Keluarga Karjono

Martinus Sunu Susatyo (paling kiri), Retno Pratiknyo Siwi (ketiga dari kiri), Antonius Karjono (tengah), Theresia Alit Widyasari (ketiga dari kanan), Bertolomeus Saksono Jati (paling kanan)

KELUARGA
Antonius Karjono lahir 10 Mei 1949 di Yogyakarta
istri: Retno Pratiknyo Siwi

Anak:
1. Martinus Sunu Susatyo
lahir 8 Maret 1979 di Jakarta

2. Bertolomeus Saksono Jati
lahir 29 September 1980 di Jakarta
istri: Tiara Rantiny
anak: Gavin Milano dan Chelsea London

3. Theresia Alit Widyasari
lahir 19 Desember 1982 di Jakarta
meninggal 8 November 2018 di Jakarta

USAHA
-DeJons Cafe (Maret 2003-Februari 2006)
-DeJons Burger (Februari 2006-Mei 2015)
-Eat Happens (Mei 2015-2020)
-Bebek Ginyo (Mei 2007-2020)

USAHA MBV
-Bakso Kemon didirikan Agustus 2017
-Co Choc didirikan 28 Maret 2018
-Absolutea didirikan 2021

USAHA MBV BERSAMA KULO GROUP
-Xi Bo Ba Bubble Tea didirikan 26 September 2019
-Xiji Street Snack didirikan 20 Maret 2020
-Mo Tahu Aja didirikan 30 September 2020
-Ela! Greek Doughnuts didirikan 20 Mei 2021

GOSIPNYA
Sejak pensiun dari sebuah perusahaan penerbitan, Antonius Karjono lebih pasif dan hanya menjadi penasihat bisnis serta investor bagi ketiga anaknya. Martin sering sekali gagal dalam bisnis. Setelah bekerja sebagai General Purpose Attendant di kapal pesiar milik Holland America Line, pernah menjajal bisnis sapi potong yang didatangkan dari Solo. Akan tetapi, gagal karena ditipu relasi dagangnya. Setelah itu ia mencoba usaha menjadi distributor rokok dan lagi-lagi kena tipu. Ia lalu berbisnis tambak udang dan bandeng di Rengasdengklok. Usaha ini pun tekor karena tambaknya dipanen duluan oleh orang di sekitar tambak.

Berto belajar bisnis dari kakaknya. Ketika SMP, Martin berjualan stiker dengan banderol tulisan Rp. 2.000 di meja kelas, padahal modalnya hanya 200. Sejak itu Berto ketagihan karena merasa mendapat uang sangat mudah.

Berto sering mengikuti seminar bisnis, salah satunya Purdi E. Chandra yang mengatakan bisnis itu seperti masuk ke kamar mandi. Kalau kita mau mandi biasanya langsung masuk saja kemudian secara otomatis di dalam kamar mandi tersebut mulai gosok gigi, sabunan, keramas semua berjalan tanpa di pikir.

Hal itu membuatnya sering berbisnis tanpa rencana apalagi sistem. Salah satunya adalah martabak yang ia mulai karena ayahnya sering membeli martabak di Bekasi yang begitu ramai oleh pembeli. Ia lalu berjualan di depan Superindo Pulomas. Beruntung ada yang menawarkan teman tukang martabak langganannya dan teman kuliahnya menawarkan diri menjadi pengantar.

Usahanya begitu ramai, tapi sisa uangnya tiap hari hanya sekitar 15-20 ribu, itupun belum dipotong biaya sewa lokasi. Setelah 6 bulan, karena tidak mendapat cukup profit, ia berpikir biaya sewa terlalu mahal sehingga memutuskan pindah berdagang kaki lima di Jatibening, Bekasi. Ia harus berhadapan dengan preman dan diperas karena ia berjualan sebagai kaki lima. Meski usahanya kembali ramai tapi tetap saja uang yang diterima hanya sedikit. Ia lalu mencoba belanja bahan sendiri dan baru sadar ia ditipu oleh juru masaknya.

Setelah juru masaknya mendadak minta pulang kampung dan menghilang 2 bulan, juru masaknya mendadak muncul berjualan martabak di lokasi yang tak jauh dengannya di Jatibening. Ketika Berto menemuinya, ia dipukuli oleh preman setempat karena ternyata juru masaknya bekerjasama dengan preman tersebut.

Suatu saat tetangganya menawari MLM Amway dan kedua orangtuanya bergabung. Mulanya ia menolak tapi dijebak oleh orangtuanya hingga ikut ke sebuah seminar Amway dan langsung bergabung dengan Amway. GOSIPNYA Berto kebablasan dan berpindah-pindah MLM hingga 26 perusahaan, termasuk Tianshi.

