Hermanto Tanoko


USAHA
-Tanbiz: bahan bangunan, plastik, bahan baku plastik

-Tanobel: makanan dan minuman

-Tanrise: properti

-Tanori: kafe dan restoran

-Tanworld: ritel dan jaringan

-Tanly: hotel

-Tanlife: kesehatan dan kecantikan

-Tanlink: distribusi

Soetikno, Hermanto, Soeryani

Soetikno Tanoko (陈德水 Tan Tek Soei / Tan Tek Swie)
lahir 5 Desember 1929
meninggal 1 November 2020
istri: Soeryani
anak: Wijono, Muliawati, Lilyani, Kristien, Hermanto

GOSIP AYAHNYA
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, pemerintah mulai membantu kaum pribumi dengan menyingkirkan etnis Tionghoa yang kala itu sukses di bidang ekonomi sehingga dianggap menghambat perkembangan ekonomi kaum pribumi. Tindakan fenomenal pemerintah saat itu adalah ketika pada April 1950 mengeluarkan Peraturan Benteng yang menyatakan bahwa etnis Tionghoa tidak boleh mendirikan perusahaan jika tidak memiliki saham dari etnis yang lain.

Pemerintah juga memanfaatkan UU kewarganegaraan tahun 1910 yang dibuat pemerintah Belanda yang membuat orang Tionghoa memiliki kewarganegaraan rangkap dengan mengeluarkan UU No. 3/1946 tentang 'Warga Negara dan Penduduk Negara' yang membuat status kewarganegaraan penduduk keturunan Tionghoa di Indonesia bermasalah. Pada tahun 1955 lewat Konferensi Asia Afrika di Bandung, Perdana Menteri Cina, Zhou Enlai mencoba mengatasi masalah itu sehingga dibuat Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan RI-RRC yang lalu disahkan menjadi UU No. 62/1958 tentang 'Kewarganegaraan Republik Indonesia'. UU No. 62/1958 melahirkan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia atau lebih dikenal dengan SBKRI.

Pada November 1959 pemerintah juga lalu mengeluarkan PP No. 10/1959 yang berisi tentang larangan orang asing berusaha di bidang perdagangan eceran di tingkat kabupaten ke bawah (di luar ibu kota daerah) dan wajib mengalihkan usaha mereka kepada warga negara Indonesia. UU No. 62/1958 dan PP No. 10/1959 membuat ratusan ribu orang Tionghoa kembali ke Cina sehingga usaha dan harta mereka di Indonesia diambil oleh kaum pribumi.

Situasi ketika itu sangat sulit bagi semua orang, termasuk bagi Soetikno yang terkena PP No. 10. Keluarganya sering berpindah tempat tinggal, dari emperan, gunung kawi hingga vihara. Sebelum berbisnis bersama, Soetikno dan istrinya menjual pakaian bekas, sedangkan Suwandi menjual kedelai.

Tahun 1962 mereka menyewa kandang ayam berukuran 1,5 kali 13 (GOSIP lain bilang 1,5 kali 9) meter yang diubah jadi toko untuk berjualan cat. Tokonya diberi nama Toko 73 sesuai nomor alamatnya. GOSIPNYA modal didapat dengan meminjam uang dari ibu Suwandi dengan Soetikno sebagai penjamin. Situasi ekonomi yang begitu sulit membuat banyak orang tidak mudah percaya satu sama lain meskipun sesama anggota keluarga, karena itulah jika meminjam uang dibutuhkan penjamin.

Tahun 1964 Soetikno membuka toko kelontong kecil untuk menambah penghasilan. Tiap pagi ia naik sepeda ke Singosari untuk membeli hasil bumi dari petani untuk dijual di tokonya sedangkan Soeryani berdagang pakaian bekas di depan rumah. Setelah selesai berjualan hasil bumi, Soetikno berjualan cat di Toko 73 bersama Suwandi.

Suwandi membuat semacam papan di atas ruangan sebagai tempat menaruh barang. Ia juga membuat alat angkat berbentuk katrol untuk meletakkan alat-alat berat di atas ruangan karena tokonya sangat sempit.

Mereka membeli barang dari Surabaya. Karena situasi ekonomi dan politik yang bergejolak, mereka tidak dapat menawar ketika membeli, tapi ketika mereka jual, harga barang sudah naik beberapa kali lipat. Usaha mereka meluas ke toko kaca, toko onderdil mobil hingga mendirikan Apotek Airlangga. Mereka juga membeli pabrik cat Avian yang saat itu kesulitan keuangan pada tahun 1978.

Saking eratnya hubungan kekeluargaan, mereka tidak ingin adanya perselisihan sehingga memutuskan memisahkan bisnis. Tahun 1981 Soetikno mendapatkan pabrik cat Avian sedangkan Suwandi mendapatkan Toko 73.

