Darmansyah Sudjadi

Pada 15 April 1994 pukul 2 dini hari, Darmansyah Sudjadi alias Nyo Beng Seng ditikam 20 tusukan oleh 4 orang bertopeng saat hendak turun dari Baby Benz di Pluit Jakarta Utara. Dada kanan dan kirinya sobek. Ada tiga sayatan di lengan, pipi kiri, dan punggungnya. Komplotan itu lalu kabur dengan Toyota Kijang. Sopirnya, Sa'aman, lalu menggedor pintu rumah dan membangunkan istri Beng, Tuti Sulastri. Tuti, dibantu putrinya, Verawaty, bergegas membopong Beng naik Baby Benz menuju Rumah Sakit Atmajaya tapi Beng meninggal hari itu juga.

Nyo Beng Seng adalah pengusaha rekaman sukses. Di studio Irama Tara miliknya, yang bersebelahan dengan rumahnya di Pluit, diorbitkan sejumlah nama kondang seperti penyanyi Ira Maya Sopha, Duo Kribo (Ahmad Albar dan Ucok Harahap), dan Remy Silado. Kamera TV pengintai yang dipasang di dekat pintu rumah sudah lama tak berfungsi. Yang ada hanya barang bukti berupa sarung katana dari kayu berukuran 50 cm. Tidak ada jejak lain. Semenjak bisnis rekamannya meredup, Beng beralih ke bisnis prostitusi dan perjudian. Kendati begitu, ia masih berupaya membangkitkan studionya.

Sepanjang malam puluhan karyawannya silih berganti meramaikan studio. Saat penusukan terjadi, studio itu hanya buka sampai sore. Malamnya hanya dijaga dua sopirnya. Beng yang merupakan orang Medan dan beragama Budha, membangun bisnis hiburan Pink House di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Di kalangan penjudi, ia dikenal sebagai penjudi kakap yang kerap bermain di kasino Makau, Hong Kong, Malaysia, Australia, hingga Las Vegas. GOSIPNYA ia juga memiliki saham di tempat-tempat tersebut.

Beng sering memberikan pinjaman ratusan hingga milyaran Rupiah pada para penjudi dan hutang ini harus dikembalikan dalam dua pekan saja. Banyak yang tak dapat membayar sesuai dengan kesepakatan dan untuk kasus seperti ini GOSIPNYA Beng tak segan menyita harta mereka. GOSIPNYA Bersama Atang Latief alias Apyang dan Liem Eng San alias Hasan, Beng membangun kasino di Kamboja. Pengurusan izin diserahkan kepada Sie Hong Lie dengan biaya 7 juta Dolar AS. Namun izinnya palsu. Beng lalu menagih kepada Eng San dan Hong Lie tapi mereka malah bersekongkol menghabisi Beng dengan mengupah Agiono bin Sarfan dan Sudartono alias Atok melalui Ahak dan Afuk. Ahak dan Afuk lalu menyuruh Opiu mencari pembunuh bayaran.

Opiu menemukan empat orang yang bersedia yakni Barki, Yudi, Agung, dan Pramono yang ditugaskan mengawasi jalannya eksekusi dari dalam mobil. Agiono mendapat Rp. 11,5 juta, Sudartono Rp. 10 juta, Barki Rp. 11,5 juta, sedangkan Agung, Yudi, dan Pramono masing-masing Rp. 5 juta. Agiono dihukum 20 tahun penjara, Sudartono 17 tahun, dan Opiu 9 tahun.

Peristiwa itu membuat para bos judi yang lebih dikenal dengan sebutan 9 Naga itu menjadi berita hangat di masyarakat. Sejak lama mereka tidak ingin aktivitas mereka diketahui publik, salah satu caranya dengan mengadakan arisan. Arisan itu adalah sarana untuk menyelesaikan permasalahan dalam bisnis mereka baik di dalam maupun di luar anggota. Contohnya jika ada seseorang yang membuka perjudian tanpa sepengetahuan mereka, mereka akan membahasnya di arisan lalu mereka akan memberitahu polisi untuk menutup perjudian itu.

GOSIPNYA sejarah terbentuknya 9 Naga berawal dari perang dingin antara Uni Soviet dan AS setelah Perang Dunia II usai tahun 1945. Pendapatan negara difokuskan untuk penelitian dan pengembangan teknologi agar pertahanan militer negara kuat.

Benjamin Siegel

Pada Desember 1946 mafia Benjamin 'Bugsy' Siegel membuka tempat judi yang terkenal hingga kini, The Flamingo Hotel & Casino di Las Vegas, Nevada. AS mengalami kesulitan keuangan memasuki tahun 1960-an. Hal ini membuat meningkatnya tingkat kejahatan di mana-mana. Pemerintah AS mengetahui bahwa satu-satunya cara cepat memperoleh dana adalah melalui perjudian. Masalahnya adalah banyak pihak yang menentangnya karena tidak sesuai dengan ajaran agama Kristen yang merupakan agama mayoritas di sana.

