Trihatma Kusuma Haliman

USAHA
-Agung Podomoro Group Projects
*Landed House: Bukit Mediterania Samarinda, Jl. MT Haryono – Rawa Indah, Kalimantan Timur

*Apartment
+Aston Marina Mediterania Residences, Jl. Lodan Raya 2A Ancol Barat, Jakarta Utara
+The Peak At Sudirman, Jl.Setiabudi Raya 9, Jakarta Selatan

*Mixed Use
+Kalibata City, Jl. Kalibata Raya 1 Jakarta Selatan
+Seasons City, Pusat Bisnis Latumenten 33 Jakarta Barat
+CBD Pluit Apartment, Jl. Pluit Selatan Raya 1 Jakarta Utara
+Blok M Square, Jl. Melawai V Jakarta Selatan
+Blok B Tanah Abang, Jl.Fachrudin No. 78, 80, 82 Tanah Abang, Jakarta Pusat
+Braga Citywalk, Jl. Braga 99–101 Bandung
+Thamrin City, Jl. K.H. Mas Mansyur, Jakarta Pusat

-Agung Podomoro Land Projects
*Landed House
+Grand Taruma, Jl. Tarumanagara Kav. 8, Arteri Tol Karawang Barat, Sukamakmur, Telukjambe, Karawang
+Green Permata Residences, Jl. Permata Mediterania Raya, Jakarta Barat

*Apartment
+The Lavande Residences, Jl. Prof. Dr. Soepomo, 231, Jakarta Selatan
+Gading Nias Residences, Jl. Pegangsaan Dua 3 Kelapa Gading, Jakarta Utara
+Madison Park, APL Tower Ground Floor Jl. S. Parman Kav. 28, Jakarta Barat
+Parahyangan Residences, Jl. Ciumbuleuit 125 Bandung
+Metro Park Residences, JL. Pilar Mas Raya Kav. V Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta

*Mixed Use
+Plaza Kenari Mas, JL. Kramat Raya 101, Jakarta Pusat
+Podomoro City, Jl. Letjen S. Parman Kav. 28 Jakarta Barat
+Central Park, Podomoro City, Jl. Letjen S. Parman Kav. 28 Jakarta Barat
+APL Tower, Jl. Letjen S. Parman Kav. 28 Jakarta Barat
+Senayan City, Jl. Asia Afrika, Lot. 19, Jakarta
+Kuningan City, Jl. Prof Dr. Satria Kav 18, Jakarta
+Festival City Link, Jl. Peta 241 Bandung
+Green Lake Sunter, Jl Danau Sunter Selatan Blok M1, Jakarta
+Lindeteves Trade Center, Jl. Hayam Wuruk 127, Jakarta
+Vimala Hills, Jl. Puncak Raya, Simpang Gadog, Bogor
+The Plaza Balikpapan, Jl. Jend. Sudirman 1, Balikpapan
+Green Bay Pluit, Jl. Pluit Karang Ayu B1 Utara, Jakarta Utara
+Borneo Bay Residences, Jl. Jendral Sudirman 1, Balikpapan
+Podomoro City Deli, Jl. Putri Hijau / Guru Patimpus 1 OPQ Medan
+Baywalk Mall, Jl. Pluit Karang Ayu B1 Utara, Jakarta Utara
+Orchard Park Batam, Jl. Engku Putri, Batam
+SOHO At Podomoro City, Jl. Letjen S. Parman Kav. 28 Jakarta Barat
+SOHO Pancoran, Jl. M.T. Haryono Kav. 2-3, Pancoran, Jakarta Selatan
+Harco Glodok, Komplek Pertokoan Ruko Glodok Makmur No. 3,4,6 Harco Glodok, Jakarta Barat

GOSIP AYAHNYA
Anton Haliman (Thong Sit Lim) lahir 5 Juli 1926 di Jakarta. Ia sekolah di Pei Ing, Kebayoran Lama, Jakarta pada tahun 1935. Ia lalu meneruskan sekolah di Kwang Jin tapi tidak selesai karena ketika Perang Dunia II GOSIPNYA ayahnya adalah mata-mata sehingga ditangkap pemerintah Jepang. Ia lalu membantu ibunya berjualan daging, batik, karung dan lain-lain.

Tahun 1964 ia berdagang sandang pangan lalu menjadi pemborong dan pengumpul bahan bangunan. Tahun 1968 ia membeli tanah 1,5 hektare di Kebayoran Lama dan mulai bergerak di bidang real estate. Tahun 1969 ia mendirikan PT Agung Podomoro Group. Proyek pertamanya adalah kompleks perumahan di kawasan Simprug, Jakarta Selatan yang selesai dibangun pada tahun 1973. Pada tahun yang sama ia mengembangkan kawasan perumahan Sunter Agung Podomoro seluas 500 hektare.

Selain itu ia juga menjabat sebagai ketua bidang dana Pelti tahun 1980, ketua REI tahun 1983-1986, First President Lion Club tahun 1984-1985, ketua kehormatan yayasan Dharmacakka Jaya, dan organisasi Buddha Walubi. Ia ikut mendirikan vihara Dharmacakka Jaya di Sunter, sekolah di Ciauw Liang, Guangzhou, RRC, dan sebagai donatur Pusat Kebudayaan Sakya juga banyak menyumbang pendirian mesjid dan gereja.

