belitung, ibu dan ayahnya sedang bertengkar hebat karena masalah keuangan. Mereka bertengkar karena kondisi usaha ayahnya makin rugi terus sehingga harus meminjam uang dari usaha apotik milik ibunya. Hal ini disebabkan ada sekelompok masyarakat meminta bantuan ayahnya untuk pembiayaan sekolah anak mereka. Ibunya menolak. Ketika Ahok berusaha membujuk ibunya, ibunya berkata padanya, "Kamu mati pun bapakmu tidak akan peduli, apalagi cuma apotik saya ditutup."
Ibunya bercerita pada tahun 1967 ketika beras sulit didapat meski punya uang, saat itu usia Ahok belum genap setahun. Ayahnya baru mendapat 2 kaleng besar beras seukuran kaleng minyak tanah. Ibunya menyembunyikan kedua kaleng itu. Tidak lama setelah itu datang seseorang meminta beras karena simpanan berasnya habis. Ayahnya memberikan 1 kaleng pada orang itu. Ayahnya berprinsip jangan sampai orang dikendalikan uang, karena jika kekayaan bertambah maka hati orang akan melekat pada hartanya dan akan selalu merasa kekurangan harta. Ayahnya tidak mau menunggu kekayaannya berlimpah baru menolong orang.
Setelah tamat SMA, Ahok sempat mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI). Merasa tak cocok, setelah kuliah 1 minggu, ia pindah ke Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi Universitas Trisakti. Ayahnya sempat kecewa, tapi ia membela diri dengan mengatakan pasiennya akan lebih cepat mati karena dokternya koboi seperti Ahok hingga akhirnya ayahnya menyetujuinya. Ia mendapatkan gelar Insinyur pada tahun 1989.
Tahun 1991 ayahnya sakit dan ia diminta menggantikan ayahnya mengurus usaha timah. Ia lalu pulang kampung dan mendirikan CV Panda yang bergerak dibidang kontraktor pertambangan timah. Setelah dua tahun, ia sadar bahwa ia tidak akan mampu mewujudkan visi pembangunan yang ia miliki, karena untuk menjadi pengelola mineral selain diperlukan modal (investor) juga dibutuhkan manajemen yang profesional.
Pada tahun 1992 ia mendirikan PT Nurindra Ekapersada di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang, Kecamatan Manggar, Belitung Timur. Pabrik ini diharapkan dapat menjadi proyek percontohan bagaimana mensejahterakan stakeholder (pemegang saham, karyawan, dan rakyat) dan juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang terbatas. Di sisi lain diyakini PT Nurindra Ekapersada memiliki visi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.
Ia lalu kuliah S2 dan mengambil bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta dan mendapat gelar Magister Manajemen (MM) tahun 1994. Ia lalu bekerja sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta, yaitu perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik. GOSIPNYA karena visinya di Belitung belum tercapai, pada tahun 1995 ia berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.
Saat itu ia didukung oleh tokoh pejuang kemerdekaan, almarhum Wasidewo, untuk memulai pembangunan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan memanfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini diharapkan menjadi cikal bakal tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan Industri Air Kelik).
Sebagai pengusaha, di tahun 1995 ia mengalami sendiri pahitnya berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia melawan kesewenang-wenangan pejabat. Sempat terpikir olehnya untuk hijrah ke luar negeri, tetapi keinginan itu ditolak oleh sang ayah yang mengatakan bahwa suatu hari rakyat akan memilih dirinya untuk memperjuangkan nasib mereka.
Dikenal sebagai keluarga yang dermawan di kampungnya, ayahnya memberikan ilustrasi: Jika seseorang ingin membagikan uang 1 milyar kepada rakyat masing-masing 500 ribu Rupiah, hanya akan cukup untuk 2000 orang, tetapi jika uang tersebut digunakan untuk berpolitik agar ia mendapatkan jabatan di pemerintahan, ia dapat memakai APBD untuk kepentingan rakyat.
