Rebecca Ingrid Gunawan

Rebecca Ingrid Gunawan (kuning)

Rebecca Ingrid Gunawan (kiri)

GOSIPNYA
Rebecca Ingrid Gunawan lahir tahun 1979 di Bandung. Ia adalah seorang perancang busana yang lebih dikenal dengan nama Rebecca Ing. Ia adalah lulusan fakultas Manajemen Ekonomi dari Universitas Parahyangan Bandung dan Bahasa Inggris dari Universitas Maranatha Bandung. GOSIPNYA ia belajar secara otodidak bagaimana merancang dan menjahit dari sang ibu yang memiliki usaha bridal dan garmen.

Suaminya adalah Husein Wirtaja Komara, seorang pria kelahiran tahun 1970 yang memiliki PT Agra Dipa Raharja. PT Agra Dipa Raharja menaungi Red Guard Security, sebuah perusahaan di Jl. Otto Iskandardinata 17 Bandung yang menawarkan jasa pengamanan profesional. Ia menikah dengan Husein pada tahun 2005.

Atas dorongan suami dan teman-temannya, pada tahun 2006 ia membuka butik di Jalan Pudak 15 Bandung dengan modal 300 juta Rupiah yang sebagian besar ia alokasikan untuk promosi melalui fashion show dan beriklan di majalah. Pangsa pasarnya adalah kalangan menengah-atas. Gaun pesta rancangannya dibanderol 3-20 juta Rupiah, sedangkan gaun pengantin 8-35 juta Rupiah. GOSIPNYA Ingrid pernah menjadi salah satu desainer Miss Indonesia 2012.

Belum sempat mewujudkan impiannya membuka butik di Eropa, ia dan suaminya bertengkar hebat hingga menyatakan cerai secara lisan tahun 2011. Perceraian keduanya sudah disahkan di pengadilan pada 8 Maret 2012. Tapi setelah itu GOSIPNYA mereka bertengkar lagi memperebutkan hak asuh anak. Ingrid mengajukan banding atas putusan pengadilan yang memberikan hak asuh anaknya yang masih berusia 2,5 tahun pada Husein.

GOSIPNYA karena Husein kerap mengancam Ingrid dan meminta gugatan itu dibatalkan, pada awal April 2012 ia bertemu dengan seorang pembunuh bayaran, Agustinus Otniel Maitumu di sebuah rumah makan di Paskal Hyper Square. Esok harinya mereka kembali bertemu di tempat karaoke di kawasan Cihampelas. Saat itu Agustinus meminta Rp. 10 juta sebagai biaya konsultasi kepada Ingrid. Pada pertemuan berikutnya di tempat karaoke yang sama, Agustinus menawarkan dua cara menyelesaikan masalah: dianiaya atau dibunuh. Agustinus meminta Rp. 200 juta untuk jasa membunuh.

Setelah berpikir selama satu hari, Ingrid memilih untuk membunuh suaminya. Ia lalu bertemu Agustinus di salah satu rumah sakit di Bandung dan menyerahkan perhiasan emas sebagai uang muka. Perhiasan itu laku dijual Agustinus 125 juta Rupiah. Ingrid akan membayar sisanya sebesar 90 juta Rupiah setelah Agustinus menjalankan misinya. Agustinus lalu meminta Dadang Solihin alias Dasol untuk memantau Husein.

Pada Kamis 3 Mei 2012, Ingrid mengontak Agustinus via ponsel dan mengatakan Husein bakal datang ke rumahnya di Jalan Kapten Tendean 55, Bandung pada Jumat 4 Mei sekitar pukul 09.00 WIB. Dalam komunikasi itu Ingrid menanyakan kapan misi Agustinus akan dilakukan. Jumat pagi, Ingrid kembali menelepon Agustinus. Ia menyampaikan Husein bakal tiba pukul 10.00 WIB. Berbekal pistol FN berkaliber 9 mm, Agustinus meluncur sendirian ke Jalan Kapten Tendean menggunakan mobil rental Avanza bernopol D 1838 PC yang disewa adiknya berinisial DA di kawasan Margahayu Raya, Bandung.