Pada tahun 1986 bisnisnya dikelola oleh anaknya, Trihatma. Ia meninggal pada 16 Maret 1999 di Singapura.

Trihatma Kusuma Haliman (Thong Sin Lung)
lahir 6 Januari 1952 di Jakarta
anak: Rosa Haliman, Putra Haliman

GOSIPNYA
Setelah Trihatma Kusuma Haliman lulus dari Trier University bidang arsitektur di Kaiserslautern, Jerman tahun 1973, ia dipanggil pulang sang ayah untuk untuk membantu Agung Podomoro Group (APG). Tahun 1974 ia membantu APG keluar dari Krisis Pertamina. Tahun 1986 ia menjadi presiden direktur APG. Langkah pertamanya adalah mengambil alih PT Indofica Housing yang juga ikut membangun Senayan City, Mall Artha Gading, dan Sudirman Park. Perusahaan ini kemudian sukses menambahkan pengembangan seluas 17 hektar sebagai bagian dari pengembangan sebelumnya seluas 500 hektar, menjadikan Sunter sebagai salah satu kawasan eksklusif di Jakarta Utara.

Tahun 1995 APG mulai memanfaatkan lahan semaksimal mungkin dengan membangun bangunan secara vertikal. Apartemen Menteng misalnya, menjadi terobosan dan trend baru di industri real estate Indonesia. Sukses dengan proyek di Menteng, sejak tahun 2000 APG mulai fokus pada pembangunan apartemen.

Ketika krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, APG berhasil melaluinya berkat pengalaman Trihatma pada tahun 1974 ketika mengatasi Krisis Pertamina dengan mengambil keputusan krusial seperti membayar sebagian besar hutang APG pada awal tahun 1997, mengesampingkan devaluasi mata uang, dan memperkenalkan kebijakan uang ketat.

APG memandang krisis ekonomi 1997 sebagai tantangan dan kesempatan yang sangat baik. Dengan kecermatan melihat perubahan pasar, APG menemukan potensi besar di pasar. Salah satunya adalah kebutuhan untuk tempat tinggal di tengah kota. Langkah pertama yang dilakukan adalah membeli lahan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan juga properti yang dimiliki pengembang-pengembang yang tekena dampak yang cukup berat dari krisis.

Pada 30 Juli 2004, ia mendirikan Agung Podomoro Land (APL) di bawah bendera PT Tiara Metropolitan Jaya dan menjadi salah satu perusahaan yang berkembang paling cepat di bawah APG. Ia memiliki motto hidup: living in harmony and peaceful mind. GOSIPNYA karena motto hidupnya inilah ia beberapa kali sukses memperbaiki proyek macet, contohnya adalah Senayan City dan Plaza Semanggi. Bahkan ia dapat menjual Plaza Semanggi ke Lippo Group dengan harga tinggi. GOSIPNYA proyek-proyeknya bisa selalu sukses karena mengetahui keinginan konsumen.

Sukses Podomoro tak terlepas dari strategi pemasaran yang baik. Strategi pertama adalah dari segmentasi pasar yang membidik konsumen menengah ke atas. Strategi kedua adalah brand imageyang terbagi dua: pertama, sebagai umbrella image, adalah trademark Mediterania, yang kedua sebagai value brand adalah perusahaan Grup Agung Podomoro, yang track record-nya sangat baik. Strategi yang ketiga adalah penjualan. Podomoro menggunakan jasa agen-agen penjualan yang profesional.

Salah satu kunci sukses lainnya adalah tradisi hidup sederhana yang diwariskan turun temurun. Ketika Trihatma bekerja di APG, ia ikut bekerja bersama para tukang. Hal tersebut menurun pada dua anaknya: Rosa dan Putra. Ketika Rosa kuliah di Amerika, ia naik bus sedangkan Putra lebih memilih VW lamanya untuk kuliah dibandingkan dibelikan mobil baru. Selain itu intuisi Trihatma juga sangat kuat. Banyak yang bingung dengannya ketika ia membeli tanah rawa yang ternyata berubah menjadi pujian ketika ia menyulapnya menjadi Green Bay Pluit dan Podomoro City.

Hingga tahun 2012, APG telah menyelesaikan 16 apartemen, 15 kawasan hunian, dan 16 kawasan komersial multi fungsi. Sertifikat ISO 9001 untuk Menteng Executive Apartment dan Bukit Gading Mediterania di Kelapa Gading adalah sebuah pernyataan akan kapabilitas dan komitmen manajemen APG yang profesional terhadap para pemegang saham-nya.

Welin Kusuma

Welin Kusuma
lahir 8 Maret 1981 di Makassar, Sulawesi Tenggara
ayah: Onny Kusuma
ibu: Sisilia Chandra