Bermodal keyakinan ajaran Kong Hu Cu bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang kaya jangan lawan pejabat, keinginan untuk membantu rakyat kecil di kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap kesemena-menaan pejabat yang ia alami sendiri, ia memutuskan terjun ke dunia politik tahun 2003.
Sebelum terjun ke dunia politik tahun 2003, keputusannya ini sempat ditentang banyak pihak termasuk oleh pihak gereja. Saat itu ia menjabat sebagai ketua majelis di Gereja Kristus Jemaat Mangga Besar Rayon II Pluit, Jakarta. Tidak hanya pendeta, semua teman-temannya menilainya sebagai seorang ambisius yang haus kekuasaan. Di kalangan Tionghoa Kristen, menjadi politikus adalah hal yang tabu dan tidak rohani sejak zaman Belanda.
Bahkan di Belitung Timur ada yang menyebarkan isu bahwa Ahok sedang berusaha menyebarkan Kristen dan dibiayai oleh Vatikan. Penyebar isu tidak tahu bahwa Protestan dan Katolik adalah dua agama yang berbeda.
Ahok sempat bimbang karena menurut pendeta, menjadi politikus bukanlah kehendak Tuhan sedangkan menjadi pendeta adalah kehendak Tuhan. Ahok sempat berpikir jika menjadi pendeta dan diberi uang oleh 1000 jemaat Rp. 1 juta setahun saja, ia sudah memiliki Rp. 1 milyar. Ia berpikir justru itu melawan Tuhan karena ia menikmati hidup berlimpah padahal masih banyak rakyat miskin membutuhkan bantuannya.
Ia rela berkorban membawa seluruh keluarganya pindah ke Belitung yang saat itu tidak ada jaringan telepon, ponsel, serta tidak ada mall dan bioskop seperti di Jakarta. Langkah pertamanya adalah bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Ia lalu menjabat sebagai ketua cabang Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PPIB yang saat itu sibuk mengurus verifikasi agar bisa ikut pemilu 2004.
Ketika akan memasuki masa proses verifikasi, ada oknum pengurus partai yang menuntut diberikan perahu motor. Jika tidak dipenuhi, ia mengancam bahwa seluruh anggota partai di daerah kekuasaannya akan mengundurkan diri dari partai sehingga PPIB akan gagal dalam verifikasi Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Ahok menolak sehingga para anggota meninggalkan partai. Ia lalu memperbaiki anggota PPIB sehingga partai itu lolos verifikasi. Ketika kampanye, selain membuat lapangan voli dan sepakbola, memperbaiki jalan, membuat tambak ikan, membuat sumur, PPIB juga membuat banyak variasi kaos serta atribut partai.
Meski banyak anggota baru dijaring, ada yang ingin memiliki semua model kaos yang tidak dipenuhi oleh PPIB. Para oknum itu lalu menyatakan keluar dari partai karena tidak mendapat semua model kaos itu.
Meski begitu banyak rintangan, ia tetap mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada pemilu 2004. Ia mendapat banyak rintangan tidak hanya dari lawan politik, tapi juga dari rakyat sendiri.
Beberapa contohnya adalah:
1. Permintaan uang Rp. 20 ribu per orang sebagai syarat agar partai dipilih. PPIB kalah di daerah ini.
2. Permohonan sumbangan rumah ibadah. PPIB kalah telak di daerah ini.
3. Ada yang tinggal di pulau kecil dan menawarkan suara sepulau dengan syarat menyumbang air tangki. Mereka meminta imbalan dulu karena sudah sering dibohongi oleh peserta pemilu. Jika tidak menang, mereka bersedia mengembalikannya dengan menawarkan surat jaminan diatas materai oleh kepala dusun dan tokoh masyarakat. Karena tidak ada pilihan lain yang lebih baik, sebagian besar tetap memilih Ahok.
