Bakso Lapangan Tembak Senayan

Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono
lahir 15 Juni 1949 di Wonogiri
meninggal 9 Juli 2011 di Solo
ayah: Karyo Dimedjo
ibu: Sadiyem
istri: Sri Handayani
anak: Kusuma Adi Agung Nugroho lahir 1985
Puspo Kuncoro Adi Susilo lahir 1989
Bangkit Luhur Gumilar lahir 1994
alamat: Jl. Pulo Kemuning II no. 70

Kusuma Adi Agung Nugroho

GOSIPNYA
Sejak tahun 1966 Widyanto sudah menjajakan bakso dengan pikulan berkeliling kota. Setelah tamat STM 1 di Solo, ia merantau ke Jakarta tahun 1971 dengan bekal uang 1.200 Rupiah atau setara dengan 2,5 gram emas ketika itu (GOSIP lain bilang Rp. 150). Di Jakarta ia berdagang bakso keliling memakai angkringan. Setelah beberapa tahun, ia mengganti angkringan dengan gerobak dorong. Pada siang hari ia berkeliling di kawasan Petamburan, Slipi, Pejompongan, dan Gelora Senayan sedangkan pada malam hari ia mangkal di kawasan Lapangan Tembak Senayan yang kini menjadi Hotel Mulia.

Karena mulai mendapat pelanggan tetap, sejak tahun 1982 setiap hari ia mangkal di luar pagar kompleks Lapangan Tembak Senayan. Pelanggannya terus bertambah termasuk para atlet pelatnas atletik, bulutangkis, renang, dan menembak, sehingga pada tahun 1983 ia diperbolehkan berjualan bakso di dalam kompleks. GOSIPNYA ketika itu ia mulai membuat kompleks dipenuhi pembeli dan agar tidak mengganggu aktivitas di Lapangan Tembak Senayan, ia diizinkan membuka warung kecil di lokasi parkir. Sejak itu baksonya dikenal sebagai Bakso Lapangan Tembak Senayan.

GOSIPNYA kelezatan baksonya membuat para pejabat menjadi pelanggan setianya. Pada tahun 1980-an, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menganugrahinya nama Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono. GOSIPNYA karena dianggap kurang memadai, ia diperbolehkan membuka beberapa gerai lagi di lingkungan Senayan. Hingga tahun 1998 ia berhasil mengembangkan toko hingga 7 cabang.

Ia sempat mendapat masalah ketika anak buahnya mendirikan warung bakso sendiri dan gerainya di Pasar Minggu terkena amuk massa pada kerusuhan Mei 1998. Cabang tokonya di Roxy Mas dan Kelapa Gading juga tidak menguntungkannya, karena itu sejak tahun 2001 ia mulai mengerahkan anak sulungnya yang masih SMP untuk mulai terjun ke dunia bisnis dengan cara bekerja magang di salah satu gerainya.

Pada tahun 2002 ia mengubah pangsa pasarnya menjadi menengah ke atas dengan membuka gerai di Mega Mall Pluit. Ia juga mulai mewaralabakan usahanya dengan sistem semi franchise dan menambah variasi menunya. Ia juga membedakan harga tiap gerai berdasar kemampuan ekonomi pengunjung daerah tersebut. GOSIPNYA biaya waralaba untuk membuka sebuah gerai baru di mal seluas 150 m² mencapai Rp. 2 milyar untuk 5 tahun. Pada September 2006 musisi Purwacaraka menjadi franchisee dan membuka gerai di Rest Area 57 Cikampek.

Widyanto berambisi membuka cabang di luar negeri dan untuk menaunginya secara profesional, pada Februari 2007 ia mendirikan PT Balats Dwi Tunggal di apartemen Bellezza, Permata Hijau, Jakarta. Meski telah meninggal pada 9 Juli 2011, bisnisnya masih terus berkembang dan hingga akhir tahun 2011 telah mencapai 140 gerai (GOSIP lain bilang 109) di seluruh Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.