Sekitar pukul 10.20 WIB Agustinus menembak mobil Land Cruiser bernopol D 1 EB yang dikendarai Husein dan sedang terparkir. Peluru membolongi dada kanan dan leher kiri Husein. Pada kaca depan sopir ditemukan dua lubang bekas tembakan. Polisi menemukan pistol itu tertinggal di bengkel khusus mobil Mercedes di Jalan Buah Batu, Bandung. Pada Selasa 15 Mei 2012, Agustinus mengajak Ingrid bertemu di tempat karaoke yang sama saat merencanakan pembunuhan. Ingrid lalu menyerahkan uang Rp. 90 juta.

Polisi menyelidiki kasus tersebut dan melalui tim khusus yang dipimpin Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Wijonarko dan Wakasatreskrim Kompol Agus Masloman berhasil meringkus Agustinus, Ingrid, dan Dasol pada Selasa 29 Mei. Polisi membekuk Agustinus di toko emas Jalan Pasirkoja, Bandung. Ingrid ditangkap di rumahnya di Jalan Kapten Tendean 55.

Setyabudi Tedjocahyono

Pada Selasa 5 Februari 2013 Hakim Ketua Setyabudi Tedjocahyono menyatakan, "Membebaskan terdakwa dari dakwaan primer dan juga dakwaan subsider, serta mengembalikan hak-hak terdakwa seperti dahulu,". Dalam uraiannya, majelis hakim menyatakan bahwa tidak ada satu alat bukti pun yang menunjukkan adanya suruhan dari Ingrid pada Agustinus untuk melakukan pembunuhan pada Husein. "Keterangan yang berkenaan dengan pemberian uang, perhiasan dan handphone dari Ingrid pada Agustinus tidak ada kaitannya dengan niat menghilangkan nyawa seseorang melainkan sebagai upah untuk pengawalan," ujar hakim.

Unsur-unsur dalam dakwaan primair dan subsidair yaitu pasal 340 tentang pembunuhan berencana dan pasal 338 jo 55 ayat 1 ke 2 tentang perbuatan yang menghilangkan nyawa seseorang pun dinyatakan tak terbukti. "Terdakwa tidak memiliki niat atau mengetahui atau menghendaki korban meninggal dunia. Perbuatan Agustinus untuk menembak mobil, murni niat dirinya sendiri melihat mobil korban terparkir," tutur Setyabudi.

Kedua terdakwa lain, Dadang Solihin dan Hendi Mulyadi, juga diberikan hal serupa. Keduanya tidak terbukti seperti apa yang disanggahkan. Untuk terdakwa Agustinus yang merupakan eksekutor, hakim memvonisnya dengan hukuman 8,5 tahun penjara karena terbukti memenuhi unsur pasal 338 KUH Pidana yakni menghilangkan nyawa orang lain.

Pada Selasa 17 Desember 2013 Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung yang dipimpin Nur Hakim dengan 2 hakim anggota Barita Lumban Gaol dan Basari Budhi menjatuhkan vonis pidana selama 12 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta yang jika tidak dibayar harus diganti dengan kurungan selama 3 bulan pada Setyabudi Tedjocahyono, hakim yang menangani perkara banding kasus korupsi dalam pengurusan dana bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung.

Setyabudi menerima uang Rp. 150 juta di ruang kerjanya dari Asep Triyana, kurir utusan Toto Hutagalung (ketua ormas Gasibu Padjadjaran), yang juga tangan kanan Wali Kota Bandung saat itu, Dada Rosada. Sebelum tertangkap, Setyabudi secara berkelanjutan telah menerima uang suap dari Dada, Edi Siswadi (Sekretaris Daerah Pemkot Bandung), dan Herry Nurhayat (Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) melalui Toto dan Asep. Uang diserahkan di rumah Toto, Hotel Grand Serela, dan kafe Bali. Ia disuap untuk mempengaruhi putusan perkara korupsi dana Bantuan Sosial Kota Bandung agar tidak melibatkan Dada Rosada, Edi Siswadi, dan Herry Nurhayat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.