4. Ada dusun yang sudah memasang semua bendera PPIB dan banyak penduduknya yang sudah menjadi pengurus PPIB. Kepala adat dusun lalu datang meminta Rp. 4 juta yang jika tidak dipenuhi akan menerima uang dari partai lain. Ketika ditolak, semua bendera dan atribut PPIB lalu hilang diganti oleh partai lain yang memberi uang. PPIB kalah total di daerah ini.
5. Di dusun yang sempat dibuatkan lapangan voli dan sepakbola, tambak ikan, sumur air, massa sempat berteriak 'hidup' dan 'merdeka' ketika PPIB kampanye di lapangan sepakbola. Ahok lalu berpidato bahwa mereka 'goblok' karena mereka memberikan suara pada PPIB tanpa tahu ideologi partai. Mereka hendak memilih karena sudah mendapat banyak bantuan. PPIB kalah telak di daerah ini.
Tidak hanya itu, Ahok juga disudutkan oleh ayat Al-Maidah 51 yang melarang rakyat menjadikan kaum Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin mereka dan hanya memilih pemimpin dari kaum yang seiman. Ketika Ahok menanyakan hal ini pada teman-temannya, ayat ini diturunkan saat adanya orang-orang muslim yang ingin membunuh Nabi Muhammad SAW dengan cara membuat koalisi dengan kelompok Nasrani dan Yahudi di tempat itu. Ayat ini dipakai pada rakyat agar tidak memilih Ahok. Menurut Ahok, tidak ada yang disebut minoritas karena minoritas suku Padang/Batak merupakan mayoritas di daerahnya masing-masing.
Meski keuangannya sangat terbatas dan menolak memberikan uang kepada rakyat ketika kampanye, ia terpilih menjadi anggota DPRD Tingkat II Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009.
Selama di DPRD ia berhasil menunjukkan integritasnya dengan menolak ikut dalam praktik Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN), menolak mengambil uang Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif, dan juga menjadi dikenal masyarakat karena ia adalah satu-satunya anggota DPRD yang sering bertemu secara langsung dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka sementara anggota DPRD lain menolak bertemu masyarakat.
Setelah 7 bulan menjadi DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorongnya menjadi Bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di tahun 2005, Ahok mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengedukasi dan melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor utama telepon genggamnya. Dengan cara ini ia mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat.
Dengan cara kampanye yang unik itu, secara mengejutkan ia berhasil mengantongi suara 37,13 persen dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010 padahal Belitung Timur juga dikenal sebagai basis Masyumi, sebuah partai Islam, dan 93% warganya muslim. Hal itu cukup fenomenal karena ia beragama Kristen dan keturunan Tionghoa.
Bermodalkan pengalamannya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD yang mengerti betul sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, dalam waktu singkat sebagai Bupati ia mampu melaksanakan pelayanan kesehatan gratis, sekolah gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke pelosok-pelosok daerah, dan perbaikan pelayanan publik lainya. Prinsipnya sederhana: jika kepala lurus, bawahan tidak berani tidak lurus. Selama menjadi bupati ia dikenal sebagai sosok yang anti sogokan baik di kalangan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Ia memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20 persen, dengan demikian ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Kesuksesan ini tersebar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah muncul suara-suara untuk mendorong Ahok maju sebagai Gubernur di tahun 2007. Hal ini sering dijadikan isu lawan politiknya bahwa Ahok haus kekuasaan padahal untuk mendapat dana yang lebih besar demi kesejahteraan rakyat, memang diperlukan kekuasaan yang lebih besar. Basuki kemudian mengajukan pengunduran dirinya pada 11 Desember 2006 untuk maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Pada 22 Desember 2006, ia resmi menyerahkan jabatannya kepada wakilnya, Khairul Effendi.
Kesuksesannya di Belitung Timur tercermin dalam pemilihan Gubernur Bangka Belitung ketika 63 persen pemilih di Belitung Timur memilih Ahok. Namun sayang, karena banyaknya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara, ia gagal menjadi Gubernur Bangka Belitung - kalah dari Eko Maulana Ali.