The Flamingo

Negara bagian Nevada memang sudah melegalkan hampir semua bentuk perjudian pada tahun 1931, tapi pemerintah AS ingin perjudian dilegalkan di semua wilayah AS karena perjudian di Nevada dijalankan oleh para mafia dan negara tidak mendapatkan keuntungan dari mereka. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah AS lalu membuat perbedaan definisi berjudi (gambling) dengan bertaruh (bet). Berjudi didefinisikan sebagai sebuah tindakan memainkan uang pada permainan dengan harapan akan memenangkan permainan itu sedangkan bertaruh didefinisikan sebagai sebuah tindakan meresikokan sesuatu - yang biasanya sejumlah uang - dengan keyakinan bahwa hal yang diprediksikan akan menjadi kenyataan.

Meski ditentang banyak pihak, pemerintah bersikeras menerapkannya pada negara bagian New Hampshire dengan melegalkan lotere pada tahun 1963 yang diikuti New York tahun 1967 dan New Jersey tahun 1971. Pihak-pihak yang menentang hal ini tidak dapat berbuat banyak karena masyarakat sangat antusias akan hal tersebut. Setelah lotere dianggap sukses, New Jersey menjadi negara bagian kedua yang melegalkan kasino pada tahun 1978. Setelah terbukti meningkatkan pendapatan negara dan menurunkan tingkat kejahatan, barulah perjudian diterima oleh semua pihak.


Ali Sadikin

GOSIPNYA hal itu menginspirasi Ali Sadikin untuk melakukan hal serupa karena saat itu ia sedang berusaha mendapatkan dana untuk membangun kota Jakarta. Pada tahun 1967 Ali Sadikin meresmikan perjudian di Jakarta dan sukses mendirikan Taman Ismail Marzuki, kebun binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria, Gelora Bung Karno serta Monumen Nasional (Monas). Pada saat itulah Generasi pertama 9 Naga dimulai oleh Jan Darmadi alias Apiang Jinggo yang membuka beberapa tempat judi seperti Petak IX, Copacobana, Jakarta Theatre, dan Lofto Hair Hailal. Tahun 1980 Jan juga membuka sebuah kasino di Surabaya yang GOSIPNYA menyumbangkan seperempat APBD kota tersebut.

Tjokropranolo (paling kanan)

Setelah Ali Sadikin berhenti pada tahun 1977, Gubernur Tjokropranolo mencabut kembali izin tersebut. Tapi jaringannya sudah terlanjur meluas ke seluruh Indonesia. Bahkan tempat judi yang lebih besar dibangun di ITC Mangga Dua, Jakarta yang GOSIPNYA menghasilkan 10-15 milyar Rupiah per hari. Pesaing besar mereka adalah Apow yang memiliki Mickey Mouse di Pancoran Glodok dan Boulevard Kelapa Gading, Kasturi di Mangga Besar, serta Ruko Blok A di Green Garden dan Kejayaan. GOSIPNYA saat itu Apow meraup 2 milyar Rupiah per hari. Apow juga bekerjasama dengan Juhua dan Ali Oan membangun tempat judi di Asemka dan Gajah Mada, Jakarta. Pesaing lain adalah Rudi yang memiliki kasino di Kabuki Lokasari, Pelangi dan Raja Kota di Hayam Wuruk, Raja Mas di Glodok, Jl. Kunir, serta pulau Ayer. Dari tempat-tempat itu Rudi meraup Rp. 10 milyar per hari.

Generasi kedua diwarisi oleh Robert Siantar dan Abah. Generasi ketiga adalah Sie Hong Lie, Liem Eng San, Atang Latief, Anton Medan, dan Nyo Beng Seng sedangkan generasi keempat GOSIPNYA adalah 9 naga. 9 Naga mereka memiliki bisnis lain. Sie Hong Lie memiliki usaha judi Lotere di Kamboja, peternakan, pacuan kuda, serta bukit timah di Singapura dan Penang, Malaysia. Ia juga memiliki kapal pesiar Delfin Star dan Lido Star yang bermarkas di Singapura. Atang Latief memiliki tempat judi di Christmas Island, Australia. Bersama Robby Sumampouw, Atang juga membuka bank, properti, dan hotel di Jakarta. GOSIPNYA bersama Tommy Winata, Rudi Susanto bahkan menggelar perjudian di kapal pesiar di kepulauan seribu yang menghasilkan Rp. 500 milyar dalam sekali operasi.

Menurut Anton Medan, begitu aman dan lancarnya bisnis ini dikarenakan kuatnya jaringan pengamanan yang dibangun. Biasanya, setiap pergantian pemimpin TNI, Polri atau Gubernur DKI, para bandar itu langsung mengirimkan kurir sebagai salam perkenalan. Mereka lalu memberi uang pada para pemimpin TNI, Polri, Pemda DKI, tokoh ormas dan OKP, serta wartawan.

Untuk oknum perwira tinggi TNI dan Polri GOSIPNYA uang yang diberikan mencapai Rp. 15 milyar per bulan sementara setingkat di bawahnya Rp. 10 milyar. Setingkat di bawahnya lagi Rp. 5 milyar. Begitulah seterusnya. Untuk Ketua OKP dan ormas, berkisar Rp. 200-500 juta per bulan.

GOSIPNYA jaringan 9 Naga tersebar juga di kota besar lainnya dan dikendalikan oleh Wang Ang (Bandung), Pepen (Manado), Dedi Handoko (Batam, Tanjung Pinang), Jhoni F. (Surabaya), Olo Panggabean (Medan dan Aceh), dan Firman (Semarang).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.