Pada Maret 2003 Martin mengontrak sebuah tempat bekas sebuah warung steak yang sudah tutup di Tebet untuk dibuat kafe kecil bernama DeJons Cafe. Pengelolaan diserahkan pada sang ibu. Ternyata bisnis sangat sepi.

Setelah bosan dengan MLM, Berto menjadi agen asuransi Prudential hingga suatu waktu temannya mengajaknya membuka distribution store (distro). Mereka patungan masing-masing 7 juta Rupiah untuk mendirikan Bloop di Pondok Kelapa, Jakarta. Lokasi itu dipilih karena ada 2 sekolah besar. Ternyata anak-anak sekolah itu hanya lewat dan nongkrong.

Ia lalu menceritakan hal ini pada ayahnya dan sebuah tempat kecil di sebelah DeJons Cafe pun disewa. Dengan biaya sewa 21 juta dan renovasi toko 30 juta, distro Bloop baru pun dibuka. Masalah kekurangan produk sejak di Pondok Kelapa masih belum beres sehingga diundanglah teman-teman yang memiliki bisnis baju kecil-kecilan.

Terkumpul lebih dari 30 orang yang datang tapi esok harinya mereka hanya membawa tidak lebih dari 6 produk, bahkan ada yang tidak membawa produk karena sistemnya preorder. Tokonya langsung ia tutup karena tidak punya barang. Martin dan Widya mengusulkan membeli dari Bandung. Dengan bekal 2,5 juta mereka lalu membeli baju Ouval Research, Airplane dan Cosmic.

Meski hanya mendapat sedikit barang, toko kembali dibuka dan area display diperkecil dengan ditutup triplek agar toko terlihat penuh. Untuk meningkatkan penjualan, sejumlah teman artis sinetron sering diajak Martin untuk nongkrong di distro, seperti Natalie Sarah, Nirina Zubir, hingga Peggy Melati Sukma. Alhasil, orang-orang yang berkunjung ke distronya sering menjumpai para artis tersebut.

Ternyata respons pembeli sangat baik dan bisnis berkembang pesat. Kabar dengan cepat menyebar dari mulut ke mulut dan dengan cepat membuat bisnis berkembang cepat sehingga pada September 2003 PT Endorsindo Makmur Selaras didirikan untuk menaungi distro.

Setelah itu mereka meminjam uang ke Bank untuk beli rumah di sebrang Bloop. Rumah itu lalu dirombak dan dibuat distro baru bernama Endorse karena toko Bloop yang kecil sudah tidak dapat menampung konsumen. Tahun 2004 distro Endorse dibuka. Setelah itu Bloop dipindahkan ke Tebet Utara Dalam yang lebih luas tapi sepi sekali meski perlahan-lahan meningkat.

Pada 2005 di sepanjang jalan Tebet Utara Dalam yang panjangnya sekitar satu kilometer, tampak kemacetan tiap akhir pekan. Masyarakat berbondong-bondong ke sana untuk belanja dan makan siang. Sebagian juga kongkow karena banyak artis di sana.

Saat itu harga sebuah kaus baju dibanderol Rp. 75-200 ribu. Satu gerai bisa menjual sekitar 500 potong kaus/hari, belum termasuk omset distributor dari luar daerah yang membeli putus baju-baju mereka. GOSIPNYA mencapai 5.000 potong per bulan. Menjelang Lebaran omzet naik 3-4 kali lipat.

Popularitas Bloop dan Endorse pun mulai tercium di lingkungan rumah produksi, seperti MD Entertainment, Avant Garde, Sinemart, hingga Extravaganza Trans TV yang bekerja sama dengan Bloop dan Endorse.

Martin menggandeng para penyanyi juga secara pribadi. Beberapa artis Indonesian Idol, seperti Ichsan dan Dirly disponsorinya. Grup band seperti Ada Band, Peterpan, Naif dan Nidji, memakai juga produk distronya. Ada sekitar 150 potong pakaian setiap bulan dialokasikan untuk promosi.

Setiap bulan ada sekitar 300-500 potong kaus yang disalurkan lewat agen tunggal Bloop dan Endorse di Malaysia dan Singapura. Pembeli asing ini diduga mengenal produk dari TV yang menampilkan acara musik sejumlah band yang mereka sponsori. Setelah itu muncul 9 distro pesaing yang awalnya dikira akan mengambil pangsa pasar, tapi justru malah meningkatkan omzet 2 kali lipat.

Ketiga anak Anton memiliki kepiawaian masing-masing. Martinus piawai perihal pengadaan barang dan pemasaran, Bertolomeus piawai perihal produksi, dan Theresia piawai perihal pemilihan desain pakaian.

