Hengky Setiawan

Hengky Setiawan
lahir 7 Juli 1969 di Jakarta
ayah: Herman Setiawan
ibu: Lanny

GOSIPNYA
Ketika kuliah jurusan Ekonomi di Universitas Tarumanegara, Jakarta tahun 1989, Hengky iseng-iseng berjualan ponsel Nokia NMT bekas ke teman-temannya. Ponsel seharga Rp. 5 juta tersebut laku terjual Rp. 7 juta. Dalam sebulan ia mampu menjual 5 ponsel bekas dengan laba 2 juta per ponsel.

Tahun 1990 PT Komselindo memotori perkembangan operator ponsel Advanced Mobile Phone System (AMPS). Ketika itu para dealer ponsel harus memakai sistem purchase order (PO) ketika membeli ponsel Motorola. Satu PO harganya Rp. 15 juta dan barang baru dikirim 1-2 bulan berikutnya.

Hengky ikut-ikutan berjualan PO dan dari jual-beli kertas PO itu saja, ia berhasil meraup keuntungan Rp. 1 juta per lembar PO. Kala itu ia bisa membeli satu buku yang berisi 25 lembar PO, sehingga mengeruk untung Rp. 25 juta sebulan. Pada bulan-bulan berikutnya ia berhasil menjual tiga buku PO dengan keuntungan Rp. 75 juta sebulan. Saat itu kebetulan ada dealer yang menjual izin dealership-nya sehingga ia langsung mencaploknya karena hampir dua tahun hanya berstatus calo ponsel.

Prestasinya itu ternyata menarik perhatian Star Express, distributor ponsel Motorola. Ia disarankan membentuk perseroan terbatas sehingga ia lalu mendirikan PT Setia Utama Telesindo pada tahun 1992 dengan investasi awal Rp. 100 juta. Pada tahun 1992-1993 pemasaran ponsel AMPS secara nasional stagnan. Ada produk yang tidak laku di pasar: bag phone, yaitu telepon yang ditenteng seharga Rp. 10 juta per unit. Ketika dealer lain menyerah, ia malah mampu menjual ratusan unit bag phone. Star Express senang sehingga ia diberi harga diskon spesial.

Ketika merangkap jadi dealer Satelindo dan Telkomsel pada tahun 1996-97, Satelindo mengeluarkan program Satelindo Direct dan menjanjikan komisi pada para dealer. Karena lama tidak kunjung dibayar, para dealer kesulitan keuangan karena hanya disubsidi penjualan ponsel saja. Akibatnya, banyak dealer yang tutup dan rugi, termasuk Hengky. Ia lalu memutuskan hubungan bisnis dengan Satelindo. Pada tahun 1997 XL ikut meramaikan industri teknologi GSM dan ia pun segera menjadi dealer penjualan voucher XL.

Setelah menjadi sarjana ekonomi ia makin agresif. Pada tahun 1999-2001 kartu ponsel mulai menjadi tren. Penjualan voucher Telkomsel paling mencolok di antara tiga operator di pasar (GOSIPNYA sih karena sinyal Telkomsel paling luas di Indonesia). Hengky meraup untung besar saat itu karena harga voucher senilai Rp. 250 ribu bisa laku Rp. 700 ribu. Ia lalu membuka gerai baru di Jalan Radio Dalam dan Megamal Pluit dengan nama Telesindo. Setelah Singapore Telecom (SingTel) masuk ke Telkomsel tahun 2002, mulai banyak terjadi perubahan yang mempengaruhi pola pikirnya sebagai pebisnis.

SingTel mentransfer pengetahuan dan mengubah paradigma dealer dan distributor. Distributor diwajibkan membuka toko sebanyak-banyaknya dan menyebar. Distributor yang tidak sanggup dipersilakan mundur. GOSIPNYA ketika itu ia disuruh SingTel membuka 30 gerai. Meski memberatkannya tapi karena produk Telkomsel laku keras, ia mampu membuka gerai melebihi target, yaitu 40 gerai. GOSIPNYA ketika itu ia adalah raja se-Jabotabek dengan jumlah toko terbanyak.

Pada 2003-04 SingTel kembali memaksa para dealer membuka jaringan toko di semua kota besar di Indonesia. Hengky menyiasatinya dengan membuka dulu di ibukota. Setelah sukses dengan jaringan di seluruh kota besar di Indonesia, SingTel menyuruh para dealer membuka gerai di tingkat kabupaten. Hengky kembali memasang strategi dengan hanya membuka toko di kabupaten besar. Gerainya merajalela sampai ke kabupaten-kabupaten di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi, serta Papua. Pada tahun 2006-07 total ada 400 gerai Telesindo Shop di seluruh Indonesia, belum termasuk jaringan 300 subdealer dimana satu subdealer membawahi 100 toko kecil (reseller). Jika ditotal, Telesindo Shop membawahi 400 gerai milik sendiri, 300 subdealer, dan 30 ribu reseller.

