Salim Group

Sudono Salim (Lin Shao Liang / Liem Sioe Liong 林紹良)
lahir 16 Juli 1916 di Fuqing, Fujian
meninggal 10 Juni 2012 di Singapura
kakak: Liem Sioe Hie
adik: Liem Sioe Kong 
istri: Liliani (Lie Las Nio)
meninggal 4 Maret 2016
anak: Albert Salim
Andre Salim
Anthoni Salim
Mira Salim

 Lie Las Nio




Albert, Anthoni, Andre, Mira di pemakaman Sudono


Sudwikatmono
lahir 28 Desember 1934 di Wonogiri, Jawa Tengah
meninggal 8 Januari 2011 di Singapura
istri: Sri Sulastri
anak: Martina, Miana, Tri Hanurita, Agus Lasmono

Ibrahim Risjad
lahir 2 Maret 1934 di Aceh
meninggal 17 Februari 2012 di Singapura
istri: Kristy Dewi
anak: Amirsyah, Rizal, Dina, Dedey, Selviya, Zarani, Radian

ANAK PERUSAHAAN INDOFOOD
-PT Indofood Fritolay Makmur (bekerjasama dengan PepsiCo)
-PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia (bekerjasama dengan Nestlé)
-PT Indolakto
-PT PepsiCola Indobeverages (bekerjasama dengan PepsiCo)
-PT Sari Incofood Corporation (bekerjasama dengan Incofood Corporation)
-PT Quaker Indonesia (bekerjasama dengan Quaker Oats Company)
-PT Surya Rengo Container
-PT Indomarco Adi Prima

MEREK-MEREK PRODUK INDOFOOD
-Mi: Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie, Pop Bihun, Sakura, Mi Telur 3 Ayam, La Fonte
-Susu: Indomilk, Enak, 3 Sapi, Kremer, Orchid Butter, Indo Es Krim, Milkuat, Crima, Nice Yogurt
-Makanan ringan: Chitato, Chiki, JetZ, Cheetos, Qtela, Lays, Trenz, Wonderland, Dueto
-Penyedap makanan: sambal Indofood, bumbu spesial Indofood, bumbu racik Indofood, Magic Lezat, sirup Freiss, kecap Indofood, kecap Piring Lombok
-Makanan bernutrisi: Promina, Sun, Govit, Provita
-Minuman: Ichi Ocha, Cafela, Club, Tekita, Fruitamin, Pepsi, Mirinda, 7Up, Tropicana Twister
-Terigu: Cakra Kembar, Segitiga Biru, Kunci Biru, Lencana Merah, Taj Mahal, Chesa
-Minyak: Bimoli (dikenalkan tahun 1978), Bimoli Spesial (1993), Mahakam (1993), Happy (1996), Delima (1997)
-Margarin: Simas (1979), Palmia (1990), Amanda (1990), Malinda (1990), Simas Plamia (2008)

ANGGOTA GANG OF FOUR
-Sudono Salim (Liem Sioe Liong / Lin Shao Liang)
-Djuhar Sutanto (Liem Oen Kian / Lin Wen Chiang)
-Ibrahim Risjad
-Sudwikatmono

ANGGOTA FOUR SEAS
-Liem Lay Tuan
-Tan Le Lok
-Imin Sugiono (Liem Ngie Hoo)
-Djuhar Sutanto (Liem Oen Kian / Lin Wen Chiang)

ANGGOTA FIVE STARS
-Four Seas
-Yacob Sulaiman (Liem Chin Song)