GELAR
-Diploma Degree
    Computer Informatics
    > LP3I Surabaya - 2001

-Bachelor Degrees
    Industrial Engineering ==> Sarjana Teknik (ST), GPA: 3.27
    > University of Surabaya (UBAYA) - 1999
    Management Economy ==> Sarjana Ekonomi (SE), GPA: 3.94
    > Urip Sumoharjo Economy of College (STIEUS) - 2001
    Business Administration => Sarjana Sosial (SSos), GPA: 2.58
    > Indonesian Open University (UT) - 2002
    Informatics Engineering ==> Sarjana Komputer (SKom), GPA: 3.08
    > Surabaya Engineering of College (STTS) - 2002
    Law ==> Sarjana Hukum (SH), GPA: 3.57
    > Airlangga University (UNAIR) - 2002
    English ==> Sarjana Sastra (SS), GPA: 3.37
    > Petra Christian University (UK PETRA) - 2003
    Public Administration ==> Sarjana Administrasi Publik (SAP), GPA: 2.18
    > Indonesian Open University (UT) - 2005
    Statistics ==> Sarjana Statistika (SStat), GPA: 2.50
    > Indonesian Open University (UT) - 2007
    Accounting ==> Sarjana Akuntansi (SAkt), GPA: 3.31
    > Indonesian Open University (UT) - 2012
    Science Communication
    > Indonesian Open University (UT) - 2013

-Master Degrees
    Industrial Engineering ==> Magister Teknik (MT), GPA: 3.48
    > Sepuluh Nopember Institute of Technology (ITS) - 2004
    Science Management ==> Magister Sains Management (MSM), GPA: 3.73
    > Airlangga University (UNAIR) - 2006
    Notary ==> Magister Kenotariatan (MKn), GPA: 3.40
    > Airlangga University (UNAIR) - 2008

-Professional Designations
    Registered Financial Planner - Indonesia ==> (RFP-I)
    > MM Airlangga University (MM UNAIR) - 2005
    Certified Professional in Brand Development ==> (CPBD)
    > Marketing - Petra Christian University (PCU) - 2006
    Certified Professional in Product Management ==> (CPPM)
    > Marketing - Petra Christian University (PCU) - 2006
    Certified Financial Planner ==> (CFP)
    > Financial Standards Board Indonesia (FPSB Indonesia) - 2007
    Affiliate Wealth Manager ==> (Aff.WM)
    > MM Gadjah Mada University (MM UGM) - 2007
    Tax Consultant Examination Brevet A ==> Bersertifikat Konsultan Pajak (BKP)
    > Ikatan Konsultan Pajak Indonesia - 2008
    Qualified Wealth Planner ==> (QWP)
    > IAFP Global Pte Ltd - 2011
    Certified Professional Human Resource ==> (CPHR)
    > Quantum Quality International - 2012
    Indonesia Certified Professional Marketer ==> (ICPM)
    > Indonesia Marketing Association - 2012
    Associate Estate Planning Practitioner ==> (AEPP)
    > Estate Planning Practitioners Limited - 2013
    Certified Behaviour Analyst ==> (CBA)
    > Quantum Quality International - 2013
    Certified Management Accountant Australia ==> (ICMA)
    > The Institute of Certified Management Accountants - 2014
    Certified Professional Management Accountant ==> (IAMI)
    > Institute of Management Accountants Indonesia - 2015
    Certified International Business Analyst ==> (AFMA)
    > Academy of Finance and Management Australia - 2015

-License
    Mutual Fund Selling Agent Representatives License: No: KEP-3830/PM/WAPERD/2005
    > Bapepam-LK (Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency)

-Examinations
    Investment Manager Representatives
    > The Committee For Capital Market Professional Standards
    Broker Dealer Representatives License
    > The Committee For Capital Market Professional Standards
    Underwriter Representatives License
    > The Committee For Capital Market Professional Standards
    Advocate
    > PERADI (Indonesian Advocates Association)
    Advocate Candidate
    > KAI (The Congress of Indonesian Advocates)

GOSIPNYA
Ketika muda, ayah Welin yang hanya lulusan SMA tidak bisa kuliah karena masalah finansial namun mengambil banyak kursus dan punya berbagai sertifikat sehingga memiliki banyak keterampilan dalam berbagai hal. Hal itu membuat Welin memiliki semangat belajar yang tinggi. Sejak kecil, tatkala teman-temannya asyik bermain, ia sudah serius belajar metode mengetik 10 jari. Ketika komputer masuk ke Indonesia, ia kursus sampai bisa membuat program. Dengan inisiatif sendiri, ia juga belajar bahasa hingga akhirnya menguasai 4 bahasa asing: Inggris, Jepang, Mandarin, Prancis.

Ia mulai menempuh studi di Teknik Industri Universitas Surabaya (Ubaya) pada tahun 1999. Pada pertengahan kuliah, ia mulai menyadari bahwa ia bisa belajar banyak hal dari teknik industri. Awalnya ia mencoba kuliah rangkap di program Diploma (D1) jurusan Informatika, yang ternyata selesai dalam 1 tahun. Sejak tahun 2001 ia mulai kuliah di beberapa kampus berbeda, yakni di STIE Urip Sumoharjo, Universitas Terbuka, Universitas Airlangga, Sekolah Tinggi Teknik Surabaya, dan Universitas Kristen Petra. Ia mengambil jenjang S1 di bidang manajemen, administrasi bisnis, hukum, teknik informatika, bahasa Inggris, administrasi publik, statistika, dan akuntansi.

“Tentu saja sibuk, terutama antara 2002–2005, per semester saya punya tanggung jawab menyelesaikan 100 SKS (Satuan Kredit Semester). Pagi, kuliah di dua jurusan, sore-malam 1 jurusan dan 1 jurusan pada Sabtu dan Minggu, dan 1 lagi kuliah di Universitas Terbuka,” lanjutnya.