Dalam pemilu legislatif 2009 ia maju sebagai caleg dari Golkar. Meski awalnya ditempatkan pada nomor urut keempat dalam daftar caleg (padahal di Bangka Belitung hanya tersedia 3 kursi), ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak.
Selama di DPR, ia duduk di komisi II. Ia dikenal oleh kawan dan lawan sebagai figur yang apa adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Lewat kiprahnya di DPR ia menciptakan standar baru bagi anggota-anggota DPR lain dalam anti-korupsi, transparansi dan profesionalisme.
Ia sering dianggap sebagai pionir dalam pelaporan aktivitas kerja DPR baik dalam proses pembahasan undang-undang maupun dalam berbagai kunjungan kerja. Semua laporan bisa diakses melalui situsnya. Sementara itu, staf ahlinya bukan hanya sekedar bekerja menyediakan materi undang-undang tetapi juga secara aktif mengumpulkan informasi dan meng-advokasi kebutuhan masyarakat. Saat ini, salah satu hal fundamental yang ia sedang perjuangkan adalah bagaimana memperbaiki sistem rekrutmen kandidat kepala daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan pemilukada dan membuka peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk merebut kepemimpinan di daerah.
Ahok berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia bergantung pada apakah individu-individu idealis berani masuk ke politik dan ketika berada di dalam pemerintahan berani mempertahankan integritasnya. Baginya, di alam demokrasi, yang baik dan yang jahat memiliki peluang yang sama untuk merebut kepemimpinan politik. Jika individu-individu idealis tidak berani masuk, tidak aneh kalau sampai hari ini politik dan birokrasi Indonesia masih sangat korup. Oleh karena itu ia berharap model berpolitik yang ia sudah jalankan bisa dijadikan contoh oleh rekan-rekan idealis lain untuk masuk dan berjuang dalam politik. Sampai hari ini ia masih terus berkeliling bertemu dengan masyarakat untuk menyampaikan pesan ini dan pentingnya memiliki pemimpin yang bersih, transparan, dan profesional.
Di tahun 2006, Ahok dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang mengubah Indonesia. Di tahun 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Melihat kiprahnya, kita bisa mengatakan bahwa berpolitik ala Ahok adalah berpolitik atas dasar nilai pelayanan, ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan; bukan politik instan yang sarat pencitraan.
Tahun 2012 nama Ahok kian mencuat karena terpilih untuk mendampingi Joko Widodo sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta yang diusung PDI-P dan Gerindra. Setelah melalui dua tahap Pemilukada, akhirnya pasangan Jokowi-Basuki ditetapkan sebagai pemenang dan dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 pada 15 Oktober 2012.
Ahok beruntung terpilih sebagai calon wakil gubernur setelah Megawati memaksa Jokowi. Awalnya Jokowi ingin dipasangkan dengan Deddy Mizwar yang merupakan kader dan salah satu pendiri Partai Demokrat. Selain Jokowi, PDI-P juga punya calon lain yaitu Fauzi Bowo dengan Adang Ruchiyatna. Saat itu Prabowo Subianto bersikeras mengusung Ahok. Jika PDI-P tidak mau Ahok, maka Gerindra tidak mendukung siapapun.
Dalam wawancara khusus dengan Tribun Jakarta pada 20 Maret 2012, Ahok menceritakan ihwal pinangan Prabowo. Dia menerima pesan di BlackBerry Messenger-nya. "Ahok, kamu dicari oleh Prabowo."
Saat itu, Ahok mengaku tidak merespons pesan tersebut. Menurut dia, pesan itu hanya main-main. Dia baru mulai percaya pesan tersebut ketika kerabatnya di Bangka Belitung mencoba menghubunginya. Ahok mendapat cerita bahwa Prabowo sampai mengutus pengurus Partai Gerindra Bangka Belitung untuk menghubungi dirinya.