ANGGOTA GROUP OF SEVEN
-Five Stars
-Ibrahim Risjad
-Sudwikatmono

CABANG BOGASARI BAKING CENTER (BBC)
-Banda Aceh: Jl. Tgk Imum Leung Bata Simpang Surabaya no. 3 telp. 0651 27337
-Bandung: Jl. Astana Anyar 23 telp. 022 421 4401
-Bandung: Jl. Karapitan 88E telp. 022 426 2821
-Banjarmasin: Jl. PHM Noor 88 Kel Pelambuan Samping Polsek Banjarmasin telp. 0511 441 1799
-Bogor: Jl. Pajajaran 133A telp. 0251 839 0613
-Cirebon: Komp. Cirebon Superblok, Ruko Orange Blossom 18, Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo 26 telp. 0231 829 1104
-Jakarta: Kompleks PT ISM Divisi Bogasari Jl. Raya Cilincing 1 Tanjung Priok telp. 021 4392 0144 / 430 1048
-Jakarta: Jl. RS. Fatmawati 22A telp. 021 769 2329
-Jakarta: Kelapa Gading Square B-17, Mall of Indonesia telp. 021 4586 9850
-Jember: Jl. Gajah Mada 373 telp. 0331 489 902
-Kediri: Ruko Hayam Wuruk Trade Center Blok D-3 telp. 0354 672 697
-Medan: Ruko Tata Plaza 31A, Jl. Kapten Muslim telp. 061 846 8081
-Padang: Jl. S. Parman 197 telp. 0751 705 8384
-Palembang: Palembang Square Mall, Kanto R 127 Jl. Angkatan 45/POM IX telp. 0711 380 039
-Purwokerto: Jl. Jend. Sudirman 612 telp. 0281 760 4198
-Salatiga: Jl. Yos Sudarso 21 telp. 0298 321 340
-Samarinda: Ruko Mahakam Square B01 Jl. Untung Suropati telp. 081 7507 8027
-Semarang: Jl. Tentara 67B telp. 024 7658 5088
-Surabaya: Plaza Surabaya, Shop House Blok A 8-17 Lt. 1 Jl. Pemuda 33-37 telp. 031 545 3066 
-Tangerang: Ruko Pasar Modern Blok R 83A, R 85-86 Sektor 1.2 BSD telp. 021 5315 8366

GOSIP SUDONO SALIM
Sudono Salim adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang berasal dari keluarga petani di Desa Ngu Ha, Hai Kou, Hainan. Tahun 1925 ayahnya meninggal sehingga kakaknya menjadi tulang punggung keluarga dengan menggarap sawah peninggalan ayahnya. Tahun 1929 kakaknya pergi ke Hindia Belanda. Setelah kakaknya pergi, ia harus membantu ibunya berjualan makanan dan hidup keluarganya makin susah.

Tahun 1931 Cina berperang dengan Jepang. Tahun 1937 terjadi perang besar antara Cina dan Jepang, dan untuk menghindarinya tahun 1938 ia pergi ke pelabuhan Hai Kou dan naik kapal dagang Belanda untuk menyusul kakaknya Liem Sioe Hie dan iparnya Zheng Xusheng yang telah terlebih dulu pergi ke Hindia Belanda. Sejak dulu Indonesia sudah menjadi tanah tujuan orang Cina karena meski jajahan tapi tanahnya subur. Tahun 1860 ada sekitar 222 ribu orang Cina di Indonesia dan sekitar 563 ribu pada 1905. Sejak dulu, orang-orang yang tak suka dengan dinasti Qing, pergi ke wilayah Nan Yang (Laut Selatan). Karena letak Indonesia dekat dengan Nan Yang, kebanyakan orang Cina di Indonesia datang dari tiga provinsi di Cina Selatan: Hokkian (Fujian), Guangdong, Hainan.

Setelah sebulan, kapal itu mendarat di Surabaya. Ia sempat tertahan 4 hari di pelabuhan sebelum akhirnya dilepaskan petugas Hindia Belanda karena dijamin oleh kakaknya. Ia lalu dibawa ke Kudus untuk membantu toko Liem Kiem Tjay milik pamannya untuk berjualan minyak kacang. Saat itu minyak kacang cukup penting karena selain dipakai untuk memasak, biasa dipakai juga sebagai bahan bakar pelita.

Di sana ia berkenalan dengan Lie Las Nio, gadis asal Lasem dan melamarnya. Sudono yang totok membuat orangtua gadis tersebut tidak memberi izin karena takut anaknya akan dibawa ke Cina. Ia berusaha meyakinkan mereka dan membuat lamarannya diterima. Pesta pernikahan dirayakan selama 12 hari karena keluarga istrinya cukup terpandang.