Untuk membuka sebuah gerai dibutuhkan dana investasi Rp 100-300 juta, dan Break Even Point (BEP) tiap gerai rata-rata diraih dalam dua tahun. Sumber pembiayaan ekspansi Hengky adalah perbankan. Jumlah karyawannya di seluruh Indonesia mencapai 2.000 orang dengan rincian 70% pegawai sendiri dan 30% karyawan kontrak yaitu Sales Promotion Girl (SPG). Caranya menjalin komunikasi dengan 400 gerai, 300 subdealer dan 30 ribu reseller adalah dengan sistem komputerisasi yang sudah saling terhubung secara online di seluruh Indonesia. Di tiap kota ia memiliki manajer cabang yang melaporkan kinerjanya kepada 12 General Manager (GM) di Jakarta. Hengky tinggal memanggil para GM untuk dimintai laporan bulanan.

Pola kerjasama Telesindo Shop dengan para subdealer dan reseller bersifat win-win solution. Jika harga naik, ia tidak mendadak menaikkan dengan drastis, tapi perlahan-lahan sehingga subdealer dan reseller menjadi nyaman. Ia juga memberikan hadiah bagi mereka yang berprestasi, seperti jalan-jalan ke luar negeri dan barang elektronik dengan syarat para subdealer mampu menjual di atas Rp. 250 juta per minggu dan reseller harus menjual di atas 50 buah kartu voucher apa saja setiap hari. Dengan cara ini kerjasama mereka menjadi langgeng. Sebagai contoh adalah Anton Hidayat yang bekerjasama dengan Hengky sejak tahun 2003. “Waktu itu saya mendapat informasi dari teman, lalu saya melamar ke Telesindo. Syukurlah, diterima, karena toko kami dinilai memenuhi syarat,” ujar pemilik gerai Christ Seluler itu. Lokasi gerai Anton di ruko dua lantai seluas 4x4 m² di kawasan Taman Palem, Jakarta Barat.

Sejak 2007 Hengky mulai memborong banyak lokasi atau bahkan seluruh lantai di mall dan selanjutnya dijual lagi secara ritel kepada relasinya untuk berdagang ponsel dan voucher. Selain berdagang tempat, ia juga mendagangkan dirinya sendiri. Wajahnya kerap menghiasi iklan produk ponsel di media cetak nasional dan papan-papan iklan di Jakarta dan kota besar lainnya. Iklannya yang paling sering adalah pada iklan ponsel TiPhone karena ia mengambil alih TiPhone sejak tahun 2010. Hebatnya dalam 8 bulan sejak ia ambil alih, TiPhone berhasil berada di posisi tiga besar nasional dengan menyingkirkan 168 merek lokal.

Pada 2008 Telesindo berhasil mencatatkan omzet fantastis: Rp. 4,6 trilyun lebih per tahun. Rinciannya: voucher Telkomsel Rp. 3,5 trilyun, XL Rp. 1 trilyun, dan Telkom Flexi Rp. 100-200 miliar dengan profit 1-3,5%.

Tidak hanya berbisnis voucher, ia juga berbisnis Mercedes klasik secara tidak sengaja. Peristiwanya dimulai pada tahun 2006 ketika ia membeli Mercedes tahun 1969 seharga Rp. 40 juta. Ia merasa tertipu karena hampir seluruh bagian ternyata harus diganti hingga ia harus merogoh kocek sekitar Rp. 100 juta untuk memperbaikinya. Tapi ia menyadari nilai jual Mercedes klasik tidak seperti mobil biasa: semakin tua harganya semakin tinggi. Mercedes 1969 nya pun sudah ada yang menawar hingga Rp. 200 juta. Mobil tua lain miliknya yaitu Mercedes SL juga melambung dari harga beli sekitar Rp. 300 juta, sudah ada yang menawar Rp. 2 milyar.

Meski demikian, bagi yang ingin mencoba investasi seperti ini ia mengingatkan perlu dana, waktu dan energi ekstra karena untuk memperbaiki satu Mercedes klasik bisa memakan waktu 2-3 tahun karena mencari suku cadangnya cukup sulit. Tidak hanya mencari ke pedagang-pedagang barang bekas di berbagai daerah, ia juga sering pergi ke Jerman untuk mencari barang-barang yang ia butuhkan. Karena kesulitan itulah, ia tidak berniat menjual Mercedes-nya cepat-cepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.