"Mereka (pengurus Gerindra) mengaku bingung karena SMS yang dikirim enggak pernah saya jawab. Telepon juga tidak diangkat," kata Ahok. Ahok diminta bertemu dengan orang kepercayaan Prabowo di Plaza Indonesia, Jakarta. Bukannya Ahok yang menemui, melainkan seorang stafnya. Utusan Ahok ditolak. Setelah utusan ditolak, Ahok menghubungi orang kepercayaan Prabowo itu. Mereka pun bertemu di Plaza Indonesia pukul 17.00.
Setelah bertemu sang utusan, Ahok diminta untuk bertemu Prabowo di lokasi yang sama pukul 21.00. Ahok hanya menanggapi ajakan itu dengan tawa. "Dia (Prabowo) kan mau mencalonkan kamu sebagai wakil gubernur," ujar Ahok menirukan ucapan orang kepercayaan Prabowo.
Ketika tiba waktu ditentukan, Ahok melihat Hashim Djojohadikusumo (adik Prabowo) yang mengatakan dirinya ditunggu Prabowo di dalam ruangan. Ahok sempat grogi. "Eh, bener nih Pak Prabowo. Dia (Prabowo) menawarkan santap malam, tapi karena saya sudah makan akhirnya hanya memesan air putih," tutur Ahok.
Saat itu, berkumpul pula petinggi Gerindra. Ia hanya mengingat bahwa Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, M. Taufik ikut hadir. Selama dua jam Ahok berbincang dengan Prabowo mengenai Jakarta. Ia membeberkan tentang sistem transportasi ideal bagi Jakarta.
Pengalaman selama satu tahun sebagai staf ahli membantu mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menjadi modal. Sampai akhirnya sebuah keputusan dikeluarkan Prabowo. "Saya mau Ahok. Pokoknya Jokowi-Ahok. Ini putusan kita," ujar Prabowo, seperti ditirukan Ahok. Saat itu Prabowo langsung meminta M. Taufik bertemu PDI-P untuk berkonsolidasi.
Minggu pun berganti. Berita di berbagai media mengenai pemilukada diwarnai berbagai spekulasi pasangan kandidat. Tak pelak berbagai pemberitaan itu nyaris membuat kepercayaan Ahok goyah. Ahok menghubungi orang kepercayaan Prabowo.
"Saya bertanya, benar enggak sih saya dipilih. Dia langsung mem-forward SMS dari Pak Prabowo. Isinya keputusan final, Jokowi dan Ahok. Kalau PDI-P tidak mau, Gerindra tak dukung siapa pun," kata Ahok.
Sampai hari pendaftaran terakhir di KPU Jakarta, 19 Maret 2012, Ahok belum juga mendapat kepastian. Padahal, Ahok harus mengikuti rapat tim seleksi komisioner KPU di Komisi II DPR. Akhirnya, Ahok melapor ke Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar.
"Pagi-pagi aku BBM (BlackBerry Messenger) Pak Agun, minta izin tak mengikuti rapat Komisi II DPR karena menunggu pengumuman PDI-P," katanya. Ahok juga minta dipindahkan dari Komisi II. Beberapa saat kemudian, Ahok menerima kabar dari Tjahjo Kumolo. Sekjen PDI-P itu meminta Ahok merapat ke kantor Megawati Institute di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta. "Begitu datang saya disalamin. Katanya Ibu Megawati sudah setuju kamu jadi calon wakil Jokowi," katanya.
Pada 10 September 2014, jelang dua tahun Ahok memimpin Jakarta bersama Jokowi, Ahok menyerahkan surat pengunduran dirinya ke DPP Partai Gerindra. Tak ada kata pamit kepada Prabowo. Dia menegaskan akan mengurus Jakarta, tanpa Gerindra atau partai lainnya.