Pada tahun 1940 adiknya, Liem Sioe Kong bergabung. Mereka berdagang minyak dan cengkeh sendiri. Ketika usahanya mulai berkembang, pada tahun 1942 Jepang datang untuk menjajah Indonesia dan membuat usahanya bangkrut karena Jepang mengubah kebun tembakau menjadi kebun jarak serta menghentikan impor cengkeh dari Zanzibar. Ia juga mengalami kecelakaan dan mobil yang ditumpanginya masuk jurang di daerah Semarang. Seluruh temannya meninggal kecuali dirinya yang pingsan selama dua hari.

Ketika itu, pedagang Cina banyak mengalami kerugian karena mereka berkonflik dengan pedagang Jepang yang juga banyak mendirikan toko di Jawa. Banyak pedagang Jepang ternyata adalah mata-mata yang bertugas mencatat kehidupan sehari-hari serta menginventaris semua data persoalan pemerintahan Hindia Belanda. Persaingan antara pedagang Cina dan Jepang amat keras. Suatu saat ada orang Cina membeli barang di toko orang Jepang, rumah orang Cina itu lalu dilempari kotoran oleh orang Cina yang lainnya.

Tahun 1945 saat Jepang menyerah dalam perang, berkarung-karung uang Jepang miliknya dinyatakan tidak laku karena pemerintah menerbitkan uang baru. Ketika itu setiap orang mendapat satu Rupiah uang baru. Keluarga Liem mendapat 8 Rupiah karena berjumlah 8 orang. Ia lalu menjadi anggota Cong Siang Hwee, perkumpulan pedagang Cina yang membantu perjuangan RI memperjuangkan kemerdekaan.

Cong Siang Hwee mempercayakan seorang tokoh Muhammadiyah dari Jakarta yang merupakan ayah Fatmawati dan mertua Soekarno dari pencarian Belanda. Tokoh yang belakangan ia ketahui bernama Hasan Din itu ia sembunyikan di rumahnya selama 2 tahun. Ia yang tidak suka ikut campur urusan orang lain tidak berusaha mengetahui siapa orang yang ia tolong itu dan karenanya Hasan Din mengenalkannya pada para pemimpin tentara sehingga ia dipercaya menyuplai berbagai kebutuhan TNI mulai dari makanan, pakaian, senjata, hingga tembakau dan cengkeh.

Saat itu Kota Kudus yang terkenal sebagai pusat pabrik rokok kretek sedang mengalami kelangkaan tembakau dan cengkeh. Ia pun lalu menyelundupkan bahan baku tersebut ke Kudus dari Maluku, Sumatera, dan Sulawesi melalui Singapura dan mendapat untung banyak. Untuk menyelundupkan barang tersebut sebagai obat-obatan, ia dibantu kenalannya di Singapura, Tan Kah Kee.

Pada bulan April 1950 presiden Republik Indonesia Serikat (RIS), Datuk Muda Assaat (yang sering juga disebut Datuk Mudo dalam bahasa Minang), mengeluarkan Gerakan Benteng yaitu sebuah kebijakan ekonomi yang mengharuskan 70% saham dari sebuah perusahaan dimiliki oleh kaum pribumi. Gerakan Benteng membuatnya harus mendekati para penguasa agar ia bisa tetap berbisnis.

Tahun 1950 ia dipercaya memasok kebutuhan logistik Divisi Diponegoro di Semarang. Saat itulah ia berkenalan dengan Letkol Soeharto yang menjadi rekan bisnis seumur hidupnya. Soeharto lalu diangkat menjadi Panglima Diponegoro menggantikan posisi Ahmad Yani yang ditarik ke Jakarta untuk menjadi KSAD menggantikan posisi A.H. Nasution. Tahun 1952 ia pindah ke Jakarta dan mendirikan PT Muliatex di Kudus dan PT Tarumatex di Bandung. Tahun 1954 ia mendirikan Bank Windu Kentjana. Ia juga mendirikan PT Indara Mas yang memproduksi suku cadang sepeda, PT Indara Kentjana yang memproduksi paku, serta PT Telok Betong yang bergerak di bidang kerajinan tangan. Semuanya tidak sukses.