Ia tak mau menyusahkan orang tua. Biaya kuliah ditanggung orang tuanya di awal masa kuliah saja. Setelah itu ia mendapat beasiswa dari beberapa perguruan tinggi, sedangkan untuk biaya hidup sehari-hari, ia bekerja paruh waktu. Namun, sesekali ibunya mengiriminya uang, karena khawatir putranya kehabisan uang.

Ia harus benar-benar pandai membagi waktu untuk menjalani seluruh aktivitas kuliahnya. Tak semuanya selalu berjalan dengan lancar. Waktu yang mepet, kelas kuliah bentrok, hingga ancaman drop out pernah dialaminya karena salah satu studi yakni Teknik Informatika yang ditempuhnya memakan waktu 9,5 tahun. Waktunya yang sempit dan hampir habis untuk perkuliahan masih harus dibagi lagi untuk bekerja. “Untungnya saya hampir tidak pernah sakit selama kuliah dan bekerja. Padahal waktu itu pekerjaan juga banyak yang lembur,” kata Welin.

“Saya targetkan diri saya untuk lulus di semua mata kuliah di berbagai disiplin ilmu itu. Harus selesai, apa pun yang terjadi. Tiap semester pokoknya harus ada perkuliahan yang lulus. Saya fokus pada kuliah yang paling mudah dan cepat lulusnya. Tujuan lainnya, untuk hemat biaya kuliah, ha ha ha…,” ujar Welin yang mendapat IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) untuk seluruh jurusan sebesar 3 lebih.

“Yang paling merepotkan kalau jadwal ujian bentrok. Saya tak akan lupa, yaitu waktu ujian PPKN di Universitas Kristen Petra pada pukul 17.30-19.00, saya mesti ujian Hukum Agraria di Unair pada pukul 18.15-19.15. Terpaksa ngebut mengerjakannya. Masing-masing 30 menit saja, syukurlah, lulus dengan nilai memuaskan: A dan AB,” lanjut Welin.

Ia berhasil mencapai 80 persen absensi dari masing-masing kuliah yang dijalani. Ia juga memasang target untuk lulus salah satu perkuliahan setiap semester. Seluruh waktunya habis untuk menyelesaikan tugas kuliah bahkan ketika kuliah kosong, ia akan menggunakannya untuk mengerjakan tugas kuliah. Kala itu, ia selalu membawa disket yang bisa ia bawa ke mana-mana untuk mengerjakan tugas di rental komputer.

“Saya juga pernah merasa jenuh. Kok kayak begini ya setiap hari? Apakah masih harus dipertahankan? Tapi saya sudah berkorban sejauh ini, sudah keluar banyak biaya, dan sulit juga untuk menyelesaikan kuliah. Jadi saya bertekad, semua yang sudah saya ambil harus saya selesaikan,” ujar Welin. Namun, demi mengejar mimpinya ia tak sempat berpacaran, tidak bisa jalan-jalan dan juga sering lupa makan sehingga tubuhnya kurus.

Ia juga mengambil beberapa program magister. Ia telah mendapatkan S2 teknik industri dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan S2 manajemen dan kenotariatan dari Universitas Airlangga. Tak berhenti di S2, ia menempuh lebih banyak lagi pendidikan profesional, antara lain meliputi perencana keuangan, brand development, manajemen produk, konsultan pajak, human resources, hingga akuntan.

Jika namanya ditulis beserta seluruh gelarnya, kurang lebih akan tertulis Welin Kusuma, ST, SE, S.Sos, SH, S.Kom, SS, SAP, S.Stat, S.Akt, MT, MSM, Mkn, RFP-I, CPBD, CPPM, CFP, Aff.WM, BKP, QWP, CPHR, ICPM, AEPP, CBA, ICMA. Semua gelar tersebut diperolehnya sejak tahun 1999 sampai 2014 dan masih akan terus bertambah.  Gelar-gelar inilah yang kemudian membuatnya menerima penghargaan rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai peraih gelar multidisiplin terbanyak. Ia meraih rekor MURI kedua ketika menempuh 111 SKS (5 Jurusan S1) dalam satu semester.

Ia pertama kali bekerja sebagai marketing associate di perusahaan properti Century 21 Indonesia. Ia lalu bekerja di ABN AMRO Bank N.V. sebagai business development consultant. Setelah itu ia pindah ke PT HM Sampoerna sejak tahun 2009 hingga kini. Pendidikannya yang banyak membuatnya mudah berganti bidang saat berkarir. Awalnya, pekerjaannya lebih condong ke sistem pabrik yang menuntutnya banyak bekerja di lapangan. Namun karena ia juga pernah belajar keuangan, ia kemudian bisa melanjutkan karir yang lebih berhubungan dengan angka-angka. Saat ini, ia menjadi financial analyst di perusahaan rokok tersebut. Dari semua ilmu yang dipelajarinya, bidang keuangan memang paling banyak ia gunakan dalam dunia kerja. Ia telah mempelajari bidang tersebut dari jenjang S1, S2, hingga sertifikasi profesi. Total ada 10 gelar bidang keuangan yang dimilikinya.

Meski telah bekerja selama lima tahun di PT HM Sampoerna, semangat belajarnya masih belum mengendur. Namun karena sebagian besar waktunya sudah habis untuk bekerja, ia hanya memprioritaskan pendidikan profesi yang dapat dijalani dengan lebih fleksibel sembari bekerja. Selain itu, ia juga bekerja paruh waktu sebagai konsultan pajak. Ia menegaskan, kunci keberhasilannya adalah fokus. “Intinya jangan mudah menyerah. Setiap orang pasti punya masalah. Kalau kita melihat masalah sebagai tantangan, pasti kita bisa menyelesaikan masalah. Akhirnya semua akan bisa kita selesaikan,” pesannya.

