Anton Medan

Anton Medan (Tan Hok Liang)
lahir 1 Oktober 1957 di Tebing Tinggi
ayah: Usman (Tan Kim Tiek)
ibu: Aminah
istri: Rissa Habsari
anak: Siti Noviyanti, Harley Davidson, Siti Maesaroh, Hardi Dian Effendi, Tri Anggi Anggraini, M Arifin, Delly

GOSIPNYA
Tan Hok Liang yang lebih sering dipanggil Kok Lien adalah anak ke-2 dari 17 bersaudara. Pada usia 8 tahun ia masuk SD Tebing Tinggi tapi harus berhenti setelah 7 bulan karena ibunya menyuruhnya berhenti dan ikut membantu membiayai keluarganya. Tahun 1969 ia mulai menjadi calo di terminal bus Tebing Tinggi. Suatu ketika ia berhasil mencarikan banyak penumpang untuk salah satu bus dan tidak seperti biasanya, ia tidak diberi upah. Ia bertengkar dengan sopir bus tersebut. Karena emosi, ia memukul kepala sopir itu dengan balok kayu.

Ia ngotot bahwa ia tidak bersalah dan akhirnya dilepaskan oleh polisi. Ia lalu beralih profesi menjadi pencuci bus di terminal Medan. Suatu ketika, tempat ia biasa menyimpan uang robek dan uangnya pun ikut lenyap. Ia tahu siapa yang melakukannya dan memberitahunya untuk tidak mengulanginya tapi ia malah dipukuli. Waktu itu usianya 13 tahun dan lawannya tinggi besar. Karena tidak ada yang membantunya ia lalu mengambil parang bergerigi pembelah es yang tergeletak di antara kerumunan orang dan membacoknya hingga tewas.

Ia dipenjara 4 tahun di Jl. Tiang Listrik, Binjai. Setelah bebas dari penjara, ia pulang ke Tebing Tinggi tapi ia tidak diterima oleh orangtuanya. Ia lalu mengembara ke Jakarta. Ia berusaha mencari pamannya yang diketahuinya tinggal di daerah Mangga Besar. Berbulan-bulan ia hidup menggelandang untuk mencari pamannya. Setelah susah payah menemukan pamannya, ia malah diusir.

Ia mulai menjambret tas dan perhiasan nenek-nenek di kelenteng. Setelah itu ia mulai merampok toko emas dan berdagang ganja. GOSIPNYA ketika itu ia juga suka bermain wanita dan memiliki 5 istri. Masa kejayaannya terjadi ketika ia menjadi bandar judi. Ia lebih dikenal dengan julukan Anton Medan. Ia sering dipenjara dan meski sejak lahir beragama Budha dan sempat berganti menjadi Kristen, ia menemukan ketentraman dalam Islam yang ia pelajari dari sesama narapidana selama 7 tahun.

Ia lalu pergi ke Yayasan Haji Karim Oei (yang lebih dikenal dengan Masjid Lautze-nya). Di sana 3 kali ia ditolak masuk Islam oleh Yunus Yahya. Pada bulan Ramadan tahun 1992, setelah Nuzulul Qur'an ia dibimbing masuk Islam oleh K.H. Zainuddin M.Z. dan mengucapkan 2 kalimat syahadat. Tiga hari setelah syahadat, ia umrah bersama K.H. Zainuddin M.Z., K.H. Nur Muhammad Iskandar S.Q., dan Habib Idrus Zamalul Lail. Ia lalu berganti nama menjadi Muhammad Ramdhan Effendi.

GOSIPNYA ketika itu ia sudah memahami Islam karena selama di penjara Cipinang, ia belajar Islam dari anggota Muhammadiyah selama 2 tahun. Ia juga belajar dari anggota Persis selama 8 tahun di penjara Sukamiskin. Selain itu, ia juga belajar dari Nahdlatul Ulama (N.U.) selama 4 tahun bersama K.H. Abdurrahman Wahid dan K.H. Nur Muhammad Iskandar S.Q.. GOSIPNYA untuk hablum minnanas ia ber-Qibla ke N.U. sedangkan untuk hablum minallah ia ber-Qibla ke Persis. Tahun 1993, ia memutuskan untuk menunaikan ibadah haji.

Pada 10 Juni 1994 bersama dengan K.H. Zainuddin M.Z., K.H. Nur Muhammad Iskandar S.Q., dan Abdullah Mahmud Hendropriyono, mereka mendirikan Majelis Ta'lim At-Taibin di Cibinong, Bogor. Di dalamnya, ada sebuah masjid besar yang berdesain ala Cina yang diberi nama sesuai dengan namanya, Masjid Jami Tan Hok Liang. GOSIPNYA biaya untuk membangun pesantren senilai 6 milyar Rupiah itu berasal dari hasil penjualan barang-barang buatan mantan napi di Balai Latihan Kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.