Daniel Nugroho Setiabudhi
lahir 16 Februari 1934 di Purworejo, Jawa Tengah
meninggal 9 September 2020 di Ambarawa, Jawa Tengah
istri: Ida Nursanty, Dra, Apth (almarhum)
lahir 12 Desember 1935 di Juwana, Jawa Tengah
ayah: Goei Ging Giem (almarhum)
ibu: Yap Ien Nio (almarhum)
anak:
1. Elisabeth Mady Kristiwijani Setiabudhi
lahir 5 Desember 1968
menantu: Arief Honggowijoyo Kusmadi
cucu: Jason Nathaniel Kusmadi, Emily Giovanna Kusmadi
2. Maria Ratnawati Setiabudhi
lahir 11 Maret 1970
menantu: Ariawan Koeswanto (Harry Timothy Kho)
cucu: Daven Harrison Kho, Benjamin Elliot Kho
3. Johana Juniarti Setiabudhi
lahir 24 Juni 1971
menantu: Sandy Purwo
cucu: Jeremy Purwo, Natalie Purwo
CABANG USAHA
-Bandeng Juwana Elrina (berdiri 3 Januari 1981)
Jl. Pandanaran 57, Semarang
-Dyriana Bakery (berdiri 21 April 1986)
Jl. Pandanaran 61, Semarang
-Elrina Restaurant (berdiri 10 Desember 1994)
Jl. Pandanaran 83, Semarang
-Dyriana Bakery & Cafe (berdiri 5 Desember 2001)
Jl. Pandanaran 51A, Semarang
-Waroeng Bandeng Juwana Elrina (berdiri 17 Desember 2007)
Jl. Pandanaran 57, Semarang
-Dyriana Bakery Ngaliyan (berdiri 5 Maret 2009)
Jl. Raya Ngaliyan, Ruko Wahyu Utama 164A, Semarang
-Bandeng Juwana Elrina Pamularsih (berdiri 1 Oktober 2013)
Jl. Pamularsih 70, Semarang
-Bandeng Juwana Elrina Ngaliyan (berdiri 21 April 2017)
Jl. Prof. Dr. Hamka 41, Semarang
GOSIPNYA
Daniel lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta tahun 1969. Sejak 1970 hingga 1990 ia menjabat sebagai kepala Rumah Sakit Kusta Keled dan Tugurejo di Semarang. Tahun 1978 ia berkunjung ke Jakarta dan melihat sebuah toko roti bernama Holland Bakery yang begitu ramai oleh pembeli sehingga ia bercita-cita mendirikan toko roti di Semarang. Karena terkendala modal, ia mengurungkan niatnya.
Tahun 1980 ia mengamati sekeliling rumahnya di Jalan Pandanaran 57, Semarang dan melihat tujuh toko yang menjual bandeng di kawasan itu cukup ramai pembeli. GOSIPNYA dengan modal awal 400 ribu ia mulai membuka usaha bandeng presto.
Ia dan istrinya bereksperimen selama tiga bulan untuk menemukan resep bandeng duri lunak yang pas. Setiap hari ia memasak 1-1,5 KG bandeng yang hanya diberikan gratis kepada teman-temannya agar mendapat saran atau kritikan. GOSIPNYA istri dan anaknya makan ikan bandeng setiap hari selama tiga bulan.
Setelah merasa yakin, pada 3 Januari 1981 ia membuka usaha bandeng di teras rumahnya. Warung kecil itu dibuat di depan ruang praktek dokternya. Nama Juwana dipakai karena istrinya berasal dari Juwana yang terkenal dengan kualitas bandeng yang bagus. Ketika ia akan mematenkan mereknya, ia ditolak karena namanya dianggap nama kota sehingga ia menambahkan nama Elrina yang merupakan singkatan ketiga putrinya: ELisabeth maRIa johaNA.
Hari pertama berjualan, hanya laku tiga ekor. Meski banyak yang pesimis, ia dan istrinya yakin bandeng mereka akan laku. Instingnya benar. Perlahan pelanggan mulai berdatangan. Pasien-pasiennya pun ikut membeli bandeng. Warung kecil itu perlahan tidak mampu menampung barang dagangan. Ruang tunggu pasien makin terdesak oleh barang dagangan sehingga praktek dokternya pindah di belakang. Ia lalu meminjam uang dari teman kontraktornya untuk membangun toko kecil seluas enam meter persegi.
Selain itu karena Semarang bukan kota wisata tetapi kota transit, ia membuka tokonya lebih awal dibanding toko lain dan menutup tokonya lebih akhir. Perlahan Semarang tidak hanya dikenal sebagai kota lumpia, tapi juga kota bandeng.
Setelah bisnis bandengnya dianggap stabil, ia meminjam modal dari Bank Bapindo untuk mewujudkan mimpinya membuka toko roti. Ia memberi nama tokonya Dyriana yang juga diambil dari nama ketiga putrinya: maDY maRIa johANA.
Tahun 1994 ia mendirikan Elrina Restaurant di Jl. Pandanaran nomor 83 untuk mengatasi masalah kesulitan parkir di toko utamanya. Seiring bertambahnya cabang, inovasi pun terus dilakukan sehingga saat ini ada sekitar 60 varian makanan yang berbahan dasar ikan bandeng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.