Pada 8 Oktober 2013 lalu, ia juga mendapat penghargaan dari PT HM Sampoerna berupa penghargaan Beyond the Call of Duty Award (ABCD Award) untuk Mini Cell Project di Plant Silo, Jember dan On the Spot Award. GOSIPNYA hingga kini ia belum berhenti untuk mendapatkan gelar lainnya.

Nancy Go

Nancy Go
lahir 6 Januari 1963 di Sao Paulo, Brasil
suami: Bert Ng

GOSIPNYA
Nancy Go lahir di Sao Paulo, Brasil dan tinggal disana hingga umur 6 tahun sebelum pindah ke Jakarta. Sejak SMP ia hobi merajut, menyulam, dan menjahit. GOSIPNYA saat itu ia sering diejek teman-temannya karena hobinya seperti aktivitas nenek-nenek. Setelah lulus SMA ia tidak langsung melanjutkan kuliah karena merawat ayahnya yang sakit stroke. Tahun 1985 ia masuk Susan Budiardjo Fashion College jurusan fashion design.

Naluri bisnisnya tumbuh ketika ia kuliah. Saat itu ia pergi ke luar negeri dan memborong jins yang lalu ia jual di berbagai bazaar dengan keuntungan besar. Tahun 1992 ia bekerja di perusahaan Inggris, Dotwell, sebagai merchandiser. Tahun 1998 ia menikah dengan Bert Ng dan berhenti bekerja agar punya lebih banyak waktu untuk keluarga.

Pada Mei 2000 ia iseng membuat tas yang ia labeli merek Bagteria. “Saya pilih nama itu karena lucu. Harapannya agar mewabah seperti bakteri,” kenangnya. Ia sempat disarankan untuk mendaftarkan merek 'Bageteria' di Italia dan mengubah mereknya menjadi berbau Italia karena Italia identik dengan dunia mode tapi ia dan suaminya memutuskan untuk mempertahankan merek 'Bagteria' dan mendaftarkannya di Indonesia.

Bermodalkan Rp. 300 juta (GOSIP lain bilang 100 juta), bersama suaminya ia mendirikan PT Metamorfosa Abadi dengan menyewa sebuah rumah di depan tempat tinggal mereka di Jakarta Barat dan mempekerjakan lima karyawan. Tas itu malah dipasarkan di luar negeri karena menurutnya orang Indonesia meragukan kualitas produk sendiri, apalagi yang berharga mahal.

Harga tas Bagteria mahal karena bahan dasarnya tidak sembarangan. Selain teknik sulam, renda, dan payet yang dijahit tangan, pernak-perniknya unik dan eksklusif seperti kristal swarovski, sterling silver, kulit ikan Islandia, kulit burung unta, kulit ular piton, kulit ikan salmon, hingga gading gajah purba (mammoth) yang sudah punah. “Saya dapat gading mammoth langsung dari Siberia, sebagai pengganti gading gajah,” ujarnya.

Awalnya, ia membidik Hongkong karena menurutnya merupakan kiblat mode Asia. Mereka memutuskan untuk berbisnis dengan konsep waralaba. Di tiap negara, mereka memilih satu distributor sebagai master franchise untuk menyebarkan Bagteria ke butik pilihan kecuali Taiwan yang diajak berbisnis dengan cara kemitraan. Ia lalu menawarkan tas kreasinya ke tiap toko di Hongkong dan membuat pemilik salah satu toko tertarik. 50 unit tas Bagteria diborong yang ternyata laku keras dan jadi buah bibir kalangan atas Hongkong.

Ia lalu menawarkan tasnya ke tiap toko di Milan, Italia dan kembali menjadi buah bibir sehingga dengan cepat tasnya merambah ke berbagai negara Eropa dan Amerika Serikat. Ia pun rajin ikut pameran seperti Fashion Week dan Premiere. Pada tahun 2003 ia coba merambah pasar Jepang yang terkenal ketat soal kualitas barang. Setelah dua tahun, akhirnya ada yang mempercayai kualitas tasnya. Kini Jepang menjadi negara Asia dengan permintaan Bagteria tertinggi. Beberapa orang terkenal yang memakai tasnya adalah Emma Thompson, Audrey Tautou, Anggun C. Sasmi, Paris Hilton, dan Putri Zara Phillips (cucu Ratu Elizabeth II).

Ia baru memasarkan tasnya di Indonesia tahun 2008 dengan membuka butik di Plaza Indonesia. Ia tahu bahwa harga tasnya yang berkisar antara 1 hingga 8 juta Rupiah - bahkan di atas Rp. 10 juta untuk edisi terbatas - hanya bisa dijangkau kalangan tertentu. GOSIPNYA harga tasnya di luar negeri dua setengah hingga tiga kali lipat lebih mahal.

Ia rutin mengeluarkan 25 desain baru per musim. Untuk menjaga eksklusivitas, setiap desain hanya keluar tiga seri warna, dan setiap warna hanya diproduksi 299 buah di seluruh dunia. Dalam sebulan Bagteria diproduksi sebanyak 900-1000 buah dimana 80% nya dipasarkan ke luar negeri. Kunci kesuksesan tas miliknya adalah konsistensi menjaga keunikan dan kualitas produk.