Sebelum keputusan mundur itu, suasana memang sudah memanas. Ahok menyatakan penolakannya dengan wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD, yang tertuang dalam revisi RUU Pilkada. Buatnya, hal itu merupakan kemunduran. Dia lebih baik menjadi budak rakyat ketimbang menjadi 'sapi perah' DPRD. Sementara Partai Gerindra yang menaunginya mendukung pilkada kembali ke DPRD.
Sempat terjadi lempar argumen antara Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Mohammad Taufik dan Ahok. Hingga akhirnya Taufik menantang Ahok untuk keluar dari Gerindra, dan hal itu dilakukan oleh mantan Bupati Belitung Timur tersebut. Hanya kepada Hashim dan putra Hashim, Aryo, Ahok menyampaikan rencana mundurnya tersebut dari Gerindra. Sempat dicegah, tetapi keputusannya sudah bulat.
Setelah Ahok menyerahkan surat pengunduran diri, Prabowo sempat berkomentar. Dia menyesali tidak adanya etika dari Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut. "Kalau tahu tata krama (harusnya pamit). Kalau etika antar-manusia, ada norma-norma ya," kata Prabowo pada hari yang sama mundurnya Ahok dari Gerindra. Meski begitu, dia menghargai hak politik Ahok.
Ahok pun menyadari kesalahannya. Dia meminta maaf karena tidak berkomunikasi dulu dengan Partai Gerindra dan Ketua Dewan Pembina Prabowo Subianto saat menyatakan mengundurkan diri.
"Kalau saya salah (karena tidak pamit terlebih dahulu), saya sampaikan, saya mohon maaf," kata Ahok keesokan harinya.
Dia berniat bertemu dengan Prabowo melalui perantara Hashim. Namun, yang terjadi, pada 15 September 2014, Hashim menggelar jumpa pers untuk membeberkan betapa tidak berterima kasihnya Ahok kepada Prabowo dan Gerindra.
Bagi Ahok, kemundurannya dari Gerindra sudah tidak bisa ditawar. Dia dan Gerindra sudah tidak sejalan. Dia mengingatkan, Gerindra menariknya dari Golkar dan mencalonkannya menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta karena berbagai janji prorakyat dan tidak bermain politik uang.
"Saya bilang dari awal, kalau saya ini tidak pernah loyal kepada partai yang tidak sesuai konstitusi. Saat Pilkada 2012 lalu, Gerindra menarik saya dari Golkar dan mengarahkan perjuangkan pilihan rakyat. Kenapa sekarang malah memiliki pandangan pilkada melalui DPRD?" tanya Ahok.
Pada 27 September 2016, Ahok memberi pernyataan sambutan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Ahok datang untuk meninjau program pemberdayaan budi daya kerapu. Menurutnya, program itu akan tetap dilanjutkan meski dia nanti tak terpilih lagi menjadi gubernur di pilgub Februari 2017, sehingga warga tak harus memilihnya hanya semata-mata hanya ingin program itu terus dilanjutkan.
"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu nggak bisa pilih saya ya kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan nggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, nggak apa-apa,"
"Program ini (pemberian modal bagi budi daya kerapu) jalan saja. Jadi Bapak Ibu nggak usah merasa nggak enak karena nuraninya nggak bisa pilih Ahok," tambahnya.
Pada 6 Oktober 2016 Buni Yani mengunggah video rekaman pidato itu di akun Facebooknya, berjudul 'Penistaan terhadap Agama?' dengan transkripsi pidato Ahok namun memotong kata 'pakai'.
Ia menuliskan 'karena dibohongi Surat Al-Maidah 51' dan bukan "karena dibohongi pakai Surat Al Maidah 51', sebagaimana aslinya. Tak lama kemudian Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Selatan melaporkan Ahok kepada polisi. Sejumlah organisasi lain menyusul melakukan laporan kepada polisi.
Suasana makin panas ketika MUI menyatakan dalam fatwanya yang diterbitkan pada 11 Oktober 2016 bahwa "Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan: (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum."