Pada masa pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I (Agustus 1954-Agustus 1955), menteri perekonomian Iskaq Tjokroadisurjo mengeluarkan Sistem Ali-Baba untuk memajukan pengusaha pribumi. Etnis Tionghoa dibagi menjadi dua: totok dan babah. Totok adalah sebutan bagi orang yang datang langsung dari Cina. Babah adalah sebutan lain untuk peranakan yaitu sudah menikah dengan pribumi. Kebijakan Ali-Baba malah menjadi objek dagang dimana ali yang identik dengan pengusaha pribumi menawarkan beslit (surat keputusan) sedangkan baba/babah yang identik dengan pengusaha Tionghoa menjadi pembelinya. Pada April 1957 Kabinet Karya dibentuk dan dibuatlah Sistem Ekonomi Terpimpin sehingga Gerakan Benteng resmi dihentikan.

Pada 21 Februari 1957 Bank Windu Kentjana berubah menjadi Bank Central Asia (BCA) untuk memperluas usaha dengan menyalurkan modal ke berbagai perusahaan, salah satunya PT Mega. PT Mega diambil dari nama putri sulung Soekarno, Megawati. Hasan Din dilibatkan dalam perusahaan ini. Karena terlalu banyak perang, usahanya tidak stabil.

Tahun 1967 Soeharto menjadi presiden kedua RI dan ia mulai mendapatkan banyak kemudahan salah satunya adalah ketika ia diberi izin untuk memonopoli impor cengkeh lewat PT Mega pada tahun 1968. Keputusan monopoli itu merupakan strategi Menteri Perdagangan untuk memotong jalur distribusi cengkeh yang kala itu harus melalui Singapura dan Hongkong. Selain PT Mega, PT Mertju Buana yang dipimpin Probosutedjo juga mendapat hak kutip impor cengkeh 5% per transaksi. Dua perusahaan ini menguasai 90% panen cengkeh di Zanzibar dan Madagaskar. Mereka memasok 70% kebutuhan industri rokok kretek di Indonesia. Tahun 1981 saja total transaksi cengkeh sekitar 120 juta Dolar AS.

Ia lalu mengembangkan bisnisnya dengan mendirikan CV Waringin dan PT Permanent untuk mengekspor kopi, merica, tengkawang, kopra, timah; juga untuk mengimpor beras dan gula.

Soeharto pernah tinggal di Wonogiri, di rumah bibinya yang bernama Sanikem yang bersuamikan mantri tani bernama Prawirowihardjo. Bagi Soeharto, paman dan bibinya adalah pengganti orang tuanya. Demikian pula dengan Sudwikatmono -anak Sanikem dan Prawirowihardjo - menganggap Soeharto sebagai kakak kandungnya. Usia mereka terpaut 13 tahun.

Sudwikatmono yang biasa disapa Dwi pernah bekerja di bagian administrasi Angkatan Laut di Gunung Sahari. Selain itu, Dwi juga sempat bekerja di bagian ekspor impor PN Jaya Bhakti. Di perusahaan ini Dwi mengenal Ibrahim Risjad yang mendorongnya untuk berbisnis. Meski saat itu Dwi sudah punya naluri bisnis, tetapi ia belum berani hidup tanpa gaji bulanan. Maka itu, berjualan baginya baru sekadar usaha sampingan.

Sejak pagi-pagi buta Dwi sudah nongkrong di pelabuhan Tandjung Priok, dan langsung membooking karung-karung bekas yang tersisa dari muatan kapal laut atau pun di gudang-gudang pelabuhan, sementara istrinya, Sri Sulastri, berjualan sabun cap Tangan yang dibeli langsung dari pabrik.

Saat masih bekerja di PN Jaya Bhakti, teman Dwi dari Kudus bernama Liem Sioe Kong, memperkenalkan Dwi kepada kakaknya, Liem Sioe Liong. Ternyata Liem Sioe Liong kenal dengan Sulardi, kakaknya Dwi.