Niluh Djelantik

Niluh Putu Ary Pertami Djelantik
lahir 15 Juni 1975
ayah: Putu Djelantik
ibu: Ni Nyoman Palmi
suami: Louis Kieffer menikah tahun 2013
anak: Niluh Putu Ines Saraswati Djelantik

Ni Nyoman Palmi lahir 18 September 1948

bersama Cedric Cador

bersama Louis Kieffer dan Ines Saraswati Djelantik

GOSIPNYA
Ketika Niluh baru berumur setahun, orangtuanya bercerai. Sebagai orangtua tunggal, ibunya berjuang agar bisa menyekolahkan putrinya di tempat terbaik. Ia harus tinggal berdesakan dengan saudara-saudaranya di kamar kontrakan berukuran 3 x 4 meter di dekat Pasar Kintamani.

Sejak kecil minat bacanya sangat besar, bahkan kertas koran pembungkus baju dagangan pun sering menjadi rebutan karena ia ingin membacanya dulu. Beruntung, tak jauh dari kios tempat ibunya menggelar dagangan, ada sebuah toko buku. Ketika ia bisa membaca, ia dititipkan di toko itu. Sambil bekerja menjaga kios buku, ia bisa membaca buku sebanyak mungkin.

Ia selalu menaruh perhatian lebih pada alas kaki karena ia tak pernah mendapat sepatu yang pas. Ibunya lebih mementingkan pendidikan, jadi sepatunya harus diganjal dengan kain karena ukurannya lebih besar dua hingga tiga dari ukuran seharusnya. Kadang sepatunya terlanjur rusak atau berlubang saat ukuran mulai pas di kaki. Hal itulah yang membuatnya berangan-angan untuk memiliki sepatu yang pas di kaki.

Setelah lulus SMA, ia meneruskan pendidikan di Jakarta sesuai dengan keinginan ibunya. Tahun 1994 ia kuliah di Universitas Gunadarma jurusan manajemen keuangan. Setelah setahun di Jakarta, ia bekerja sebagai operator telepon di sebuah perusahaan tekstil asal Swiss. Gaji pertamanya dipakai untuk membeli sepatu seharga Rp. 15.000 di kawasan Blok M. Sepatu bertumit tinggi menjadi pilihan karena ia bekerja kantoran. Sepatu pertamanya yang pas di kaki ternyata tidak nyaman dipakai. Setelah sekian lama menabung, ia lalu mendapatkan sepatu impiannya.

GOSIPNYA pada akhir tahun 2001 ia menjadi korban kriminalitas di kawasan Senen dan hal itu membuatnya kembali ke Bali. Ia lalu bekerja sebagai Direktur Marketing di perusahaan mode milik pengusaha Amerika Serikat, Paul Ropp. Pada tahun pertama ia bekerja, ia berhasil menaikkan angka penjualan hingga 330% dan memperbanyak cabang toko hingga 10 lokasi.

Pada awal tahun 2003 ia terpaksa berhenti bekerja karena ia jatuh sakit saat berada di New York. Dokter menyarankannya untuk tidak berpergian jauh dalam enam bulan. Ia lalu kembali ke Bali dan bertemu dengan Cedric Cador yang terbiasa memasarkan produk Indonesia di Eropa.

Ia berprinsip bahwa tiap perempuan seharusnya bisa memakai sepatu dengan tumit setinggi 12 cm dengan nyaman. Dengan modal Rp. 75 juta untuk tempat kerja dan menyewa ruko untuk butik, ia lalu mendirikan CV Talenta Putra Dewata dan memproduksi sepatu bernama Nilou, yang merupakan cara pengucapan Niluh di lidah orang asing. Ia membuat sepatu berbahan dasar kulit dengan tangan agar kualitas tetap terjaga.

Ia menggunakan aneka bahan, mulai dari kulit, suede, katun, bahkan dengan aksesoris berlian. Ia membanderol sepatu boot hak tinggi, balerina, stiletto, aneka sandal dengan harga Rp. 1 juta sampai Rp. 15 juta per pasang. Untuk pesanan khusus harganya bisa mencapai Rp. 50 juta.

Awalnya ia membutuhkan waktu hingga 2 bulan untuk menyelesaikan satu desain sepatu. Sebagian besar waktunya habis untuk berdiskusi dengan dua orang pengrajinnya. Ia sering menunjukkan koleksi sepatu mahalnya. “Saya tanya ke mereka, bisa nggak bikin yang lebih bagus dari ini,” kata penggemar alas kaki Manolo Blahnik dan Christian Louboutin ini.

Menurutnya, sepatu tumit tinggi yang baik adalah sepatu yang tetap nyaman dipakai meski sudah dipakai selama 8 jam. Itulah sebabnya ia begitu mementingkan proses pembuatan. Satu tukang bertanggung jawab menyelesaikan sepasang sepatu mulai dari memotong bahan, menjahit, hingga membentuk hak sepatu. Ia tidak peduli jika perusahaannya hanya bisa membuat sepasang sepatu dalam sehari karena menurutnya kualitas lebih penting dibanding kuantitas.