Melihat rekan-rekan supplier mendapatkan hasil yang besar dari toko Bloop (30-100 juta) membuat Berto ingin membuat merek Babo untuk menuangkan ide pribadinya. Idenya ditolak Martin dan Widya karena desainnya dianggap kurang bagus.

Ia tetap mencobanya dan benar saja tidak laku. Ia lalu memakai jurus Purdi E. Chandra yaitu BOTOL (Berani Optimis Tenaga Orang Lain)  dan BODOL (Berani Optimis Duit Orang Lain). Ia memakai tenaga orang lain untuk mendesain Babo dan memakai uang investor untuk menyokong Babo lebih besar lagi.

Pada Februari 2006 DeJons Cafe yang sepi lalu diganti menjadi Dejons Burger dengan modal 150 juta Rupiah karena saat itu burger sedang tren. Dalam sehari, sekitar 500 burger terjual, bahkan akhir pekan bisa lebih dari 1.000 burger laku terjual.

Dulu cita-cita Anton adalah membuka rumah makan soto tapi pikirannya berubah saat ia bersama dua anaknya berkunjung ke Surabaya. Di sana ia menanyakan ke beberapa orang menu apa yang paling favorit di kota itu. Ternyata nasi bebek. Ia juga menanyakan restoran mana yang paling enak. Ia lalu dibawa ke salah satu restoran nasi bebek di kawasan Perak Surabaya. GOSIPNYA ia dibawa ke Nasi Bebek Cak Yudi yang berdiri sejak 1983.

Ia lalu melontarkan ide membuka nasi bebek di Jakarta. Butuh waktu setahun bagi Anton dan anak istrinya untuk menemukan resep yang pas. Ketiga anaknya juga ditugaskan untuk menemukan tukang masak bebek paling mahir yang dapat dipekerjakan. Anton lalu mendapat 3 juru masak dimana 2 diantaranya sudah ahli masak bebek. Menu yang dipilih untuk jadi hidangan utama adalah bebek bakar, bebek goreng, sambal balado, sambal ijo, dan kremes. 

Bebek Ginyo dibuka di Tebet pada Mei 2007. Teman artis Martin dimanfaatkan untuk promosi, seperti Indra Birowo, Vira Yuniar, Teuku Ryan, Kerispatih dan lainnya, yang diundang saat pembukaan gerai. Sejak dibuka, resto tidak cukup menampung tamu saking ramainya. Area lalu diperluas dari kapasitas 60 menjadi 100 orang. Harga satu porsi bebek dijual Rp. 14 ribu. Satu bebek dipotong menjadi empat bagian untuk menjadi 4 porsi. GOSIPNYA dalam sehari pengunjung mencapai sekitar 800-1.000 orang.

Pada tahun 2009 usaha mengalami penurunan omzet karena orang sudah sering datang langsung ke Bandung sejak tol Cipularang dibuka pada akhir April 2005. Saat itu mereka berutang sekitar 11 milyar Rupiah untuk modal pengembangan usaha. Beberapa aset terpaksa dijual untuk menutupi utang ke bank. Mereka juga harus meyakinkan investor bahwa bisnis mereka masih bisa tetap bertahan.

Untuk meyakinkan investor, tahun 2010 distro Urbie di Jatiwaringin, Bekasi, dibuka sehingga ada lima merek utama: Bloop, Endorse, Major, Babo, dan Urbie.

Pada tahun 2013, Widya yang terlalu keras bekerja menderita autoimun. GOSIPNYA ia bahkan bisa tidur jam 6 pagi dan bangun lagi jam 7 pagi untuk bekerja. Widya meninggal dunia pada 8 November 2018.

Tahun 2013 Berto mendirikan sekolah bisnis bernama SB1M yang merupakan singkatan dari Sekolah Bisnis 1 Milyar. Selain membantu biaya pengobatan Widya, Bloop dan Endorse pun digabung agar biaya lebih efisien menjadi Bloopendorse.

Pada Mei 2015 DeJons Burger tutup permanen dan diganti jadi Eat Happens, tempat nongkrong anak muda bernuansa industri. Ketika pandemi melanda dan memukul perekonomian, Eat Happens dan Bebek Ginyo terkena dampak dan tutup permanen pada pertengahan tahun 2020.

Martinus Sunu Susatyo (kiri) dan Michael Marvy Jonathan (kanan)

Martin memilih membuka usaha kuliner baru pada Agustus 2017. Bekerjasama dengan Michael Marvy Jonathan, ia mendirikan Mitra Boga Ventura (MBV) untuk menaungi merek: Bakso Kemon, Co Choc, dan Absolutea. MBV juga bekerjasama dengan Kulo Group mendirikan Xi Bo Ba, Xiji, Mo Tahu Aja, dan Ela! Greek Doughnuts.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.