Tahun 1967, Dwi bertemu dengan Liem Sioe Liong di rumah Soeharto di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta. Setelah satu jam mengobrol dengan Soeharto, Liem Sioe Liong kemudian pamit sambil memberikan kartu nama ke pada Dwi. Liem memintanya untuk datang ke kantornya di Jalan Asemka.

Keesokan harinya, Dwi tiba di kantor Liem pukul 09.45, limabelas menit lebih awal dari jam yang dijanjikan. Liem mengutarakan maksudnya bahwa ia membutuhkan seorang pribumi untuk bergabung dengan bisnisnya, dan Soeharto mengusulkan Dwi.

Dwi kaget dan bingung ditawari gaji bulanan satu juta rupiah dan saham dalam perusahaan. Gajinya di PN Jaya Bhakti hanya Rp. 400. Setelah pamit kepada Liem, Dwi sempat diberitahu penasihat hukum Liem bahwa angka itu bisa dirundingkan jika dianggap kurang.

Menurut penjelasan Soeharto kepada Dwi, Liem Sioe Liong masih warganegara asing yang kesulitan menerima pinjaman dari bank dalam jumlah besar. Maka itu, Liem membutuhkan mitra pribumi untuk mendapatkan pinjaman besar dari bank.

Selain itu, setelah Soeharto menjadi presiden, ia mengubah namanya menjadi Soedono Salim yang artinya satu dari tiga bersaudara yang punya banyak modal. GOSIPNYA SOE artinya baik, DONO artinya dana, SA artinya tiga, LIM diambil dari kata liem.

Pada tahun 1969 Liem bersama dengan Group of Seven mengubah CV Waringin menjadi PT Waringin Kentjana. Ia menjabat sebagai chairman, Sudwikatmono sebagai CEO, Djuhar dan Risjad menjadi managing director. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan hasil bumi seperti kopi, lada, karet, kopra, tengkawang, gula dan beras. Pada 7 Agustus 1970 ia bersama dengan Sudwikatmono, Ibrahim Risjad, dan Djuhar Sutanto yang lebih dikenal sebagai The Gang of Four, mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari di Cilincing, Tanjung Priok, Jakarta Utara yang luasnya 33 hektare dengan modal pinjaman dari pemerintah.

Para anggota Group of Seven menikmati 'koneksi' ini. Yang paling menonjol adalah Sudwikatmono yang mendapat hak monopoli film dan mendirikan Cinema 21, serta mendirikan Grup Hanurata bersama Sigit (anak Soeharto) dan Indra Rukmana (menantu Soeharto) untuk memungut royalti atas tiap kayu yang ditebang di Indonesia. Sudwikatmono juga berkiprah di bisnis eceran (Golden Truly), industri kimia, dan perbankan (Bank Surya dan Bank Subentra).

Tahun 1971 ia mendirikan PT Central Sole Agency sebagai agen mobil Volvo. Pabrik Bogasari di Tanjung Priok mulai beroperasi pada tanggal 29 November 1971. Tanggal 10 Juli 1972 pabrik Bogasari di Tanjung Perak, Surabaya seluas 3,3 hektare diresmikan. Saat ini total kapasitas produksi tepung kedua pabrik itu mencapai 3,2 juta ton per tahun. Pada Januari 1977 Bogasari mendirikan divisi tekstil yang memproduksi kantong terigu di Citeureup, Bogor.

Tahun 1975 The Gang of Four mendirikan pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. GOSIPNYA pabrik itu memonopoli semen di Indonesia. The Gang of Four lalu bekerjasama dengan Ciputra mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Kentjana. Tahun 1979 (GOSIP lainnya bilang tahun 1982) ia mendirikan PT Sarimi Asli Jaya yang memproduksi mi instan merek Sarimi. Pada awalnya Sarimi tidak laku, tapi setelah membeli lisensi Indomie dari Jangkar Sakti Grup, mi instan milik Salim Grup perlahan merebut pangsa pasar Supermi (yang didirikan tahun 1968 dan pelopor mi instan di Indonesia) hingga akhirnya berhasil membeli saingannya tersebut tahun 1986. GOSIPNYA Bogasari memonopoli terigu sehingga seluruh perusahaan mi jatuh ke tangannya.