Fatwa itu segera mendorong lebih kuat gelombang protes sebagian kalangan Islam atas pernyataan Ahok. Menyusul kemudian terbentuk sebuah organisasi atau aliansi yang disebut Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI). Fatwa itu keluar di tengah Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Pada 14 Oktober 2016 ribuan orang dari berbagai ormas Islam berunjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta. Massa menuntut Ahok segera dihukum. Unjuk rasa sempat berlangsung ricuh. Aksi ini disebut sebagai Aksi Bela Islam I atau Aksi 1410.
Pada 4 November 2016 unjuk rasa anti-Ahok kembali terjadi. Perkiraan kasar sekitar 75.000 hingga 100.000 orang, melibatkan pendiri FPI (Rizieq Shihab) dan sejumlah anggota DPR seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon, turun ke jalan menuntut agar Ahok dipidanakan dan dipenjarakan.
Mereka juga menuntut bertemu Presiden Jokowi yang sedang tak berada di Istana. Perwakilan pengunjuk rasa akhirnya ditemui Wapres Jusuf Kalla yang menjanjikan untuk menuntaskan kasus ini dalam dua pekan.
Unjuk rasa yang semula berlangsung tertib hingga sore, kemudian berubah ricuh saat memasuki malam. Massa di depan Istana Merdeka terlibat bentrokan dengan polisi dan di beberapa sudut kota terjadi kerusuhan, yang segera bisa diatasi. Aksi ini disebut sebagai Aksi Bela Islam II atau Aksi 411.
Pada 16 November 2016 polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. Ahok menyatakan menerima keputusan polisi dan akan mengikuti proses hukum dengan keyakinan tak bersalah. Ahok juga menegaskan tidak akan mundur dari pemilihan gubernur Jakarta, Februari 2017.
Pada 2 Desember 2016 sekitar 200 ribu orang dari seluruh penjuru Indonesia berunjuk rasa di Monas, Jakarta. Dalam aksi ini, sejumlah kegiatan yang dilaksanakan adalah berdoa dan melakukan salat Jumat bersama. Presiden Joko Widodo hadir dalam acara ini dan disambut hangat oleh para peserta aksi. Aksi ini disebut sebagai Aksi Bela Islam III atau Aksi 212.
Di pengadilan, Ketua MUI Ma'ruf Amin menjadi salah satu saksi yang memberatkan Ahok. Ma'ruf kala itu bersaksi di persidangan bahwa ucapan Ahok membuat marah warga Pulau Pramuka, lokasi di mana Ahok berbicara soal Al-Maidah ayat 51. Temuan itu, kata Ma'ruf, merupakan hasil investigasi tim MUI. Kesaksian Ma'ruf ditanggapi keras oleh Ahok yang menganggap dirinya disudutkan.
"Saya keberatan saksi menuduh saya menghina ulama. Saya keberatan (warga) di Pulau Seribu takut protes, padahal saat itu mereka ketawa-tawa," ujar Ahok dalam ruang sidang menanggapi kesaksian Ma'ruf Amin di auditorium Kementan, Jalan RM Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, 31 Januari 2017.
Dalam persidangan, Ahok juga mempersoalkan pernyataan Ma'ruf bahwa MUI mendengarkan keterangan Habib Rizieq Syihab soal Al-Maidah ayat 51. Posisi saksi ahli Rizieq yang dimaksud Ma'ruf adalah rapat empat komisi di MUI untuk menentukan pandangan soal sikap keagamaan MUI.
Soal ucapan saat bertemu dengan warga di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, Ahok menegaskan tidak pernah menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 51. Ahok mengatakan tidak ada niat menyinggung agama.
Pada 11 Februari 2017 kembali diadakan Aksi Bela Islam IV atau Aksi 112 masih dengan tema besar untuk mengawal jalannya persidangan Ahok. Aksi ini dikoordinasi oleh Forum Umat Islam (FUI) dan GNPF-MUI. Aksi 112 awalnya akan dilaksanakan di Lapangan Monas. Namun, tempat acara mendapatkan perubahan menjadi di Masjid Istiqlal dengan acara shalat bersama dan tausiyah dari beberapa ulama.