Koleksi pertamanya langsung terkenal di Prancis dan ia langsung mendapat pesanan sebanyak 4.000 pasang. Tahun 2004 ia mendapat kontrak dari jaringan ritel Topshop yang berpusat di Inggris. Pada tahun yang sama, seorang perempuan asal Australia bernama Sally Power berkunjung ke gerainya di kawasan Seminyak, Bali. Sally mengaku terkesan dengan sepatu Nilou dan menawarkan diri untuk menjadi distributor di Australia.

Pada saat itu para desainer internasional yang berproduksi atau mencari inspirasi di Bali ikut memakai produk Nilou. Sejak itu ia memulai hubungan profesional mendesain sepatu untuk perancang-perancang busana dunia seperti Nicola Finetti, Shakuhachi, Tristan Blair, dan Jessie Hill.

Beberapa selebriti seperti Uma Thurman, Gisele Bundchen, Tara Reid, Julia Robert, Paris Hilton, Robyn Gibson (mantan istri Mel Gibson) merupakan sebagian perempuan yang gemar memakai sepatu Nilou. “Kalau Uma beli sepatu Nilou di Saint Barth.” selorohnya, merujuk ke sebuah pulau kecil di Kepulauan Karibia.

Tahun 2007 ia mendapat tawaran dari agen di Australia dan Prancis untuk memperbesar bisnisnya. Nilou akan diproduksi secara massal di Cina dengan iming-iming sejumlah besar saham. Ia menolaknya dan ternyata Nilou sudah dipatenkan oleh pihak lain sehingga kerjasama pun berakhir. Nilou lalu diproduksi secara massal di Cina.

Tahun 2008 ia mematenkan merek Niluh Djelantik dan setahun kemudian sepatunya sudah kembali beredar di dunia. Atas kerja kerasnya, pada tahun 2010 ia meraih Best Fashion Brand & Designer The Yak Awards. Kini, ia dapat memproduksi hingga 200 pasang sepatu per bulan yang dikerjakan oleh 22 karyawan dan 3 asisten kepercayaan.

Etcetera

Inge Mariana Wawo Unsulangi bersama anaknya

GOSIPNYA
Sejak kecil Inge sudah menyiram berbagai olahan daging, terutama steak dengan komposisi yang seimbang. Hal itulah yang membuat sausnya menjadi bumbu andalan di kafe dan resto steak Etcetera miliknya di Jalan Trunojoyo 40, Bandung. Inge yang berasal dari keluarga Manado menekuni kegemarannya memasak dengan belajar di sebuah sekolah kuliner di Singapura.

Etcetera yang berdiri sejak tahun 2000 awalnya dibuka seperti warung steak pinggir jalan, terletak di halaman sebuah rumah di Jalan Trunojoyo. Sekarang lokasi awalnya itu terletak di seberang tempat usaha itu kini berada. Menurut kakaknya, Charles, mereka sempat kaget karena tempatnya kerap disesaki pembeli hingga ada yang terpaksa makan di dalam mobil. GOSIPNYA sebagian lagi hanya bisa membungkusnya untuk dibawa pulang.

Pindah ke tempat baru, bentuk awal rumah tinggal dengan konsep warung berubah menjadi restoran fine dining. Muncul kesan eksklusif dengan harga mahal dan sejak itu pelanggannya mulai berkurang, terutama dari kalangan mahasiswa yang kerap nongkrong. Untuk mengembalikan citranya di masa awal, Etcetera menyuguhkan kembali sejumlah menu klasik seperti Chicken Steak, Chicken Cordon Blue dan lainnya.

Untuk setiap daging steak, Etcetera menyajikannya dalam porsi sama: 120 gram. Agar empuk dan wangi, pemanggangan memakai arang. Walau harus rajin mengontrol agar kematangan daging merata, cara itu lebih memuaskan dibanding memakai briket batu bara.

Pelanggannya dalam sehari mencapai 100-200 orang. Hari teramai biasanya Sabtu dimulai setelah makan siang. Pada hari lainnya, pelanggan biasanya datang sejak petang hingga menjelang tutup pukul 11 malam.

Charles punya jurus andalan untuk menghasilkan olahan baru. Ia membuat berbagai sajian dari wafel sampai kentang goreng, lalu meminta teman-teman pelanggannya mencicipi sekaligus menamainya. Jika banyak disukai orang, sajian itu akan dimasukkan ke daftar menu.

Sukanto Tanoto

Sukanto Tanoto (Tan Kang Hoo / Chen Jiang He 陈江和)
lahir 25 Desember 1949 di Belawan, Medan, Sumatra Utara

ISTRI





















Tinah Bingei Tanoto lahir 7 Juni 1953 di Binjai, Sumatra Utara

ANAK
Andre Tanoto (kedua dari kiri, baju biru) lahir 8 Mei 1981


Imelda Tanoto lahir 16 September 1982


Belinda Tanoto lahir 7 Agustus 1985


Anderson Tanoto lahir 1989

PENDIDIKAN
- 1955-1960: SD di Belawan
- 1961-1963: SMP di Medan
- 1964-1966: SMA di Medan
- 1980: Indonesia Executive Management Program, Insead, Fontainebleau, Prancis
- 1982: Harvard Business School, AS
- 2001: Wharton Fellows Program

USAHA
- PT Raja Garuda Mas
- PT Bina Sarana Papan
- PT Overseas Lumber Indonesia
- PT Gunung Melayu
- PT Inti Indosawit Sejati
- PT Inti Indorayon Utama
- PT Saudara Sejati Luhur

USAHA DI LUAR NEGERI
- National Development Corporation Guthrie di Filipina
- Electro Magnetic di Singapura

GOSIPNYA
Sukanto Tanoto lahir dari keluarga yang keras. Pernah suatu ketika ia bermain di tepi laut tanpa izin dan berbohong pada ibunya ketika pulang sehingga ia dipukuli dengan rotan. Ayahnya, Amin Tanoto adalah seorang imigran dari kota Putian, provinsi Fujian. Pada tahun 1966 ia terpaksa berhenti sekolah setelah sekolah Tiongkok pada waktu itu ditutup oleh rezim Orde Baru. Dia tidak dapat meneruskan sekolah ke sekolah nasional karena ayahnya masih berkewarganegaraan Tiongkok.