Sejak tahun 1981, Bogasari mulai membuka Bogasari Baking Center (BBC) di Jakarta dan mulai berekspansi ke seluruh Indonesia yang hingga kini sudah memiliki 16 cabang, menyusut dari jumlah total 23 buah (BBC di kota Bandar Lampung, Denpasar, Samarinda, Semarang, Solo, Sukabumi, Yogyakarta ditutup karena sepi peminat).

Pada tahun yang sama ia mendirikan PT Indomobil yang menjadi agen mobil Suzuki, Hino dan Mazda. Tahun 1984, kekayaannya ditaksir mencapai 7 milyar Dolar AS. GOSIPNYA Jumlah tersebut sama dengan keseluruhan uang yang beredar di Indonesia ketika itu.

Tahun 1985 ia mendirikan pabrik semen Tridaya Manunggal Perkasa di Cirebon dan menggabungkan PT Semen Madura, PT Perkasa Asano Abadi, PT Perkasa Krida Hasta, PT Perkasa Sabda Karya menjadi PT Indocement Tunggal Prakarsa. Tahun 1987 ia mendirikan PT Cold Rolling Mill di Cilegon yang memproduksi lembaran baja tipis. Tahun 1990 ia mendirikan PT Panganjaya Intikusuma.

Sejak tahun 1991 Bogasari mengoperasikan pabrik pasta yang menghasilkan spaghetti dan macaroni. Produk-produk pasta itu dijual dengan merek Bogasari dan La Fonte. Pada 28 Juli 1992, PT Bogasari Flour Mills berubah menjadi PT Indocement Tunggal Prakarsa Bogasari Flour Mills, dengan menjadi divisi makanan dari perusahaan semen.

Tahun 1992 ia menyerahkan Salim Group pada anaknya Anthoni Salim dan Harlim Exstrada. Tahun 1994 PT Panganjaya Intikusuma melakukan merger dengan PT Sanmaru, PT Pangan Jaya Abadi, PT Karyapangan Inti Sejati, PT Lambang Insan Makmur, PT Sarimi Asli Jaya sehingga berubah menjadi PT Indofood Sukses Makmur.

Kebijakan pemerintah membuat banyak lahirnya industri penggilingan tepung terigu baru, sehingga pada 30 Juni 1995 PT Indocement Tunggal Prakarsa Bogasari Flour Mills diakuisisi kembali lewat PT Indofood Sukses Makmur yang lalu berubah menjadi PT Indofood Sukses Makmur (ISM) Bogasari Flour Mills.

Selain tepung terigu, PT ISM Bogasari Flour Mills juga menghasilkan produk sampingan hasil dari sisa olahan penggilingan gandum berupa bran, pollard, pellet, dan industrial flour. Bran dan pollard diolah menjadi pellet untuk pakan ternak sedangkan industrial flour pada umumnya dijadikan lem di industri kayu lapis.

Tahun 1995 bersama dengan Agung Laksono, Salim Group mendirikan Indosiar. Tahun 1997 Indonesia terkena krisis moneter yang membuat presiden Soeharto lengser dan bisnisnya pun mulai goyang. Ia juga terpaksa tinggal di Singapura karena rumahnya di Gunung Sahari VI no. 12, Jakarta dijarah massa pada 14 Mei 1998.

Tahun 2006 ia dinobatkan oleh Forbes sebagai orang terkaya ke 10 di Indonesia dengan kekayaan 800 juta Dolar AS. Kini kerajaan bisnis Salim Group dipercayakan pada anaknya, Anthoni Salim, dan menantunya, Franciscus Welirang yang telah menjabat sebagai direktur Indofood sejak tahun 1992.

