Es Cendol Elizabeth

Rohman

CABANG USAHA
-Bandung
*Jl. Inhoftank 64
*Jl. Otista 518

-Majalaya: Jl. Babakan 36-26
-Tasikmalaya: Jl. K.H. Zaenal Mustofa 216

GOSIPNYA
Tahun 1972 saat Rohman berusia 8 tahun, ayahnya meninggal dunia sehingga ia mengikuti pamannya meninggalkan Pekalongan menuju Bandung. Setiap hari ia membantu pamannya berjualan cendol dengan rute Tegallega-Cicendo-ITB-Tegallega selama 7 tahun. GOSIPNYA saat itu hanya ada 4 orang penjual cendol di Bandung.

Dari membantu paman, ia diberi uang jajan. Uang itu tidak pernah dipakai untuk diri sendiri tapi dikirim ke kampung untuk membantu adik-adiknya yang bersekolah. Jika ada uang sisa, ia tabung sehingga kemudian ia bisa membeli gerobak roda untuk berjualan cendol. Ia memulai jualan di kawasan Leo Genteng, Astana Anyar. Setelah berkeliling, ia selalu memarkirkan jualannya di sebuah rumah di Jalan Ciateul.

GOSIPNYA suatu ketika Elizabeth pulang ke rumahnya di Jalan Ciateul 15 sambil membawa tas sisa yang masih bisa dijual kembali. Melihat Rohman berjualan di depan rumah, Elizabeth menitipkan tas-tas sisa kepada Rohman untuk dijual. Rohman yang tidak lulus SD ragu bisa menjual tas. Elizabeth tidak memaksa, berapapun barang yang laku ia terima.

Rohman sempat mengeluh karena beberapa pembeli memaksa jika beli tas, maka cendolnya gratis. Meski sudah dijelaskan bahwa tas yang dijualnya adalah barang titipan, mereka tetap memaksa. Ia lalu melapor kepada Elizabeth sehingga Elizabeth mengganti cendol yang diminta pembeli tas.

Tahun 1979 ia memutuskan untuk berjualan cendol sendirian di depan toko tas Elizabeth di Jalan Otista. Ia berjualan sambil membantu menjaga toko. Pada jam 5 sore dagangannya biasanya sudah habis terjual dan ia lalu membantu membereskan toko dengan sukarela.

GOSIPNYA suatu ketika ada pelanggan toko meminta cendolnya secara gratis. Pemilik toko, Elizabeth Halim, lalu membeli cendolnya untuk dijadikan bonus kepada pelanggan yang membeli tasnya. Elizabeth pun membuatkannya kartu nama sehingga sejak itu dagangannya dikenal dengan nama "Es Cendol Elizabeth".

GOSIP lain bilang karena Rohman tidak bisa baca tulis, ketika ada pesanan Rohman meminta Elizabeth menuliskan pesanannya. Elizabeth selalu menulis memakai bon toko tas sehingga Elizabeth menyuruhnya menamai jualan Rohman dengan nama "Es Cendol Elizabeth".

Tahun 1982 keluarga Rohman pindah ke daerah Inhoftank. Mereka mengontrak rumah berukuran 3x3 meter sebagai tempat tinggal. Setelah berjualan beberapa tahun ia mulai membangun tokonya pelan-pelan di Jl. Inhoftank 64. Tahun 1994 cendolnya mulai dilirik supermarket Yogya yang memintanya memasok ke Yogya. Kini sejumlah supermarket dipasok sebanyak 200 paket per bulan. Satu paket berisi 200 liter. Ketika bulan puasa jumlahnya naik menjadi 1.000-1.500 paket. GOSIPNYA rata-rata penjualan cendolnya mencapai 5-10 ribu gelas per hari bahkan mencapai 50 ribu gelas di bulan puasa.

Pada 2 Maret 1997 dibuka toko tas Elizabeth baru berlantai lima dengan luas tanah 1.000 meter persegi di Jl. Ciateul (kini Ibu Inggit Garnarsih) 15. Ia juga mulai meluaskan usaha dengan menyewakan kompleks ruko. Ia lalu membeli perkebunan gula di Cilacap, Jawa Tengah sehingga ia mampu menyimpan stok gula dalam jumlah banyak. Hal ini membuat harga cendolnya relatif stabil.

Cendolnya pun makin lama makin terkenal dan menjadi merek cendol paling populer di Bandung sehingga membuat banyak pedagang ikut berjualan memakai mereknya. Hal itu membuatnya memindahkan pusat usaha ke garasi rumah miliknya di Inhoftank tahun 2004. GOSIPNYA ia terpaksa pindah karena terbit Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah yang melarang kaki lima berjualan di trotoar.

Banyak yang mengeluh rasa cendolnya berbeda-beda. Ternyata mereka membeli dari pedagang gerobak yang membuat sendiri cendol mereka. GOSIPNYA bahan baku Es Cendol Elizabeth harus didatangkan dari luar kota Bandung: tepung sagu berasal dari Lampung dan Garut, daun suji sebagai pewarna alami diambil dari petani di Majalaya dan Pekalongan, gula kelapa sebagai pemanis berasal dari Pekalongan, kelapa untuk santan diambil dari Tasikmalaya.

Tri Bagus

Kini pengelolaan toko di Majalaya diserahkan pada putri pertamanya Nur Hayati sedangkan toko di Bandung dikelola oleh putri keduanya Nur Hidayah yang sudah menikah dengan Tri Bagus. Toko di Tasikmalaya dikelola oleh putri ketiganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.