Tahun 1967 ayahnya sakit stroke dan meninggal secara mendadak. Sulung dari tujuh bersaudara ini lalu mengambil alih tanggung jawab keluarga. Ia meneruskan usaha orangtua berjualan minyak, bensin, dan peralatan mobil, suatu pekerjaan yang tak asing baginya karena sepulang sekolah ia biasa membantu orangtuanya sambil membaca buku.

Tahun 1969 ia pindah ke Medan dan berdagang onderdil mobil lalu mengubah usaha itu menjadi general contractor and supplier. Suatu ketika, datang Sjam, seorang pejabat Pertamina dari Aceh. Ia tidak tahu Sjam adalah seorang pejabat. Ia lalu ditawari kerjasama di bidang kontraktor. Ia lalu membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor di Pangkalan Brandan dan membuat lapangan golf di Prapat. Untuk mencari bahan bangunan, ia sampai pergi ke Lampung.

Ia sangat gemar membaca dan bercita-cita menjadi dokter dan hal tersebut membuatnya menjadi tekun. Ia belajar bahasa Inggris kata demi kata menggunakan kamus bahasa Tiongkok – Inggris sehingga akhirnya mampu mengikuti sekolah bisnis di Jakarta pada pertengahan tahun 1970.

Pada saat terjadi krisis minyak di tahun 1972 yang menyebabkan harga minyak dunia melambung, ia meraup untung besar dari Pertamina. Pada tahun yang sama kayu lapis impor dari Singapura menghilang di pasaran sehingga ia mendirikan perusahaan kayu CV Karya Pelita di Medan. Tahun 1973 Indonesia menjadi pengekspor kayu log ke Jepang dan Taiwan untuk diolah menjadi plywood, sebelum diimpor kembali ke Indonesia dengan harga yang mahal. Ia lalu memproduksi kayu lapis karena saat itu belum ada yang membuat kayu lapis dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT Raja Garuda Mas (RGM). Kayu lapis bermerek Polyplex itu diekspor ke berbagai negara Uni Eropa, Britania Raya dan Timur Tengah.

Pada tahun 1980 belum ada orang membuka perkebunan swasta besar-besaran, dan lagi-lagi ia membuka perkebunan kelapa sawit dengan mendirikan PT Inti Indosawit Sejati di Sumatra. Tahun 1983 ia mendirikan PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang bergerak di bidang reboisasi menghasilkan bubur kertas, kertas, rayon, serta memasok bibit unggul pohon pembuat bubur kertas di dalam negeri. Kehadiran IIU sempat ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup karena Danau Toba tercemar oleh limbah bubur kertas sehingga IIU sempat ditutup.

Tahun 1986-1987 ketika United City Bank mengalami kesulitan keuangan, ia mengambil alih mayoritas sahamnya dan memberi nama baru: Unibank. Di Medan, ia merambah bidang properti dengan membangun Uni Plaza dan Thamrin Plaza. Tidak hanya dalam negeri, ia melebarkan sayap ke luar negeri dengan ikut memiliki perkebunan kelapa sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, Electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di Cina (yang telah dijual untuk memperbesar PT Riau Andalan Pulp And Paper).

Tahun 1995 ia lalu membuka Hutan Tanaman Industri dan mendirikan pabrik bubur kertas PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) yang GOSIPNYA adalah yang terbesar di dunia. Karena krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, RAPP baru jadi tahun 2001. Bersama lembaga swadaya masyarakat di sekitar pabriknya, ia membuat program pengembangan komunitas untuk penduduk setempat. Menurutnya mengajari memancing lebih baik dibanding memberi ikan.

Sejak 1997 ia memilih tinggal di Singapura bersama keluarganya dan menjadikannya sebagai kantor pusat perusahaan meski tetap memegang kewarganegaraan Indonesia. Pria yang hobi main snowski dan musik klasik serta menguasai bahasa Mandarin dan Inggris ini juga sangat senang belajar. Ia sering cuti untuk mengikuti kursus.

Kini RGM memiliki jumlah karyawan lebih dari 50.000 orang yang tersebar di seluruh dunia dengan total aset lebih dari 15 milyar Dolar AS yang meliputi empat bidang bisnis:
-pulp and paper (APRIL dan Asia Symbol)
-agro industry (Asian Agri dan Apical)
-dissolving wood pulp & viscose staple fiber (Bracell dan Sateri)
-energy resource development (Pacific Oil & Gas)

Tahun 2015 ia berada di peringkat orang terkaya ke-9 di Indonesia versi Forbes dengan kekayaan 2,1 milyar Dolar AS.