Eva Riyanti Hutapea
lahir 26 Desember 1952 di Jakarta

Anthoni Salim (Liem Fung Seng / Liem Hong Sien)
lahir 25 Oktober 1949

 Franciscus Welirang
lahir 9 November 1951 di Padang, Sumatra Barat
istri: Mira Salim

MEREK-MEREK PRODUK NESTLE DI INDONESIA
-Permen dan Coklat: Fox's, Polo, Milo, Kit Kat
-Minuman: Nescafe, Coffee Mate, Nestea, Nesfruta, Bear Brand
-Nutrisi Anak: Dancow, Cerelac
-Nutrisi: Nutren, Peptamen
-Susu Kental: Carnation, Cap Nona
-Sereal: Fitnesse, Koko Crunch, Corn Flakes, Milo Balls, Honey Stars, Cookies Crisp, Honey Gold Flakes

GOSIP ANTHONI SALIM
Sebelum krisis moneter 1998, Salim Group adalah perusahaan raksasa di Indonesia dengan aset 10 milyar Dolar AS. Saat krisis terjadi, para nasabah ramai-ramai menarik uang mereka sehingga BCA pun tumbang dan masuk pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BCA terpaksa memakai BLBI yang mengakibatkan hutang hingga Rp. 52,6 trilyun dan membuat sahamnya diambil alih 92,8% oleh BPPN.

Eva Riyanti Hutapea, istri dari Deputi Gubernur BI Bun Bunan Hutapea dan alumni Fakultas Ekonomi UI 1973, yang telah bergabung dengan Indofood sejak 1994, diangkat menjadi direktur untuk menyelamatkan ISM. Langkah pertamanya adalah melaksanakan perintah atasan untuk menjual setengah saham ISM pada QAF Limited, sebuah perusahaan roti Singapura dengan merek Gardenia yang 67% sahamnya masih dimiliki olehnya.

Tahun 2000 BCA dianggap telah pulih dan diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonesia. BCA lalu menjadi perusahaan publik. Penawaran Saham Perdana (IPO) berlangsung di tahun 2000, dengan menjual 22,5% saham ke publik. Setelah IPO, BPPN masih menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. BPPN kembali menjual 10% sahamnya ke publik pada tahun 2001 sehingga tersisa 60,3%. Tahun 2002, 51% saham milik BPPN dibeli Grup Djarum. Pada tahun 2004 dan 2005 BPPN melepas semua sisa sahamnya pada publik.

Tahun 2003, Eva berhasil membuat ISM stabil dengan pendapatan Rp. 18 trilyun. Setelah mendapat surat keterangan lunas dari ketua BPPN pada Maret 2004, Anthoni diangkat menjadi direktur ISM pada bulan Juni 2004.

Meski melunasi seluruh utangnya, Anthoni harus melepas beberapa perusahaannya, yaitu:
-PT Indocement Tunggal Prakarsa (65% sahamnya dimiliki Heidelberg Cement AG yang menjadi 51% tahun 2009)
-PT Bank Central Asia (51% sahamnya dimiliki Grup Djarum)
-PT Indomobil Sukses Internasional (52,3% sahamnya dimiliki PT Cipta Sarana Duta Perkasa dan 17,7% dimiliki PT Tritunggal Intipermata)
-PT Salim Ivomas Pratama (70% sahamnya dimiliki PT Guthrie Pecconina Indonesia)
-PT Indosiar Visual Mandiri (49% sahamnya dimiliki PT TDM Asset Management yang menjadi 29% tahun 2010)
-PT Sugar Group (dibeli oleh PT Garuda Panca Arta).

Ia mempertahankan PT Indofood Sukses Makmur dan PT Bogasari Flour Mills yang merupakan produsen mi instan dan terigu terbesar di dunia. Untuk mendongkrak penjualan mi instan, ia menggandeng perusahaan asal Swiss, Nestle, yang membuahkan PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia. Pendirian perusahaan tersebut menghabiskan dana Rp. 50 milyar dimana masing-masing pihak menyetor setengahnya. Bogasari ada­lah satu dari empat produsen terigu dengan omzet Rp. 5 trilyun per tahun. Tiga lainnya adalah PT Sriboga Ratu Raya di Semarang, PT Panganmas Inti Persada di Cilacap, dan PT Berdikari di Makassar. GOSIPNYA kini Bogasari menguasai 70% pangsa pasar terigu di Indonesia.

Tahun 2015 Anthoni berada di peringkat ke 3 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes dengan kekayaan 5,4 milyar Dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.