Sukanto Tanoto

Sukanto Tanoto (Tan Kang Hoo / Chen Jiang He 陈江和)
lahir 25 Desember 1949 di Belawan, Medan, Sumatra Utara

ISTRI





















Tinah Bingei Tanoto lahir 7 Juni 1953 di Binjai, Sumatra Utara

ANAK
Andre Tanoto (kedua dari kiri, baju biru) lahir 8 Mei 1981


Imelda Tanoto lahir 16 September 1982


Belinda Tanoto lahir 7 Agustus 1985


Anderson Tanoto lahir 1989

PENDIDIKAN
- 1955-1960: SD di Belawan
- 1961-1963: SMP di Medan
- 1964-1966: SMA di Medan
- 1980: Indonesia Executive Management Program, Insead, Fontainebleau, Prancis
- 1982: Harvard Business School, AS
- 2001: Wharton Fellows Program

USAHA
- PT Raja Garuda Mas
- PT Bina Sarana Papan
- PT Overseas Lumber Indonesia
- PT Gunung Melayu
- PT Inti Indosawit Sejati
- PT Inti Indorayon Utama
- PT Saudara Sejati Luhur

USAHA DI LUAR NEGERI
- National Development Corporation Guthrie di Filipina
- Electro Magnetic di Singapura

GOSIPNYA
Sukanto Tanoto lahir dari keluarga yang keras. Pernah suatu ketika ia bermain di tepi laut tanpa izin dan berbohong pada ibunya ketika pulang sehingga ia dipukuli dengan rotan. Ayahnya, Amin Tanoto adalah seorang imigran dari kota Putian, provinsi Fujian. Pada tahun 1966 ia terpaksa berhenti sekolah setelah sekolah Tiongkok pada waktu itu ditutup oleh rezim Orde Baru. Dia tidak dapat meneruskan sekolah ke sekolah nasional karena ayahnya masih berkewarganegaraan Tiongkok.

Tahun 1967 ayahnya sakit stroke dan meninggal secara mendadak. Sulung dari tujuh bersaudara ini lalu mengambil alih tanggung jawab keluarga. Ia meneruskan usaha orangtua berjualan minyak, bensin, dan peralatan mobil, suatu pekerjaan yang tak asing baginya karena sepulang sekolah ia biasa membantu orangtuanya sambil membaca buku.

Tahun 1969 ia pindah ke Medan dan berdagang onderdil mobil lalu mengubah usaha itu menjadi general contractor and supplier. Suatu ketika, datang Sjam, seorang pejabat Pertamina dari Aceh. Ia tidak tahu Sjam adalah seorang pejabat. Ia lalu ditawari kerjasama di bidang kontraktor. Ia lalu membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor di Pangkalan Brandan dan membuat lapangan golf di Prapat. Untuk mencari bahan bangunan, ia sampai pergi ke Lampung.

Ia sangat gemar membaca dan bercita-cita menjadi dokter dan hal tersebut membuatnya menjadi tekun. Ia belajar bahasa Inggris kata demi kata menggunakan kamus bahasa Tiongkok – Inggris sehingga akhirnya mampu mengikuti sekolah bisnis di Jakarta pada pertengahan tahun 1970.

Pada saat terjadi krisis minyak di tahun 1972 yang menyebabkan harga minyak dunia melambung, ia meraup untung besar dari Pertamina. Pada tahun yang sama kayu lapis impor dari Singapura menghilang di pasaran sehingga ia mendirikan perusahaan kayu CV Karya Pelita di Medan. Tahun 1973 Indonesia menjadi pengekspor kayu log ke Jepang dan Taiwan untuk diolah menjadi plywood, sebelum diimpor kembali ke Indonesia dengan harga yang mahal. Ia lalu memproduksi kayu lapis karena saat itu belum ada yang membuat kayu lapis dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT Raja Garuda Mas (RGM). Kayu lapis bermerek Polyplex itu diekspor ke berbagai negara Uni Eropa, Britania Raya dan Timur Tengah.

Pada tahun 1980 belum ada orang membuka perkebunan swasta besar-besaran, dan lagi-lagi ia membuka perkebunan kelapa sawit dengan mendirikan PT Inti Indosawit Sejati di Sumatra. Tahun 1983 ia mendirikan PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang bergerak di bidang reboisasi menghasilkan bubur kertas, kertas, rayon, serta memasok bibit unggul pohon pembuat bubur kertas di dalam negeri. Kehadiran IIU sempat ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup karena Danau Toba tercemar oleh limbah bubur kertas sehingga IIU sempat ditutup.

Tahun 1986-1987 ketika United City Bank mengalami kesulitan keuangan, ia mengambil alih mayoritas sahamnya dan memberi nama baru: Unibank. Di Medan, ia merambah bidang properti dengan membangun Uni Plaza dan Thamrin Plaza. Tidak hanya dalam negeri, ia melebarkan sayap ke luar negeri dengan ikut memiliki perkebunan kelapa sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, Electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di Cina (yang telah dijual untuk memperbesar PT Riau Andalan Pulp And Paper).

Tahun 1995 ia lalu membuka Hutan Tanaman Industri dan mendirikan pabrik bubur kertas PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) yang GOSIPNYA adalah yang terbesar di dunia. Karena krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, RAPP baru jadi tahun 2001. Bersama lembaga swadaya masyarakat di sekitar pabriknya, ia membuat program pengembangan komunitas untuk penduduk setempat. Menurutnya mengajari memancing lebih baik dibanding memberi ikan.

Sejak 1997 ia memilih tinggal di Singapura bersama keluarganya dan menjadikannya sebagai kantor pusat perusahaan meski tetap memegang kewarganegaraan Indonesia. Pria yang hobi main snowski dan musik klasik serta menguasai bahasa Mandarin dan Inggris ini juga sangat senang belajar. Ia sering cuti untuk mengikuti kursus.

Kini RGM memiliki jumlah karyawan lebih dari 50.000 orang yang tersebar di seluruh dunia dengan total aset lebih dari 15 milyar Dolar AS yang meliputi empat bidang bisnis:
-pulp and paper (APRIL dan Asia Symbol)
-agro industry (Asian Agri dan Apical)
-dissolving wood pulp & viscose staple fiber (Bracell dan Sateri)
-energy resource development (Pacific Oil & Gas)

Tahun 2015 ia berada di peringkat orang terkaya ke-9 di Indonesia versi Forbes dengan kekayaan 2,1 milyar Dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.