Hermanto Tanoko
lahir 17 September 1962 di Malang

istri: Sanderawati Joesoef
lahir 20 Mei 1963 di Malang
anak:
Belinda Natalia lahir 21 Desember 1982 di Malang
Melisa Patricia lahir 3 September 1984 di Malang
Robert Christian lahir 25 Desember 1985 di Malang - Devina Konatra lahir 27 November 1988
cucu: Maxwell Cruise, Miranda Quinn, Marsha Candice
Caroline Novilia lahir 5 November 1988 di Malang - Paulinus Edward

GOSIPNYA
Anak bungsu Soetikno, Hermanto, mulai berbisnis sejak usia lima tahun. Kala itu, setiap perayaan Imlek ia akan diarahkan oleh orangtuanya untuk membelanjakan angpau yang ia dapat untuk membeli beberapa barang yang harganya akan naik, mulai dari terigu, biskuit, telur dan sebagainya.

Pada usia 7 tahun ia tidak mampu membeli kelereng yang dimainkan oleh teman-teman sekolahnya karena uang sakunya tidak cukup. Ia lalu berlatih bermain kelereng dengan batu-batu kecil di rumahnya hingga mahir.
 
Ia lalu meminjam kelereng temannya dan memenangkan permainan sehingga mendapat banyak kelereng. Kelereng yang bagus ia cuci lalu dijual di toko kelontong ibunya dan mendapatkan uang dari kelereng itu.

Pada usia 10 tahun, ayahnya mengajak ke Toko 73. Ia diminta untuk melayani pembeli. Dari menjaga toko cat ini, ia belajar banyak mengenai dagang. Ketika berusia 14 tahun, kondisi perekonomian keluarganya membaik dan ayahnya membeli apotek di dekat rumahnya, lalu ia diminta untuk membantu menjadi penjaga apotek.

Ia menjadi mahir dalam mengatur waktu. Pagi sampai siang ia sekolah, siang sampai malam ia bekerja, dan pukul 4 sampai 5 pagi ia belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya. Ia bermimpi membuat apotek itu menjadi ramai dengan mempelajari apotek yang ramai. Untuk bisa menjadi apotek yang paling murah, ia membeli tunai dari pemasok agar mendapat diskon 15-20% sehingga meski apoteknya tidak lengkap, ia memberi pelayanan lebih dengan mengirim obat ke rumah konsumen secara gratis. GOSIPNYA dalam waktu setahun, ia berhasil membuat Apotek Airlangga menjadi apotek paling populer di Surabaya.

Setelah menikah di usia 19 tahun, pada tahun 1983 ia kembali diminta untuk membantu di pabrik cat Avian. Ia lalu membentuk tim riset dan teknologi dengan membuat laboratorium. Perlahan-lahan ia berhasil menjadikan Avian sebagai perusahaan cat terbesar di Indonesia setelah Propan.

Ia lalu melihat peluang pada bisnis hotel di Surabaya. Bersama Tung Desem Waringin, ia membangun hotel mewah bintang lima bernama Vasa Luxury Hotel di Surabaya senilai Rp. 1,8 trilyun. Salah satu keunggulan yang dimiliki Vasa Hotel adalah fasilitas helipad berstandar internasional yang khusus diperuntukkan tamu hotel yang menginap. Helipad ini membantu para pebisnis dan eksekutif yang membutuhkan mobilitas cepat dari dan menuju hotel.

Pada 14 Maret 2019 PT Global Sukses Makmur Sentosa diubah jadi PT Tancorp Global Sentosa untuk memperkokoh identitas perusahaan. Pada tahun yang sama apartemen The 100 Residence senilai 400 milyar Rupiah dibangun di Gubeng, Surabaya. Apartemen berjumlah 166 unit ini memiliki konsep privasi yang bergengsi.

kiri ke kanan: Robert Tanoko, Devina Konatra, Belinda Natalia, Sanderawati Joesoef, Hermanto Tanoko, Melisa Patricia, Caroline Novilia, Paulinus Edward

Kini ia sedang menyiapkan anak-anaknya untuk meneruskan bisnis keluarga. Semua anaknya, selulus kuliah langsung bekerja di Tan Corp. Belinda Natalia selain membantu Tancorp, juga bertanggung jawab di properti dan ikut terlibat dalam pengelolaan air minum Cleo. Melisa Patricia selain membantu Tancorp, juga membantu di Cleo dan perusahaan distribusinya. Robert Christian fokus di Avian dan anak-anak perusahaannya. Sementara Caroline Novilia beserta suaminya aktif di Tanlife.

Pada tahun 2020 Hermanto Tanoko berada di peringkat 39 orang terkaya di Indonesia versi Forbes dengan kekayaan 700 juta Dolar AS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.