Pada 21 Februari 2017 menjadi tanda berlangsungnya Aksi Bela Islam V atau Aksi 212 jilid II. Peserta aksi berkumpul di kawasan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senayan, Jakarta Pusat. Jika aksi-aksi sebelumnya digaungkan oleh FPI, kali ini aksi yang dilakukan merupakan gagasan FUI. Meski begitu, peserta yang mengikuti tidak kalah ramai dengan aksi-aksi sebelumnya.
Pada 31 Maret 2017 Aksi Bela Islam VI atau Aksi 313 dilaksanakan. Aksi ini diisi dengan kegiatan long march dari Masjid Istiqlal menuju Istana Merdeka. Kegiatan itu untuk meminta Presiden Jokowi memberhentikan Ahok dari jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Namun, aksi massa 313 batal dilakukan di depan Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Peserta aksi hanya diperbolehkan berorasi sampai kawasan Patung Kuda dan Wiranto pun kembali menemui perwakilan peserta aksi.
Sebelum persidangan pada 9 Mei 2017 untuk pembacaan vonis kepada Ahok, kembali diadakan aksi lanjutan bertajuk Aksi Bela Islam VII pada 5 Mei 2017 atau disebut Aksi 55. Aksi ini mendukung pengadilan untuk memberikan vonis secara adil atas kasus penistaan agama yang menjerat Ahok.
Pada 9 Mei 2017 Ahok dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama dan dipenjara selama 2 tahun. Ahok seharusnya bebas murni pada 23 April 2019 tapi setelah mendapat remisi dari presiden pada HUT RI ke-73 tahun 2018, ia akan bebas murni pada 24 Januari 2019.
Pada 5 Januari 2018 secara tiba-tiba Ahok menggugat cerai Veronica. Pada 4 April 2018 Majelis Hakim resmi mengabulkan gugatan cerai yang diajukan Ahok pada Veronica Tan.
Pada 9 Agustus 2018 usai Ma'ruf Amin ditunjuk Jokowi sebagai cawapres, berbicara soal aksi 212 dan rencananya merangkul kelompok yang kerap mengkritik capresnya itu. Ma'ruf mengakui dirinya sebagai penggerak Alumni 212.
"Insya Allah mulai saya rangkul, kan mereka alumni, saya juga. 212 dulu kan saya yang gerakkan. Cuma, sesudah Ahok dipenjara, ya selesai. Mereka keterusan," ujar Ma'ruf di kediamannya, Jl. Lorong 27, Koja, Jakarta Utara, 9 Agustus 2018.
Pada 8 November 2018 sebuah film berjudul 'A Man Called Ahok' tayang di layar bioskop. Film ini dibuat berdasar buku berjudul sama yang ditulis oleh Rudi Valinka. Eric Febrian berperan sebagai Ahok masa kecil dan Daniel Mananta berperan sebagai Ahok dewasa.
Pada 2 Desember 2018 Reuni Akbar 212 dilaksanakan di Monas, Jakarta dengan jumlah peserta sekitar 770 ribu orang menurut media Tirto. Menurut Ketua Panitia Reuni Akbar Mujahid 212, Ustaz Bernard Abdul Jabbar jumlahnya sekitar 8-10 juta jiwa. Jumlah yang sama diungkapkan oleh Wakil ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid. Pada acara ini banyak seruan 'ganti presiden' dikumandangkan.
Setelah cerai dengan Veronica pada 4 April 2018, Ahok menikah dengan Puput Nastiti Devi pada 25 Januari 2019 dan mendapat putra lagi bernama Yosafat Abimanyu Purnama yang lahir pada 6 Januari 2020. Ahok kini sibuk dengan pekerjaannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina yang dia emban sejak 25 November 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.